Dalam suatu pembicaraan dengan kakak senior. Beliau termasuk aktivis yang bahkan sampai tahun terakhirnya pun masih tetap berusaha untuk tetap berkontribusi untuk umat. Beliau menganalogikan kebersamaan sebagai satu ikat lidi. Yaitu ketika hanya satu lidi digunakan untuk menyapu sampah yang berserakan tentu tidak akan bisa. Tetapi ketika banyak lidi yang diikat kemudian digunakan untuk menyapu sampah-sampah, tentu akan berfungsi dengan baik.memang lidi digunakan untuk membersihkan sampah, tapi jika dikumpulkan dalam jumlah banyak. Begitu pun seorang mahasiswa. Walau seorang mahasiswa itu sangat cerdas dan kritis dalam menghadapi berbagai masalah yang ada dalam bangsa ini. Mempunyai berbagai solusi atas kebobrokannya bangsa Indonesia. Tapi tetap saja, akan percuma jika ia hanya bergerak sendiri. Sama seperti sebuah lidi tadi, tetap tak berdaya membersihkan sampah yang berserakan. Seberapa jauh pun ia bergerak, tentu tak seberapa jika ia bergerak bersama.
Begitulah apa yang dipikirkan Dr. Moewardi, sebagai bapak pandu ia mengagas prinsip pandu yaitu, “pandu yang satu adalah saudara pandu yang lainnya. Oleh karena itu, seluruh pandu harus menjadi satu”.Beliau mengerti betapa pentingnya kebersamaan. Dimana dengan bersama maka akan mencapai hasil yang maksimal.
Prinsip inilah yang harusnya dipegang teguh seorang mahasiswa ataupun seorang aktivis. Dimana menjadi satu adalah cara terbaik. Sering mengadakan kajian-kajian untuk menyatukan persepsi. Sering berdialog dengan orang yang lebih mengerti mengenai suatu permasalahan yang terjadi agar action yang kita lakukan ada dasar yang kuat. Sering silaturahim dengan berbagai organisasi yang ada didalam kampus atau pun diluar kampus. Walau tidak satu persepsi dan satu bidang, mahasiswa tetaplah mahasiswa. Tanggung jawab yang ia emban adalah untuk kemaslahatan rakyat Indonesia. Sebagai apapun, dimana pun ia berada, ia tetap bagian dari rakyat Indonesia. Dan harus terus memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia dengan semaksimal mungkin.
Dr. moewardi juga dijuluku sebagai dokter gembel, karena ia lebih dekat dalam melayani pengobatan kepada para fakir miskin ataupun para gembel. Umurnya pun berakhir ketika ia menjalankan tugasnya sebagai dokter di suatu rumah sakit di pinggiran Solo. Ia diculik dan tidak diketemukan sampai sekarang. Selama 41 tahun ia baktikan hidupnya untuk Indonesia yang lebih baik.