Mohon tunggu...
ZAHRA IBADINA
ZAHRA IBADINA Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

Mental Health Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Menjadi Payung di Antara Derasnya Hujan

16 April 2021   19:00 Diperbarui: 16 April 2021   19:06 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Ramadan bagi umat Islam begitu kental dengan beberapa kebiasaan, seperti anak-anak kecil yang beramai-ramai membangunkan sahur dengan klotekan yang khas, rutinitas berkumpul bersama dengan kawan lama dalam acara buka bersama atau sahur "on the road", sekelompok anak usia sekolah yang tampak tertib menyimak kultum tarawih untuk ditulis di buku ramadan, berlarian bermain bersama tetangga seumuran seusai shalat berjamaah, dan mendengarkan lantunan suara tadarus ibu-ibu yang saling bersahutan dari toa langgar satu dan lainnya.

Siapa sangka jika ternyata rutinitas itu menjadi sulit untuk kembali ditemukan sejak Ramadan tahun lalu. Masjid tidak lagi penuh sesak meski di hari pertama Ramadan, malah cenderung sepi. Rumah makan pun tampak sangat lengang. Bukan, bukan karena saat ini manusia enggan mengecap manisnya ibadah di bulan suci sampai lebih memilih untuk menonton Netflix atau bermain "game online" di rumah. Inilah adaptasi kebiasaan baru di tengah pandemi demi memutus rantai penularan.

Sebetulnya, tidak ada larangan dari pemerintah untuk beribadah di tempat publik selama bulan ramadan di masa pandemi, asalkan protokol kesehatan betul-betul diperhatikan. Namun, mungkin sebagian masyarakat masih belum berani mengambil risiko sehingga mereka memilih untuk tetap di rumah. Meski di sisi lain masih saja ada orang-orang yang tidak mempedulikan protokol kesehatan dan tetap mempercayai hoaks yang beredar.

Jika kamu tidak bisa menghentikan derasnya hujan, janganlah menjadi awan hitam. Jadilah payung sambil menunggu hujan reda dan munculnya pelangi yang indah.

Tidak perlu menjadi tenaga kesehatan di garda terdepan, tidak harus menjadi ilmuan penemu vaksin COVID-19, cukuplah menjadi payung untuk diri sendiri dan keluarga. Meski dengan menjadi payung, hujan tidak lantas menjadi reda. Begitu juga dalam menghadapi setiap permasalahan dalam hidup kadang kala kita tidak bisa benar-benar menuntaskannya. Seperti kita yang tidak bisa serta merta menghentikan hujan deras. Tapi setidaknya, kita sudah berusaha untuk tidak menjadi salah satu dari penyebab masalah tersebut dan menjaga diri sendiri serta orang terdekat.

Merutuki hujan pun tidak akan mengubah keadaan tanpa disertai aksi yang nyata. Maka, tetaplah melangkah sambil berpayungan sambil mengajak orang-orang untuk turut membuka payung mereka.

Di bawah payung yang kita pegang erat pun ternyata masih ada banyak hal yang bisa dilakukan. Walaupun kita tidak pernah tahu kapan hujan deras ini usai, tetaplah bertahan dan teruslah berjalan. Namun jika mulai terasa lelah, maka beristirahtlah, bergabunglah dengan payung yang dipegang orang terdekat. Semakin banyak payung yang terbuka, semoga tidak semakin banyak orang yang basah terguyur hujan.

Sisipkan juga doa terbaik di bulan suci ini, harapan yang tiada putus agar hujan deras segera reda dan pelangi hadir dengan indahnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun