Mohon tunggu...
Nursai NolTiga
Nursai NolTiga Mohon Tunggu... -

Salam Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Dimana Masa DEPAN.??

6 Januari 2018   23:37 Diperbarui: 14 Januari 2018   00:44 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan sore hari baru saja reda. Genting genting masih basah. Baju baju yang lupa ku angkat di atas rumah sesekali masih meneteskan air sisa hujan sejak tadi. Air masih menggenang di beberapa selokan selokan di depan gang jalan. Angin masih terasa dingin masuk melalui jendela jendela kecil menembus kulit tipis lenganku, membuatku kaku dan kikuk. Huh... aku sedikit menghela nafas panjang.

Jum;at, lima januari selepas pulang dari kampus aku merebahkan badan di atas kasur tipis kamar kos ku. aku tak memperdulikan pesan orang tuaku, ''jangan tidur di penghujung sore'' tak peduli, namanya orang letih nasehatpun tak bisa terpikir lagi. Aku menatap langit langit kamarku yang sedikir samar, sama seperti masa depanku yang masih samar tak terlihat secara jelas... aku tercengang sejenak memikirkan semua kisah perjalanan hidup ini. Dari langkah pertama di sebuah pelabuhan ujung palauku sampai langkah yang sejenak ku ahiri di depan pintu kos ku tadi.

ini bukan lagi tentang gelas gelas kopi yang sudah terbilas bersih sejak tadi. Bukan lagi tentang aksi aksi menentang di jalanan dan aksi aksi menantang di jalan terjal menuju puncak gunung semeru. Tapi ini adalah sedikit kisahku di tanah rantau kota malang ini, yang entah kapan semua berakhir..    Aku memang sudah terbiasa menjadi pendiam, namun jangan di sangka tak punya nyali.. teringat pesan kakekku dulu waktu di kampung halaman. Pesannya selalu benar, terawangnya tak pernah meleset sedikitpun tentang dunia.

"Nak, dunia ini seperti binatang tunggangan, jika kau menungganginya maka ia akan memikulmu. Namun jika ia menunggangi kita maka akan membuatmu binasa'' katanya, dari bilik kecil tempat tinggalnya. Aku masih menyimpan kata kata itu, di dalam ingatan.

''Tidak sedikit orang yang mencari dunia, hingga ia lupa ahiratnya. Kau buktikan nanti, dan saksikan sendiri. Ketika semua orang berlomba lomba mencari harta, ketika semua orang berlomba lomba berebut kekuasaan dari pada sawah sawah, ketika semua orang mencari jati dirinya, hingga melupakan keluarga kecilnya'' uhuk uhuk...

''ingatlah satu hal, jika menjadi diri sendiri lebih baik, jangan pernah menjadi diri orang lain. Sebab ia akan menghantui di kemudian hari nanti. Memaksamu meninggalkan dirimu sendiri''

Aku menganguk tanpa menyahut sekatah pun. Itulah pesan kakekku, ada benarnya juga meski aksennya sedikit patah patah.. Angin masih terus membius hingga ke perbatasan kota, membuat lautan manusia malas keluar rumah. Angin dari gunung arjunu bertiup kencang ke kota malang. Sementara senja tidak terlihat sore ini karena tertutup kabut hitam gunung panderman di kaki langit arah barat sana. Semua membuatku semakin bisu, menyaksikan hari ini. Diruang sempit samar, dengan sedikit cahaya carger hp milikku.

Hari ini aku benar benar letih. Di kampus tadi aku keluar masuk fakultas 7 kali seperti orang kebingungan. Mahasiswa lainnya diam heran melihatku seperti orang kehilangan. Sementara di depanku banyak mahasisiwa lainnya berwajah pucat pasih, kujumpai disana seolah olah mereka juga bertanya Tanya tentang masa depan mereka yang belum terlihat jelas sama sepertiku. Ada yang berdiri tegang, ada yang duduk santai, ada lagi senyum senyum sendiri menatap ponsel ditangan. 

Semuanya adalah seniorku. Dan dari arah belakangku berjalan seorang dosen menuju ruangan, seperti mendoakan kebaikan untuk mereka semua yang  lagi menunggunya dari tadi. Aku masih kebingungan, mondar madir memasuki ruangan yang tidak ada orangnya. Sesekali aku membaca informasi yang di tempel tempel di tembok berjejer rapi. Wajahku, mungkin juga terlihat pucat pasih. Karena senior senior menatap aneh kearahku... aku benar benar manusia tanpa nasi seharian, berjam jam di kampus, sambil menunggu hujan reda. Kadang aku mencari tempat duduk untuk menghindari lesuh pada bagian lutut. Maklum aku tidak terbiasa berdiri lama lama.

Kembali ke hari Sembilan tahun silam, saat aku masih berumur sebelas tahun. Perpisahan mamak dangan bapakku telah mengambil separuh semangat hidupku. Yang membuatku kebanyakan berhayal dan banyak diam. Aku tidak lagi tertarik membaca buku buku yang biasanya menghabiskan waktu berjam jam. Aku tidak lagi tertarik melihat kakak tingkatku melanjutkan pendidikannya ke sekolah sekolah menegah selanjutnya. Masih tsanawiyah waktu itu. Aku tidak lagi tertarik untuk pergi melihat dunia luar. Aku tidak menanggapi siapapun yang berbicara denganku. Aku terlihat kecil waktu itu.

Mengingat masa itu, Ahhh... jadi rindu dekapan keluarga kecilku. Jadi rindu suasana musim hujan di kampung halaman, huhhh... aku menghela nafas lagi dengan luka di jiwa yang sudah tertanam di dasar hati sana dan ku buang di tengah laut sana bersama kenangan kenangan maupun kisah sedihnya. Tapi di awal bulan januari ini rasanya semua pertarungan demi pertarungan sudah di mulai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun