Mohon tunggu...
Muhammad Asep Zaelani
Muhammad Asep Zaelani Mohon Tunggu... Relawan - Pekerja Sosial Perusahaan, NU dan Gusdurian

Hanya manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengenal Konsep "One Village One Product"

12 Juni 2018   09:00 Diperbarui: 12 Juni 2018   10:58 6319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Salah satu program unggulan yang sedang dikembangkan pemerintah melalui Kemendes PDTT adalah program one village one product (satu desa satu produk). Program ini bertujuan untuk mendorong tumbuhnya perekonomian masyarakat desa. Setiap desa didorong untuk menemukan dan mengembangkan satu produk unggulan yang mempunyai ciri khas yang berbeda dengan produk dari desa lainnya.

Konsep one village one product (OVOP) sendiri bukan konsep yang baru. Konsep ini pernah sukses diterapkan di Jepang dengan istilah Isson Ippin Undo. OVOP pertama kali diinisiasi oleh Dr. Morihiko Hiramatsu di Provinsi Oita pada tahun 1979. 

Dalam konsep OVOP, masyarakat diberikan pemahaman untuk dapat menghasilkan barang-barang terpilih dengan nilai tambah yang tinggi. Satu desa diharapkan mampu menghasilkan satu produk utama yang kompetitif dan mampu bersaing ditingkat global namun tetap memiliki ciri khas keunikan karakteristik dari daerah tersebut. 

Produk yang dihasilkan adalah produk yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik sumber daya alam, maupun sumber daya manusia.

Menurut Dr. Morihiko, OVOP memiliki tiga prinsip utama. Pertama, Local yet Global yang bermakna menghasilkan produk atau jasa yang bernilai lokal dan dapat diterima secara global, dilaksanakan dengan cara meningkatkan kualitas produk melalui proses pelatihan teknis peningkatan mutu produksi dan desain. 

Kedua, Self reliance and creativity yang bermakna memanfaatkan potensi yang dimiliki secara kreatif dengan usaha-usaha yang mandiri. Ketiga, Human resource development memiliki makna mengembangkan kapasitas dan kompetensi masyarakat agar memiliki semangat untuk kreatif dan mampu menghadapi berbagai tantangan perkembangan zaman.

Kisah kesuksesan program ini di Jepang menarik minat banyak negara untuk mengadopsinya, termasuk Indonesia. Sejak tahun 2006 konsep OVOP mulai dipelajari dan diadopsi oleh berbagai negara, khususnya di Asia. 

OVOP diterapkan pada umumnya untuk menyelesaikan permasalahan kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi antara desa dan kota di negara-negara Asia. 

Selain itu, OVOP juga mulai dipelajari oleh negara-negara di Afrika terutama sebagai salah satu solusi bagi daerah-daerah miskin yang masih sangat bergantung pada pemerintah pusatnya. Hingga saat ini sudah ada 57 negara yang sudah mengadopsinya.

Selain di Jepang, program OVOP lainnya yang dianggap berhasil adalah OPOV yang diadopsi oleh Thailand. OVOP di Thailand dikenal dengan nama One Tambon One Product (OTOP). OTOP adalah stimulus kewirausahaan lokal yang didesain oleh mantan Perdana Menteri Thailand, Taksin Sinawat tahun 2001-2006. 

Program ini ditujukan untuk mendukung produk-produk lokal yang unik dengan memperbaiki kualitas dan membantu pemasarannya melalui penyediaan promosi di tingkat lokal dan internasional. Program OTOP dimulai dengan memilih satu produk yang paling superior diantara produk-produk yang ada di sebuah desa untuk kemudian dikemas dan dibranding sebagai bintang produk OTOP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun