Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menilik Kesamaan dan Perbedaan Nasdem-PDIP

2 November 2022   06:50 Diperbarui: 3 November 2022   11:16 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani menggelar jumpa pers usai pertemuan di DPP Partai Nasdem di Nasdem Tower, Jakarta, Senin (22/8/2022). Pertemuan antara jajaran PDIP dan Nasdem merupakan silaturahmi antara dua partai politik.(KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO) 

Kelompok Ganjar Pranowo-pun tak kurang memberikan reaksi. Termasuk Ketua DPC PDIP Kota Solo FX Hadi Rudiyatmo. Intinya, mereka tak setuju wacana penggantian Megawati sebagai ketum oleh sosok lain. Termasuk Jokowi sekalipun.

Anda paham, kalau sampai terjadi, maka trah keluarga Bung Karno akan runtuh. Mungkin hanya berfungsi sebagai simbol. 

Mirip Gus Dur di PKB, meski yang pegang ketum sekarang adalah keponakan beliau Muhaimin Iskandar. Proses berikutnya, PDIP akan jadi partai terbuka dalam soal kandidasi pengurus. Siapa saja bisa jadi calon. Asal potensial dan memenuhi syarat.

Apa yang saya prediksi memang masih kemungkinan. Dan agak sulit terjadi dalam waktu dekat. Disamping akan dilawan habis-habisan, tentu harus ada perubahan AD/ART organisasi. 

Mengingat dominasi dan kewenangan Megawati sampai masuk klausul yang dilegalkan. Ingat, kalau sudah berhubungan dengan klausul, maka urusannya bukan hanya di internal PDIP. Pastinya merambah ke institusi lain macam Kemenkumham.

Jika nanti sampai terjadi konflik rebutan Ketum, lembaga Pengadilan juga akan ikut serta. Untuk menentukan siapa yang sah dan berhak menjadi nakhoda PDIP. 

Kalau sampai demikian, sungguh merupakan kerugian besar. Maka agar tidak terjadi, hendaknya saat ini keluarga Bung Karno khususnya Megawati mulai sadar. Bahwa tidak semuanya harus "diambil" sendiri.

Juga para pengurus lain pendukung keluarga Bung Karno. Ada waktu dimana "membagi-bagi" keputusan sudah harus dilakukan. 

Dan bukan jamannya lagi patronase jadi rujukan. Ingat, perkembangan sudah berubah. Salah satunya dimulai sejak Pak Jokowi dicalonkan sebagai capres oleh PDIP pada pilpres 2014. Terbukti bisa menang kan..?

Sebelum fenomena Jokowi, capres seakan-akan milik Megawati. Bahkan ada "mitos", kalau bukan trah Soekarno bisa kalah. Tapi ternyata, justru Megawati yang sampai kalah pilpres hingga dua kali. 

Pertama ketika lawan Gus Dur tahun 1999. Kedua tahun 2004 saat tanding dengan Susilo Bambang Yudhoyono. 

Sekarang, Ganjar Pranowo menguat. Akankah PDIP tetap memaksakan trah Soekarno untuk menghadapi Prabowo Subianto atau Anies Baswedan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun