Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ku Jenguk Mbah Uti

24 September 2021   20:26 Diperbarui: 24 September 2021   20:29 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku berjalan pelan-pelan dari rumah menuju rumah baru mbah uti. Aku hanya sendiri. Aku kangen pada mbah uti. 

Di sekitar rumah mbah uti ada banyak rumah yang terlihat sudah lama ditempati. Terlihat batu dan modelnya sudah lama. Dan ada juga yang baru. 

Mereka pasti sangat tenang. Bahagia bersama menunggu kami yang masih hidup ini. 

"Assalamu'alaikum ya ahli kubur.. Assalamu'alaikum mbah uti..".

Ku dekati batu nisan putih tulang bertuliskan nama mbah utiku. Sudah satu tahun lebih mbah uti meninggal.

***

Aku ingat dulu mbah uti selalu semangat dan tegas kepadaku dan mbak-mbak dan mas-masku. Apalagi kalau dalam hal shalat, ngaji dan puasa.

"Syifa, ayo shalat karo mbah uti..", kata mbah uti dengan agak terbata-bata.

Ya, karena memang mbah uti sakit. Kata ibuku, mbah uti stroke. Jadi tidak bisa kemana-mana sendiri. Dan ketika bicara agak belibet.

Aku segera mengambil air wudhu di kamar mandi mbah uti. Ku ambil mukena hadiah dari  mbah uti.

"Allaahu akbar..".

Mbah uti mulai mengimami aku. Mbah uti shalat dalam keadaan duduk di kursi merah. Aku berdiri di samping kanan mbah uti.

Aku mengikuti gerakan mbah uti. Ketika rukuk, sujud, mbah uti melakukan dengan gerakan kode. Tidak mungkin sujud seperti aku. Tidak mungkin rukuk seperti aku. Tapi aku mengikuti dengan gerakan yang sudah ku hafal.

Aku tahu mbah uti sangat senang kalau cucunya, ya aku, mbak-mbak dan mas-masku shalat tepat waktu. Mengaji dan latihan puasa.

***

Dan kini ketika mbah uti sudah tidak ada bersama kami, sering ku rindukan mbah uti. Setiap selesai shalatku, kudoakan mbah utiku.

Kini, aku duduk bersimpuh di nisan mbah uti. Ku doakan sebisaku. Doa untuk orang tua. Karena aku belum tahu doa untuk orang yang sudah meninggal. Karena aku masih kelas empat SD.

"Doakan mbah uti sama dengan mendoakan ibu dan bapak.. Karena sesungguhnya mbah uti itu juga ibunya ibumu.. InsyaAllah akan diterima doanya..".

Mbah kakungku bilang seperti itu. 

"Kalau mbah uti didatangi di makamnya dan didoakan pasti bahagia...", kata mbah kakung lagi.

Dan kini ku lakukan. Sudah beberapa kali aku ke makam mbah uti. Dulu sering diajak bulik. Dan sekarang aku belajar untuk menjenguk mbah uti sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun