Mohon tunggu...
Zaenal Arifin
Zaenal Arifin Mohon Tunggu... Guru - Kawula Alit

Guru matematika SMP di Banyuwangi, Jawa Timur. Sedang masa belajar menulis. Menulis apa saja. Apa saja ditulis. Siap menerima kritikan. Email: zaenal.math@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rasa yang Hilang

24 Maret 2019   20:03 Diperbarui: 24 Maret 2019   20:31 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sepuluh tahun. Ya, genap sepuluh tahun. Aku dan suamiku mencoba berbagai usaha. Melaksanakan semua saran. Membaca bermacam-macam doa. Syarat, perlengkapan agar segera hamil aku lakukan. Tanpa pantangan. Namun tetap saja tidak membuahkan hasil.

****

Pada titik tertentu. Tibalah, aku dan suamiku merasa lelah. Jenuh berusaha. Hanya pasrah. Kupasrahkan semua pada Allah. Suamiku pun demikian, siap menerimaku apa adanya. Tanpa momongan, jika itu sudah digariskan. Mas Zae siap menerima.

Setahun, bahkan lebih. Aku tanpa usaha. Ikhtiar ke sana dan ke mari. Hanya doa, pasrah. Malam hari. Sepertiga malam terakhir. Waktu sahur, aku dan suamiku berusaha selalu bangun. Untuk munajat. Melaksanakan shalat dua rakaat tahajud. Dua rakaat istikharah, dan tiga rakaat witir.

Alhamdulillah, aku dan suamiku lebih tenang. Semakin mantap. Semakin siap menerima takdir yang digariskan. Oleh Tuhan, oleh Allah SWT. Jamaah shalat lima waktu juga tidak ketinggalan. Berusaha dekat. Selalu dekat dengan-Nya. Berlama-lama di musholla. Bercakap-cakap, membaca firman-Nya.

Setahun yang berisi. Setahun penuh kepasrahan. Satu tahun berkualitas. Menurutku begitu erat dengan-Nya.

****

"Dalam keheningan kumohon pada-Mu, Ya Tuhan. Jika takdir Engkau, aku tidak punya momongan. Aku pasrah. Aku rela. Namun tidak ada sulitnya merubah takdir bagi Engkau. Aku mohon kepada-Mu. Berikan kesempatan. Berikanlah amanah-Mu. Agar semakin banyak pahalaku. Agar semakin lengkap ibadahku. Ya, Allah kupasrahkan semua pada-Mu. Tawakkaltu 'ala llaah, laa hawla walaa quwwata illa billahil 'aliyyil 'adziim."

Tak terasa, air mata menetes dari pelupuk mataku. Hangat, mengalir di kedua pipiku. Kuusap-usap, kukeringkan dengan mukena. Kulihat Mas Zae juga sesenggukan. Apa doa kami sama? Yang dirasakan Mas Zae, samakah sepertiku? Aku tidak berani membuyarkan doanya. Kubiarkan dia curhat pada Tuhan. Biarlah, ditumpahkan semua yang dirasakan.

****

Bangun tidur, Jumat legi, pagi hari. Tiba-tiba perutku mual-mual. Rasanya seperti diaduk-aduk. Semua isi perut, terasa hendak keluar. Kepalaku pening. Harus periksa ke bidan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun