Mohon tunggu...
Zainal Prima Putra
Zainal Prima Putra Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Senyum Memperbuat Rintih Peradaban

11 Maret 2019   22:30 Diperbarui: 11 Maret 2019   22:39 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senyum sejatinya merupakan emosi terindah dari tuhan yang maha kuasa, sebuah konsekuensi logis daripada makhluk bernyawa. Senyuman tulus merupakan kesepakatan diri, antara rasionalitas dan nurani, sebuah pilihan stretegis untuk bahagia bersama. Bahagia paripurna, ketika kita berhasil membuat hati sekeliling kita bernyanyi, sungguh indah bukan.

Namun, pernahkah sahabat merenung diskusi dengan jiwa, ada sebuah senyum yang mengurai air mata manusia lainnya, memperbuat rintih peradaban. Apakah itu ? bagaimana ini bisa terjadi ? dan Untuk apa pencapaian ini diperjuangkan? Mari kita uraikan bersama dalam-dalam.

Namun sebelum itu, cobalah sejenak rekan sekalian melihat cuplikan puisi ini, sebagai bahan kajian awal,


Huhhh... ternyata demikian, penulis, tersengut-sengut sendu, melihat realitas demikian. Bagaimana tidak saudaraku, Indonesia adalah negeri yang kaya, namun mengapa rakyatnya cenderung pra-sejahtera. Demikian ini kemudian menghadirkan beragam konfrontasi filosofis, perlu pandangan strategis.

Kita ketahui bersama bahwasanya, Indonesia merupakan salah satu aktor dalam hubungan internasional, seperti banyak negara di dunia, sehingga apapun yang dilakukan oleh Indonesia, menjadi interes akan substansi negara lainnya, Sebab itu, adalah penting bagi Indonesia merawat bargaining position dalam bertabiat, dengan pergi menghindarkan tindakan pelemahan fungsi ekonomi-politik keamanan strategis domestik, sebagaimana mengenai delik korupsi, nan tentu akan menyulitkan mobilitas negara dalam mamandu keadilan dan kemakmuran warga negara, selaras dengan fundamental Konstitusi. Lantaran itu, negara berkewajiban survive mengelikkan demikian. Ihwal ini, rekan sekalian dapat temukan dalam komitmen kebangsaan, secara khusus di Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alenia Ke-4.

Mengenai konkrit persoalan, Penulis pernah meneliti secara komprehensif, telah dituangkan dalam karya tulis ilmiah, sempat diajukan di tingkat nasional, penulis menilai bahwa "...Perilaku korupsi penting untuk dicegah sebab dapat mengganggu rencana pembangunan nasional bahkan lebih parah merusak tatanan peradaban, sungguh jauh sekali dari cita-cita pendiri bangsa kita." Selanjutnya, secara mendalam mungkin dapat kita diskusikan kedepan. Sepakat..?

Mengawali uraian, timbul sebuah pertanyaan, "Apakah Korupsi terjadi di Indonesia..?"

Krusial menjadi ingatan bersama, menelisik fakta yang ada, benar saudaraku, tikus-tikus berdasi telah menjangkiti negeri ini. Senyum penghianatan atas amanah penyelenggara negara, berhasil guna menyakiti hati kita semua rakyat Indonesia yang merasa dan berpikir.  Miris bukan.. ?

Kalau rekan sekalian ingat-ingat, adapun statistik, dilansir dari Tirto.co.id, berdasarkan data Tranparency International Indonesia (TII) menyebutkan skor Corruption Perception Indeks (CPI) 2018, Indonesia berada di Peringkat 89 dengan angka 38. Adalah kekecewaan kemudian, bergulir dalam jiwa penulis, kelak jika waktu mengizinkan, dan kesempatan hadir penulis berkeinginan masuk ke dalam sistem untuk ikut andil memberangus sesuatu cenderung bengkok ini dan berusaha perlahan meluruskannya. Seperti rekan sekalian, penulis mencintai negeri ini.

"Mereka yang tidak mengambil pelajaran dari sejarah, maka mereka ditakdirkan untuk mengulanginya - George Santanaya, Filsuf dari Spanyol - Amerika Kelahiran 1863 - 1952".

Sebelum kita melangkah lebih jauh, penulis ingin menguraikan urgensi permasalahan kepada simak pembaca sekalian, mengapa kemudian ini menjadi penting. Perlu rekan sekalian ketahui, faktualisasi historis cukup banyak membayangkan, bahwa korupsi sempat menjadi momok di polis-polis Yunani kuno, dan Imperium Romawi pun harus terguling akibat dari "crazy power". Merasuk self-control oleh sebab itu, negarawan harus segera bertindak lebih tulus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun