Mohon tunggu...
Zaenal Abidin el-Jambey
Zaenal Abidin el-Jambey Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Orang Biasa yang ingin terus berkarya

Selanjutnya

Tutup

Catatan

“Pustun dan Jawa Sarkia” Mantan Presiden PKS LHI

19 Mei 2013   16:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:20 2293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang ustadz atau juru dakwah yang masyarakat mengangapnya orang ‘suci’, apalagi jebolan universitas terkemuka di Timur Tengah, kini mulai dipertanyakan kredibilitasnya. Seorang juru dakwah yang biasanya mengajak masyarakat untuk sadar diri, berbuat kebajikan di manapun dan kapanpun, serta meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk apapun itu, seharusnya dirinya telah melaksanakan apa yang ia sampaikan kepada masyarakat tersebut lebih dulu.

Ketika seorang juru dakwah melarang umat atau masyarakat agar tidak kencing sambil berdiri atau bahkan sambil berlari, tentu ia tidak akan melakukan perbuatan itu. Ketika seorang juru dakwah menyuruh umatnya agar mencari rizki yang halal, thayyib dan barakah, maka ia pun seharusnya mencari nafkanya sebagaimana yang disampaikan itu. Ketika seroang juru dakwah melarang masyarakat untuk tidak mencuri, korupsi dan memakan harta-harta yang subhat dan haram, sudah seharusnya ia tidak melakukan hal tersebut. Namun apa seperti itu kenyataannya, di zaman serba uang ini???

Seorang juru dakwah yang seharusnya menjadi teladan dan inspirasi masyarakat, sudah harausnya ia bersikap wara’ atau hati-hati. Tak sembarangan ngomong, makan, berbuat ini dan itu. Di sinilah letak kemuliaan atau kelebihan seorang juru dakwah atau tokoh agama dari pada masyarakat umum kebanyakan.

Akhir-akhir ini masyrakat benar-benar dikagetkan dan seolah tak percaya dengan ditetapkannya LHI, mantan presiden PKS, partai yang menamai dirinya sebagai partai dakwah, yang membawa visi dan misi amar ma’ruf nahi mungkar dan juga AF, sebagai tersangka kasus korupsi suap impor daging. Tak hanya korupsi, drama skandal LHI dan AF ini juga menyeret PKS sebagai lembaga untuk berurusan dengan KPK. Tak cukup di situ kasus suap kuota daging impor sapi ini juga melibatkan perempuan-perempuan cantik.

Ada yang menarik, lucu, menggelikan sekaligus mengenaskan dalam kasus korupsi yang melibatkan juru dakwah ini. Apa itu? Pemutaran beberapa rekaman percakapan antara LHI dan AF oleh Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi saat persidangan kasus korupsi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (17/5/2013). Sebagai terdakwaPT Indoguna Utama Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, tentang pembicaraan yang diduga sebagai obrolan antara mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dan orang dekatnya, Ahmad Fathanah.

Dalam obrolan itu, selain mengungkapkan soal rencana pemberian fee Rp 40 miliar, sejumlah rekaman menunjukkan keakraban antara LHI dan AF. Misalnya saja, salah satu rekaman yang dibuka dengan obrolan seputar istri.

"Istri-istri antum (LHI) sudah menunggu semua," ucap AF kepada LHI sambil terkekeh-kekeh.

LHI pun membalas ucapan AF itu dengan tertawa, lalu berkata, "Yang mana saja?"

"Ada semuanya," ucap AF.

Setelah itu, LHI bertanya lagi, "Yang PUSTUN apa JAWA SARKIA?"

"PUSTUN," jawab AF, kemudian terdengar tawa dari kedua suara ini.

Belum diketahui apa maksud kata " PUSTUN " dan " PUSTUN" dalam rekaman percakapan tersebut. Jika ditelusuri, kata PUSTUN atau pasthun bisa berarti sebutan untuk orang-orang Pakistan, Afganistan, atau yang berasal dari etnis di Timur Tengah.

Sementara istilah " JAWA SARKIA " bisa dipandang sebagai dua kata yang disatukan. Jawa merujuk pada suku Jawa, sedangkan sarkia dalam bahasa Arab berarti Sarkiyah, yang artinya timur. Jika digabungkan, "jawa sarkiah" bisa berarti Jawa Timur. (Kompas.com)

Kalau seoroang juru dakwah yang katanya pintar agamanya, diteladani dan dijadikan teladan oleh pengikutnya akhlaknya seperti ini, lalu bagaimana dengan masyarakat yang tidak pintar agamanya? Pentingkah jidat hitam, jenggot dan simbol-simbol agama lainnya ditunjukkan kepada publik namun pada kenyataannya justru akhlak perbuatannya sangat jauh dari nilai-nilai agama. Bahkan berani menjadikan agama sebagai kambing hitam untuk mengeruk kekayaan dan memperkaya diri. Kasus ini sebenarnya adalah teladan bagi kita, agar jangan menilali orang dari luarnya saja. Kasus ini juga jangan menjadikan kita membenci orangnya, namun perbuatannyalah yang seharusnya kita benci dan ingkari.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun