Mohon tunggu...
Zainal Tahir
Zainal Tahir Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi

Dulu penulis cerita, kini penulis status yang suka jalan-jalan sambil dagang-dagang. https://www.youtube.com/channel/UCnMLELzSfbk1T7bzX2LHnqA https://www.facebook.com/zainaltahir22 https://zainaltahir.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/zainaltahir/ https://twitter.com/zainaltahir22 https://plus.google.com/u/1/100507531411930192452

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

"Sunrise" di Jendela Argo Parahyangan

19 April 2018   08:44 Diperbarui: 19 April 2018   08:48 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tak sanggup menghirup kopi panas yang baru saya pesan di Starbucks, Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Sementara sudah terdengar panggilan untuk bersiap-siap naik di kereta Argo Parahyangan tujuan Bandung.

Pagi ini, kereta itu, sisa lima menit sudah harus bergerak. Jadwalnya 06.15 WIB. Saya segera minta ke gadis manis kasir Starbucks itu sebuah tentengan, untuk kopi hitam yang telah saya taburi brown sugar dua saset. "Take away saja, dek. Keretanya sudah mau berangkat," kata saya.

Gadis itu tersenyum, dan segera memenuhi permintaan saya, menerima segelas kopi yang saya sodorkan, lalu mengemasnya dalam kantongan kertas warna cokelat berlogo Starbucks. "Ini, Pak," sodornya.

Saya duduk di gerbong eksekutif 5 di kursi 1 B dekat dekat pintu, paling depan. Di samping saya, duduk seorang teman, anak muda beranak satu, ahli desain grafis dan penggiat medsos. Saya tak ingin membayangkan kenikmatan perjalanan sekitar tiga setengah jam menuju Bandung, di atas kereta di samping kursi teman yang berbobot lebih 120 kilo itu. Sementara saya sendiri pemilik berat badan 102 kilogram jika belum makan seperti pagi ini.

Saya hanya menatap sunrise dari jendela Argo Parahyangan yang nampaknya baru berada sepelemparan batu dari atap rumah-rumah penduduk yang baru menggeliat di tepi sepanjang jalur kereta.

Saya menyaksikan gerbong-gerbong bekas teronggok tak berdaya, ketika kereta mulai melambat menjelang stasiun Purwakarta.

Foto : Dekur
Foto : Dekur
Yang paling indah yang saya bayangkan di atas kereta ini adalah, ketika ingatan saya berkelana ke kabin kereta TGV Lyria dari Basel di Switzerland menuju Paris di Prancis, tiga setengah bulan yang lalu. Perjalanan mengasyikkan yang menempuh jarak 550 kilometer dengan waktu hanya 3 jam 12 menit, di atas gerbong kereta cepat yang hangat --kebetulan winter waktu itu- dengan fasilitas free wifi. Plus kursi yang lebar, empuk dan nyaman. Ditambah pemandangan khas pedesaan Eropa yang dilintasi kereta berkecepatan di atas 250 kilometer per jam itu. Ditambah lagi suara gesekan antara kereta dan relnya tak berisik, tak mengganggu kami para penumpang.

Padahal Bandung hanya 150 kilometer, hampir empat kali lipat jarak Basel ke Paris, yah... tiga setengah jam juga dengan Argo Parahyangan.

Apa yang telah saya bayangkan tentang kenangan yang indah, di atas TGV, semoga bisa terwujud tahun ini, atau paling telat tahun depan sebelum pesta demokrasi di negeri ini.

Impian tentang kereta cepat yang bisa menghubungkan kota-kota yang ada di negeri saya ini, seperti halnya masyarakat Eropa yang telah lama menikmati fasilitas itu, telah menjelma menjadi sebongkah harapan dan pengungkit semangat.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Saya optimis negeri ini bisa seperti negeri-negeri itu. Dan, saya tetap menatap jendela Argo Parahyangan, mencari sunrise, oh... entah di mana ia sekarang berada?

ZT-Argo Parahyangan, 19 April 2018.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun