Mohon tunggu...
Ceramah Gus Baha
Ceramah Gus Baha Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Bismillah. Alhamdulillah. Kemanapun aku terjatuh aku terjatuh pada rahmatMu yaa Allah, Kemanapun aku meraih aku meraih pada rahmatMu yaa Allah

Allahumma sholi ala sayyidina Muhammad wa a'la aali sayyidina Muhammad

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gus Baha: Trauma dengan Kesalahan, Jangan Jadi Penghalang Menebar Kebaikan

20 Maret 2021   04:04 Diperbarui: 15 Juli 2021   09:45 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

bismillahirrahmanirrahim

Manusia adalah insan yang tak luput dari dosa. Meskipun penciptaannya di awal masa kecil, kita masih berperilaku sesuai dengan fitrah kebaikan. Perjalanan hidup yang begitu berat dengan berbagai ujian dan cobaan, membelokkan kesejatian fitrah kebaikan kita. Hingga terkadang kita terjerembap dalam jurang kesalahan dan kekhilafan yang mungkin disebabkan kesalahan pola asuh atau pengaruh lingkungan. Kesalahan yang terlanjur terbuat akankah menjadi penghalang bagi kita untuk melakukan kebaikan?.

KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) Hafizahullah memberikan penjelasan tentang fenomena banyaknya orang Sholeh yang trauma dengan kesalahannya. Dalam video YouTube pada kanal Nderek Poro Kyai' yang berjudul "Nggah Nggih Ora Kepanggih", Gus Baha menyampaikan bahwa hal demikian adalah 'was was' dalam hati manusia.  Kita diingatkan dengan perilaku kita yang buruk dan dibuat lupa dengan perilaku kita yang baik. Sehingga pada akhirnya hubungan dengan Allah menjadi buruk. Itulah makna was was' Sebagaimana terdapat dalam QS Annas yaitu, Min Syarril was wasil khonnas (Dari kejahatan bisikan setan yang bersembunyi).

Perilaku buruk yang kerap dilakukan oleh seseorang tersebut misalkan ketika di pagi  hari seseorang membohongi orang lain di pasar. Masa pelaksanaan kesalahan tersebut mungkin hanya 10 menit. Sementara dalam satu hari tersebut orang itu telah melaksanakan bermacam macam kebaikan seperti telah melakukan sholat wajib sebanyak 5 kali, telah berbicara jujur sebanyak 10 kali. Jika dibuat perhitungan, banyaknya kebaikan yang dilakukan pada satu hari tersebut, jauh lebih banyak dibandingkan keburukan yang dilakukan pada hari yang sama. Semestinya secara perhitungan masih terjadi surplus kebaikan.

Namun setan mengambil peranan dalam merusak keimanan seseorang, setelah berhasil menjerumuskan seseorang kepada dosa dan kesalahan. Setan pandai membodohi orang-orang Sholeh adalah dengan mengingatkan dirinya pada sisi keburukannya sehingga hubungannya dengan Allah menjadi buruk atau tidak nyaman. Hal demikian menurut Abu Hasan Assyadzili yaitu sejelek jeleknya setan adalah yang mengingatkan sisi burukmu, mengalahkan sisi baikmu.

Gus Baha pernah membawakan materi dan penjelasan ini dalam sebuah presentasi di sebuah Universitas di Jogja.  Di hadapan para dosen yang kontan menjadi terharu dengan penjelasan demikian, para dosen pun bertanya, apa efek dari perasaan seperti itu secara Sosiologi dalam sistem kemasyarakatan.

Gus Baha menjawab, efeknya adalah kita dapat mengalami kekurangan jutaan dai (penyampai, penebar kebaikan) dikarenakan orang Sholeh yang salah paham seperti ini. Orang Sholeh yang tidak mengambil bagian dalam dakwah  karena  merasa tidak layak dan berdosa. Yang mana disebabkan karena kesalahan di masa lampau. Sementara dalam kehidupan banyaknya orang yang pernah melakukan dosa itu adalah sebuah realita atau kenyataan. Hal itu karena sebagai manusia biasa, kita tidak Maksum seperti Nabi, atau terjaga dari kesalahan. Kita sebagai manusia pasti pernah atau bahkan sering melakukan kesalahan. Misalnya pada seorang santri yang pernah berpacaran, lalu merasa berdosa. Kesalahan itu menghantuinya sampai dia keluar dari Pondok. Sehingga dia tidak mau ikut mengajar di Madrasah, juga tidak mau ikut menyampaikan risalah di desa terbelakang.

Biasanya hal tersebut timbul karena dirinya merasa belum bersih atau karena dirinya merasa belum bisa melakukan apa yang seharusnya disampaikan. Kalau jutaan orang memiliki perasaan sama seperti ini maka masyarakat akan kehilangan sekian juta penebar penyampai kebaikan. Menurut Abu Hasan Assyadzili hal ini sangatlah berbahaya sekali, sebagaimana diterangkan dalam Kitab Hikam karangan Ibnu Athaillah Assakandari Halaman 15 juz  2.

Hal lebih parah yang dapat terjadi yaitu kita bisa lupa pada sisi Al Latif atau Kemaha lembutan Allah. Adalah sebuah hal yang lucu ketika di satu hari kita ditakdirkan melakukan dosa tapi kita terus menerus mengingat dosa kita. Padahal di hari yang sama kita ditakdirkan melakukan banyak kebaikan seperti mengaji, ditakdirkan melakukan sholat, ditakdirkan melakukan wirid. Kalau kita mau menghitung kebaikan Tuhan terhadap diri kita maka itu akan jauh lebih baik.

Sebenarnya mengingat dosa itu baik. Akan tetapi jika anda berpikiran anda tidak layak menjadi penebar dan penyampai kebaikan, hal itu sesungguhnya adalah setan, yang menginginkan anda meninggalkan dakwah, meninggalkan berbuat baik dan meninggalkan mengajar. Sehingga tidak terjadi ramainya kebaikan. Padahal tujuan dari orang sholeh adalah kemarufan menjadi kebaikan bersama.

Bahwa dalam bayangan sebagian orang untuk mengajar itu harus dengan syarat ideal. Dimana bertolak belakang dengan itu, kalangan orang yang tak sempurna seperti dijelaskan di atas adalah mayoritas di masyarakat. Sehingga menghadapi hal demikian seharusnya kita mengambil sikap 'ndableg' atau cuek. Meskipun dianggap sebagai orang yang tidak memahami asal usulnya, tidak memahami kesalahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun