Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Kuliah Negeri Rasa Swasta: BOPTN Turun UKT Naik

20 Mei 2016   05:32 Diperbarui: 20 Mei 2016   07:00 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kondisi anak bangsa saat ini sama sekali tidak mencerminkan cita-cita negara yang telah tertulis dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu, “...mencerdaskan kehidupan bangsa...”. Jumlah anak kecil yang tidak sekolah mencapai 2,5 juta anak, jumlah orangtua yang masih buta huruf ada 5,97 juta jiwa, dan jumlah pemuda yang menganggur ada 400 ribu pemuda. Memang banyak program-program yang dicanangkan oleh pemerintahan saat ini. Tetapi, sangat sedikit praktek yang dilaksanakan di lapangan. Maka, bisa disebut bahwa hanya tulisan semata ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ itu.

Memang benar pendidikan bukan hanya pembelajaran disekolah, bahkan tempat belajar adalah kehidupan itu sendiri. Sekolah-sekolah yang dibangun tentu sebagai sarana pembelajaran yang ada. Tak hanya tempat bertemunya siswa dan guru untuk proses belajar dan mengajar. Disana sebagai cerminan dunia yang besar ini dan bagaimana kehidupan tetap berjalan dengan seimbang. Siswa diajarkan bagaimana berperilaku kepada yang lebih tua ataupun muda, disiplin dengan waktu, dan mencintai ilmu pengetahuan. Maka, fungsi sekolah sangatlah penting dan menjadi salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kemudian, carut marut pendidikan di Indonesia sangat mudah sekali ditemukan. Saat ini pun sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak anak bangsa yang berpikir untuk langsung bekerja saja setelah lulus sekolah. Karena pun, mereka tidak mampu untuk membayar uang kuliah. Mereka lebih baik membantu orangtua mencari rezeki daripada menghabis-habiskan uang untuk kuliah yang semakin hari bayarannya semakin tinggi. Lagipula, banyak sarjana-sarjana yang ujung-ujungnya tetap jadi pengangguran juga.

Kondisi yang tidak jauh berbeda dengan mahasiswa yang sudah masuk perguruan tinggi. Saat ini mereka mendapatkan kondisi keuangan yang tidak menguntungkan. Bahwa bayaran semesteran mereka yang disebut Uang Kuliah Tunggal itu, menjadi Uang Kuliah Tinggi. Hal ini terjadi karena anggaran Badan operasional Perguruan Tinggi Negeri berkurang. Tentu ada sebab dan akibatnya. Dan juga tentu saja korbannya adalah anak bangsa ini sendiri.

Pada tahun 2016 anggaran pendidikan yang diberikan pemerintah mengalami penurunan sebesar 3 triliyun sehingga menyebabkan pemotongan pada beasiswa dan anggaran BOPTN pada setiap universitas. Pengurangan anggaran BOPTN akan menyebabkan universitas menaikkan UKT mahasiswa guna menutupi anggaran pengeluaran universitas. Melalui Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 800/A.A1/KU/2016 disebutkan bahwa Universitas dapat menaikkan UKT mahasiswa. Tidak hanya itu, Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 juga menyebutkan bahwa Universitas diperbolehkan memungut uang lain diluar UKT bagi mahasiswa yang masuk melalui Jalur Mandiri.

Sudah banyak mahasiswa yang berusaha meminta permohonan untuk mengurangi UKT tersebut. Tetapi jajaran rektorat bahkan menyulitkan proses tersebut. Bahkan beberapa ada yang menganjurkan untuk mengambil cuti atau keluar. Mahasiswa bukan lagi kuliah di Perguruan Tinggi Negeri yang seharusnya dilayani dengan baik oleh pemerintah ataupun rektorat. Sehingga mereka merasakan kuliah di Universitas Negeri rasa Universitas Swasta.

Dari paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa, cita-cita Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa masih sangatlah jauh. Pendidikan yang ingin diperbaiki terus menerus belum berjalan kembali. Tetapi tidak ada yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Karena kesalahan ada untuk diperbaiki. Oleh karena itu, sebagai seseorang yang terpelajar sudah sepatutnya kita merefleksikan diri kita dengan cita-cita yang kita inginkan. Saling mengingatkan bahwa cita-cita besar dapat diwujudkan dengan semangat dan pengorbanan yang besar juga. Bahwa, dengan bersamalah akan terasa lebih mudah untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut.

(Zahra Maulidinah – Kelompok 5 PKM FBS)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun