Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hai Orangtua, Ayo Kerja Sama yang Baik dengan Guru

7 Juli 2020   07:22 Diperbarui: 7 Juli 2020   09:47 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dua orang menikah pasti menginginkan buah hati. Dengan harapan melanjutkan garis keturunannya. Anak laki-laki atau perempuan, sama saja. Yang penting sehat. 

Bagi yang memiliki anak dalam keadaan normal pasti akan biasa-biasa saja. Anak akan diberikan pendidikan yang layak dan baik. Segala perhatian akan tercurah demi masa depan anak.

Lalu, bagaimana jika anak yang dilahirkan ternyata adalah "anak khusus"? Entah tunanetra, entah tunarungu, tunagrahita, tunadaksa atau autis. Apakah perlakuannya akan sama dengan memperlakukan anaknya yang "normal"?

Ada banyak kasus yang menunjukkan, orangtua merasa malu memiliki "anak khusus". Cenderung tidak memberikan perhatian kepadanya. Bahkan orangtua akan "menyembunyikan" anaknya. Dibiarkan di rumah saja. Pendidikannya? Apalagi!

Menurut pengalaman saya selama mengabdi di dunia kependidikan khusus ini, orangtua memang sudah banyak yang mau menyekolahkan anaknya di SLB. Tetapi apakah pendidikan yang diberikan oleh guru di sekolah akan diterapkan orangtua di rumah?

Jawabannya jarang. Ya, karena orangtua jarang ada yang mengecek buku catatan yang diberikan guru di buku tulis anaknya. Orangtua jarang yang tahu perkembangan anaknya sampai di mana. Tahu anaknya kelas berapa saja belum tentu kok. Selama di rumah, anak hanya "dibiarkan" saja. "Sing penting anak isa meneng", yang penting anak bisa diam.

Yang dilakukan oleh guru di sekolah menjadi seperti sia-sia. Tidak ada gunanya. Hanya dipergunakan di sekolah. Bergunanya di sekolah thok. 

Contoh kecilnya, di sekolah anak diberikan pembelajaran untuk mandiri. Anak harus mencuci piring dan gelas kotor setelah makan di sekolah. Ya,mencuci sendiri. Nah, ketika sampai di rumah, apakah orangtua melanjutkannya di rumah? Jarang sekali.

Contoh lain, ketika anak diajari untuk menyapu,mengepel dan kegiatan kemandirian lainnya di sekolah. Apakah sampai di rumah juga dilakukan? Tetap jarang jawabannya.

Kadang orangtua tidak menyadari bahwa keberhasilan anak tergantung peran orangtuanya juga. Tidak hanya mengandalkan tugas guru. Tetapi kebanyakan ya menganggap gurunya yang salah. 

Duh rasanya kan bagaimana kalau selalu guru yang disalahkan? Padahal tugas guru hanya di sekolah saja. Selebihnya, ya, tanggungjawab orangtua di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun