Ia menegaskan, PP. Al-Masyhad memberlakukan lockdown sejak pandemi corona muncul. Tidak ada santri yang keluar masuk kecuali ada izin. Bahkan perkuliahan mahasiswa guru pun dilakukan secara daring. Sebagai tambahan informasi, santri dan guru Al-Masyhad sudah terbiasa dengan istilah ‘lockdown’ karena pada dasarnya Al-Masyhad memberlakukan disiplin ketat. Santri-santri tidak boleh keluar masuk kampus kecuali dengan izin Bagian Keamanan Pondok dan Pengasuhan Santri. Sejak pandemi COVID-19 muncul protokol kesehatan di lingkungan PP. Al-Masyhad dilaksanakan lebih ketat lagi.
Pihaknya pun berharap semoga pandemi COVID-19 tidak berdampak pada perekonomian wali santri. “Semoga semua walisantri diberikan kemudahan dan rezeki dari Allah. Sampai saat ini kami belum menerima laporan tunggakan, karena mereka sudah bayar pendaftaran ulang pada bulan Syawwal. Semoga bulan selanjutnya pembayaran santri lancar,” ungkapnya.
Menurutnya, di era pandemi saat ini banyak peluang ekonomi yang bisa digali untuk pengembangan ekonomi pesantren dan masyarakat. Salah satunya dengan mengembangkan lembaga keuangan mikro syariah sebagaimana yang diterapkan di pesantrennya. “Kami sudah ada bank wakaf mikro kerjasama dengan OJK dan Dinas Koperasi untuk pengembangan perekonomian penduduk sekitar pesantren juga pengembangan industri sesuai kebutuhan santri seperti mendirikan pabrik roti, air mineral kemasan bermerek "Al-Masyhad"
Selain itu, jumlah santri baru meningkat secara signifikan. “Kurang lebih 30 persen naiknya. Kita ingin menerima semuanya tapi sarana dan prasarana terbatas. Ditambah lagi harus menerapkan standar protokol untuk social distancing,” imbuh kiai muda itu.
Menurut Ketua Forum Pesantren Alumni Al-Masyhad itu, dampak COVID-19 bagi pesantren ada dua macam. Pertama, dampak itu minus. Kedua, dampak itu pendapatannya berkurang. “Seperti pesantren lainnya memang tidak minus, tapi pendapatannya berkurang. Begitupun Al-Masyhad sampai sejauh ini tidak minus, tapi pendapatannya berkurang,” paparnya.