Mohon tunggu...
Zaenal Arifin
Zaenal Arifin Mohon Tunggu... Guru - Kawula Alit

Guru matematika SMP di Banyuwangi, Jawa Timur. Sedang masa belajar menulis. Menulis apa saja. Apa saja ditulis. Siap menerima kritikan. Email: zaenal.math@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah dengan Gus Wafa (1)

30 Juli 2020   20:51 Diperbarui: 30 Juli 2020   20:46 1426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: http://kangmangli.blogspot.com/ 

Namanya KH. Ali Wafa Syaf'at. Lazim dipanggil Gus Wafa. Rasanya tidak ada masyarakat Banyuwangi yang tak mengenal beliau. Terkenal sebagai wali jadzab atau majdzub. Putra Kiai mashur, Allah Yarham KH. Mukhtar Syafa'at Abdul Ghofur, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, Tegalsari. Pesantren besar dengan ribuan santri dari berbagai penjuru tanah air, bahkan dari mancanegara.

Berbagai kisah keunikan, ke-nyleneh-an, ke-nyentrik-an, dan karomah beliau, banyak diceritakan orang. Dari mulut ke mulut atau dalam bentuk tulisan. Untaian kata ini, hanya sebagian kecil. Pengalaman pribadi, pernah melihat dan berinteraksi dengan beliau. Tepatnya tanpa sengaja, karena untuk bersilaturami kepada beliau bukan perkara gampang.

Singkat cerita, aku mendapat amanah menjadi panitia Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Di Masjid Al-Amin Dusun Jatisari, Desa Wringinagung, Kecamatan Gambiran, Kab. Banyuwangi. Dusun Jatisari, RW 01, posisi rumah beliau bersama istri terakhir. Kediaman Gus Wafa tidak jauh dengan Masjid Al-Amin. Lebih kurang 100 meter. Praktis setiap kegiatan di masjid, Gus Wafa turut andil. Baik langsung maupun di belakang layar.

Aku agak lupa, kalau tidak salah kejadian ini tahun 2008. Bakda salat Jumat, Gus Wafa duduk-duduk di undak-undakan masjid. Tentu berkerumun banyak orang. Sekadar salaman, ngalap barokah. Atau diam penuh hikmat mendengarkan dawuh beliau. Sesekali diselingi candaan, gojlokan khas beliau.

"Piye Kang Pengajiane?" Tanya beliau. Ketika beberapa panitia, termasuk aku mendekat ke posisi beliau duduk.

"Nggih takseh pados dana Gus." Jawab kami, hampir bersamaan.

Sekonyong-konyong tangan kanan beliau merogoh saku.

"Iki Kang tak tambahi." Kata beliau sambil mengeluarkan uang warna merah, tiga lembar, Rp 300.000,-. Lumayan besar nilai uang tersebut waktu itu.

"Alhamdulillaah, matur nuwun Gus." Celetuk bendahara pengajian.

Tidak lama setelah itu, Gus Wafa pamit pulang. Kesanku, begitu tanpa pikir panjang beliau menyedekahkan uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun