Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menakar Wacana Koalisi PKB Nasdem

4 Januari 2023   07:42 Diperbarui: 4 Januari 2023   08:19 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua DPP Partai Nasdem Willi Aditya, Sumber Foto Kompas.com

Disarikan dari Kompas.com, 2-3 Januari 2023, dua elit politik bicara soal koalisi Nasdem PKB. Pertama, Ketua DPP Nasdem Willi Aditya. Katanya, ada kemungkinan PKB gabung ke Nasdem. Karena terpikat meningkatnya dukungan pada Anies Baswedan. Kedua, Waketum PKB Jazilul Fawaid. Baginya, terbuka kemungkinan PKB dan Nasdem untuk koalisi. Karena punya pengalaman berteman di pemerintahan.

Mengapa PKB berani main mata lirik-lirikan ke Nasdem..? Padahal sudah jalin koalisi bersama Gerindra. Pakai MoU lagi. Menurut Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi, PKB dianggap mulai tak puas terhadap Gerindra. Karena ketidak pastian Ketum Muhaimin Iskandar atau Cak Imin diusung sebagai cawapres dari Prabowo.

Kalau begitu alasannya, secara politik apa yang disampaikan Jazilul Fawaid tak bisa di salahkan. Mengapa, sebab punya latar belakang terkait komitmen bersama dulu. Hingga akhirnya sampai pada tahap tanda tangan MoU. Saya yakin, sebelum itu dilakukan, Cak Imin dan Prabowo sudah bicara matang tentang posisi capres cawapres. Lha kok belakangan ini jadi ngambang lagi.

Maka agar kadar kepastian keluar lagi dari pihak Gerindra, muncullah statement Jazilul fawaid. Mengkonversi kalimat yang disampaikan Pratama Ari Junaedi, apa yang dilakukan Jazilul adalah sebuah desakan. Agar Gerindra segera putuskan perkawinan antara Prabowo dan Cak Imin sebagai pasangan capres cawapres. Supaya bisa segera fokus susun program pemenangan rebutan vox pop pada pilpres 2024.

Belakangan, jalan lempang perkawanan Gerindra PKB yang rencananya diberi nama Koalisi Indonesia Raya atau KIR memang mendapat ujian. Gara-garanya, ada wacana menduetkan Prabowo dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Pastinya ini yang di khawatirkan PKB. Sebab kalau sampai terwujud, pupus harapan Cak Imin untuk ikut kontestasi pilpres.

Saya amati perkembangan, sebab musabab munculnya wacana tersebut terkait hasil survei oleh beberapa lembaga kredibel. Lha, dilalah kok pakai simulasi Ganjar-Prabowo atau Prabowo-Ganjar. Dimana hasilnya terlihat sangat moncer. Punya potensi menang sungguh amat besar. Sementara untuk hasil simulasi Prabowo-Cak Imin, ada dibawah duet Prabowo dan Ganjar.

Lepas dari itu, wacana koalisi Nasdem PKB untuk pasangkan Anies-Cak Imin sebagai kandidat yang akan di daftarkan ke KPU, kelihatannya sulit terwujud. Banyak sekali faktor yang harus jadi pertimbangan. Masalahnya, bukan hanya berurusan dengan internal masing-masing partai. Khusus PKB sendiri, urusannya dengan konstituen NU dan Pak Jokowi.

Di internal di PKB, apa yang disampaikan Jazilul Fawaid bukan keputusan secara kelembagaan. Melainkan pernyataan pribadi. Sebagaimana sanggahan yang disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Syaiful Huda. Menurut Huda, pandangan Jazilul merupakan sikap pribadi. Bukan representasi PKB. Hingga kini, PKB tidak pernah mencabut keputusan untuk koalisi dengan Gerindra.

Sementara itu di internal Partai Nasdem, masuknya PKB bukan berarti lantas merubah peta persaingan. Misal Cak Imin otomatis didapuk jadi pendamping Anies. Ya tidak begitu. Mengapa, menurut Pratama Ari karena Nasdem adalah inisiator Koalisi. Punya kekuasaan lebih tinggi dibanding PKB. Akibat posisi ini, PKB harus siap menerima “arahan”. Masalahnya, mau tidak Nasdem angkat Cak Imin jadi cawapres Anies.

Itu dia dua masalah internal yang harus dibereskan oleh PKB dan Nasdem. Sekarang kita tengok kemungkinan dikalangan penyokong utama suara PKB. Yaitu warga NU. Tahu sendiri kan bagaimana sikap mereka terhadap politik. Sesuai ketentuan yang digariskan oleh PBNU, yang diutamakan adalah politik kebangsaan. Bukan politik praktis.

Dengan demikian, saat hendak tentukan pilihan baik di pileg, pilpres maupun pilkada, mayoritas warga NU akan mengedepankan utuhnya kesatuan bangsa dan negara. Sementara posisi Anies Baswedan sendiri, dan belakangan juga Nasdem, dicitrakan sebagai kelompok yang lebih peduli pada kepentingan politik praktis. Yakni menjaring elektoral sebanyak mungkin.

Bahkan, julukan sebagai Bapak Politik Identitas masih lekat ada di tubuh Anies. Memang tak semua warga NU enggan pilih Anies karena pertimbangan itu. Tapi bahwa ada yang tak cocok secara mayoritas, pasti jadi pertimbangan utama bagi elit pengurus dan para ulama yang tergabung di PKB. Cost politiknya sepadan tidak kalau PKB gabung ke Nasdem.

Menurut saya tak sepadan. Disamping ada benturan dengan garis perjuangan politik NU, ada ancaman terkikisnya suara PKB di basis-basis kultural warga NU. Utamanya di Jatim dan Jateng. Ingat, berdasar hasil survei suara Anies hanya dominan di wilayah pulau Jawa bagian Barat. Artinya, eksistensi Anies kurang diterima oleh masyarakat Jatim dan Jateng.

Selain itu, sulitnya terwujud koalisi PKB-Nasdem juga karena faktor Jokowi. Kalau yang ini, persis seperti kondisi yang dialami Nasdem sekarang. Begitu deklarasikan Anies, yang oleh Zulfan Lindan di sebut antitesis Jokowi, eksistensi Nasdem “langsung” di jauhi oleh presiden. Belakangan, kadernya yang jadi menteri terancam keluar dari kabinet.

Pertanyaannya sekarang, maukah PKB menerima konsekuensi itu semua hanya untuk angkat Cak Imin jadi cawapres Anies Baswedan..? Jawabannya bisa ya dan tidak. Kalau tidak, berarti beres masalah. Tap perlu dibahas lebih jauh. Kondisi tetap seperti sekarang. Tapi jika pilih ya, PKB perlu kerja keras meyakinkan Nasdem. Agar pilih Cak Imin sebagai cawapres.

Juga harus kerja keras kasih pengertian ke konstituen PKB yang mayoritas warga NU. Bahwa sudah tepat itu upaya PKB untuk berkawan dengan Nasdem. Dan terakhir, Cak Imin dan PKB harus bisa menembus relung hati Pak Jokowi. Agar pertemannya dengan Nasdem tak membuat gelo Sang Presiden. Demi mengamankan kader PKB yang ada di kabinet.

Lalu bagaimana sikap Nasdem merespon statement Jazilul Fawaid....? Ya pasti suka lah. Kata Willi Aditya, jika PKB gabung ke Koalisi Perubahan yang di gagas oleh Nasdem, dan mungkin juga nanti oleh Demokrat dan PKS, akan menjadi kekuatan yang makin besar. Pasalnya, jumlah kursi yang ada di parlemen sangat signifikan. PKB 59, Nasdem 59, PKS 50 dan Demokrat 54.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun