Mohon tunggu...
Zaenal Arifin
Zaenal Arifin Mohon Tunggu... Guru - Kawula Alit

Guru matematika SMP di Banyuwangi, Jawa Timur. Sedang masa belajar menulis. Menulis apa saja. Apa saja ditulis. Siap menerima kritikan. Email: zaenal.math@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketemu Wali di Diskotik

24 Juli 2020   23:53 Diperbarui: 25 Juli 2020   00:35 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: news.detik.com

Ciri wali Allah yang kuketahui, jika dipandang mengingatkan kita pada Sang Pencipta. Begitulah kejadian tengah malam hingga Subuh di sebuah diskotik "Bunga" (bukan nama sebenarnya). Tepatnya di kabupaten Jember, Jawa Timur.

Tahun 1997, hari-hariku bersama teman-teman anggota Pecinta Alam (PA) "Rukun" (bukan nama sebenarnya). Maklum, sejak jadi pengurus OSIS SMA sudah akrab dengan mereka. Pasalnya, PA Rukun rutin mengadakan kegiatan di Banyuwangi. Klub PA SMA-ku sering bergabung. Otomatis OSIS terlibat. Apalagi kedudukanku sebagai sekretaris OSIS. Meskipun aku hanya nimbrung. Tidak secara resmi ikut anggota PA.

Namanya PA tingkat mahasiswa, tentu anggotanya remaja. Bahkan ada pasangan suami istri yang ikut. Karakternya pun berbeda-beda, saleh ada, bejujat pun lumayan. Namun aku salut, ketika urusan klub, luar biasa. Kompak dan rukun. Saling perhatian pada masing-masing anggota. Beberapa anggota suka mabuk. Alhamdulillah, mabuknya di stasiun atau alun-alun. Pulang ke base camp, tinggal bau alkoholnya. Ada peraturan tidak tertulis di PA Rukun.

Tidak boleh minum beralkohol di base camp. Dan tidak boleh mengajak anggota yang tak biasa untuk minum.

Meski demikian, banyak anggota yang rutin ikut dzikrul ghofilin. Kumpulan dzikir karya KH. Hamim Djazuli, Kediri. Di kabupaten Jember, rutin diadakan di bawah asuhan Gus Farid Wajdi. Mendem jalan terus, dzikir tetap ikut.

Gaya anak PA tetap slengekan. Celana jin berlubang, kaos oblong, ada juga yang mengenakan hem khas anak PA waktu itu. Lengan panjang motif kotak-kotak. Tidak ketinggalan dompet bertali rantai. Pemandangan aneh, anak-anak PA, bercanda gurau dengan Gus Farid seperti tidak ada sekat. Namun tetap kagum, salut, dan hormat. Tetap mencium tangan saat bersalaman. Yang terakhir ini, Gus Farid sering menarik tangan secepat kilat. Itulah dunia remaja, seberapa pun rusak, tetap anak bangsa. Harus didampingi dengan sepenuh hati.

Singkat cerita, saat asik-asiknya gaple, ada Pak bos datang. Kami memanggilnya Pak bos, anak muda turunan Tionghoa dengan gaya perlente. Kerja di salah satu perusahaan rokok. Sering datang ke base camp membawa camilan. Apalagi kalau galau, di situlah pos-nya.

"Sudah pada makan?" Tanyanya pada kami. Tentu saja kompak menjawab, "Beluuum!" Pak bos menawari kami nasi pecel. "Ayo cari nasi pecel! Harus pakai sepatu." Pak bos memberikan syarat. Jam segini (00.00) cari nasi pecel dimana? Pakai sepatu lagi. Pertanyaan bergelayut di hati. Aku ikut saja. Daripada di base camp bengong sendirian.

Mobil putih berisi delapan anak muda melaju ke alun-alun Jember. Belok ke barat menuju arah luar kota. Teman akrabku sejak SMA "Badak" (sebut saja begitu) mulai gusar. Melihat ekspresi wajahku. Aku yang dilihat, santai saja.

Buset! Belok ke sebuah diskotik. Badak mulai bersitegang dengan Pak bos. Pasalnya, dia mengkhawatirkanku. Seumur-umur belum pernah ke tempat hiburan malam. Apalagi setahunya, aku agamais.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun