Mohon tunggu...
Nursai NolTiga
Nursai NolTiga Mohon Tunggu... -

Salam Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bejeranna Politik Lakarla Larang, Coy!

14 Januari 2018   00:41 Diperbarui: 14 Januari 2018   11:25 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permintaan uang itu, menurut La Nyalla, disampaikan Prabowo pada Sabtu (10/12) di Hambalang, Bogor, saat Gerindra mengumumkan Sudrajat sebagai cagub pada pilgub Jabar. Uang itu harus diserahkan paling telat tanggal 20 Desember 2018. "Kalau tidak saya tidak akan mendapat rekomendasi," kata La Nyalla, Kamis (11/1).

La Nyalla mendapat mandat sebagai cagub Jatim pada 11 Desember di mana surat itu berlaku 10 hari. Dalam perjalannya, La Nyalla gagal mendapat partai koalisi dan cawagub pendampingnya. Sempat muncul wacana menyandingkannya dengan Anang Hermansyah, namun akhirnya kandas di tengah jalan.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah tudingan La Nyalla. Ia tidak pernah mendengar maupun menemukan bukti bahwa La Nyalla dimintai uang sebesar Rp 40 miliar oleh Prabowo.

"Misalnya itu terkait kesiapannya untuk menyediakan dana pemilu, yang itu digunakan untuk dirinya sendiri, saya kira itu sangat mungkin," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/1).

Sementara, Riza Patria menilai permasalahan La Nyalla ini tidak perlu dibesarkan mengingat ia adalah kader yang berjasa kepada Gerindra. "La Nyalla itu orang yang baik. Saya kenal betul, saya termasuk kader Gerindra yang mendukung beliau di Pilgub Jatim," kata Riza di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Jumat (12/1).

Karena itu, Riza mengatakan, partainya kemungkinan tidak akan melakukan upaya hukum atas pernyataan tersebut. Terkait langkah hukum, Gerindra akan melakukan silaturahim, mediasi, melakukan cara-cara untuk menyelesaikan masalah mufakat.

Biaya politik tidak rasional
Dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu, pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk membenarkan maraknya praktik korupsi di Indonesia karena biaya politik yang sangat tinggi dan tidak rasional. Akibatnya, demi memenuhi biaya politik, banyak kepala daerah dan anggota legislatif yang tergiur melakukan korupsi.

"Biaya kampanye caleg (calon anggota legislatif) dan calon kepala daerah sampai ratusan miliar rupiah. Biaya ini sangat tinggi dan tidak rasional," kata Hamdi Muluk.

Menurut Hamdi Muluk, biaya kampanye yang sangat tinggi tersebut tidak rasional, karena gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 15 juta-Rp 20 juta, sedangkan gaji anggota DPR RI hanya sekitar Rp 50 juta. Dengan biaya kampanye yang mencapai ratusan miliar, menurut dia, maka dari gaji yang diterimanya dikumpulkan selama lima tahun, belum menutupi biaya kampanye.

"Dengan biaya kampanye yang sangat tinggi, maka banyak juga caleg dan calon kepala daerah yang mencari sponsor untuk membiayai kampanyenya," katanya.

Hamdi menjelaskan, kalau ada spnsor maka kepala daerah dan anggota legislatif yang terpilih akan membela sponsor dan berusaha mengembalikan biaya sponsor. Kondisi seperti ini, katanya, yang sering menjebak kepala daerah dan anggota legislatif kepada praktik korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun