Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masuk Tahun Ajaran Baru, Ini 6 Hal yang Patut Diperhatikan

26 Juni 2022   08:43 Diperbarui: 26 Juni 2022   08:57 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pertemuan Wali Murid, Photo Dok. Pribadi

Kedua bersungguh-sungguh. Artinya, anak punya semangat juang tinggi. Pantang menyerah. Belajar sangat tekun. Tidak main-main. Segenap hati, pikiran dan tenaga dicurahkan sepenuhnya untuk fokus belajar. Bidang yang ditekuni menjadi pusat konsentrasi. Jika muncul keinginan berbeda, secepatnya dilupakan. Pokoknya, tidak ada perhatian lain, kecuali hanya untuk ilmu pengetahuan.

Wali Murid Peserta Pertemuan, Photo Dok. Pribadi
Wali Murid Peserta Pertemuan, Photo Dok. Pribadi

Ketiga sabar. Seorang anak yang sedang menuntut ilmu butuh kesabaran. Yakni sikap mampu menjaga semangat belajar dalam kondisi apapun. Dengan kata lain, istiqamah atau tetap tegak lurus. Meskipun banyak rintangan dan cobaan datang menghadang.

Keempat biaya. Jika ingin putra-putri sukses menuntut ilmu, orang tua jangan main gratisan. Alias mau untung sendiri. Berharap anak sukses dan lulus sesuai cita-cita, tapi tak mau keluar uang. Mana ada yang demikian. Hingga tunggu "lebaran kuda" sekalipun kata presiden keenam RI pak SBY, yang begitu sulit terlaksana. Meskipun, tentu saja soal biaya bersifat relatif. Ada ilmu yang harus diraih pakai dana sangat banyak. Tapi ada pula yang perlunya cuma sedikit.

Kelima, ada guru. Ketika sedang dalam proses mencari ilmu, seorang anak wajib didampingi oleh seorang guru. Fungsinya, memberi bimbingan. Agar pendidikan anak berjalan sesuai arah yang benar. Karena itu, jangan biarkan anak belajar sendiri tanpa guru. Bisa-bisa tersesat, alias salah jalan. Selain itu, guru juga harus seorang manusia. Bukan mesin macam mbah google.

Mengapa, karena menuntut ilmu bukan sekedar pindah pengetahuan saja. Tapi juga membentuk karakter dan menata hati. Tugas demikian, hanya bisa dilakukan oleh makhluk hidup. Kalau mesin tidak punya kemampuan. 

Dalam hal ini, sangat relevan dawuh KH. Dimyati Rois. Beliau berkata, "Jika anda menjadi guru hanya sekedar transfer pengetahun, akan ada masa dimana anda tidak lagi dibutuhkan. Karena google lebih cerdas dan lebih tahu banyak hal daripada anda. Namun, jika anda menjadi guru juga mentransfer adab, ketaqwaan dan keikhlasan, maka anda akan selalu dibutuhkan. Karena google tidak memiliki itu semua".

Keenam, waktu yang lama. Menuntut ilmu pastinya butuh waktu lama. Memerlukan proses panjang. Tidak mungkin dalam waktu singkat. Apalagi instan. Misal, sekedar membaca beberapa kalimat, melihat fakta sekelumit dan mengamati sedikit, lalu dianggap selesai. Bagai sulap. Cukup ucapkan mantra "sim salabim", langsung jadi. Ya tidak mungkin. Kalaupun begitu, pasti tidak tuntas. Ada yang terlupakan. Jika diteruskan, bisa menjadi alat perusak.

Itulah sekelumit penjelasan Imam Az Zarnuji tentang modal mencari ilmu. Silahkan para orang tua dan anak-anak menjadikan enam modal tersebut sebagai pedoman. 

Mumpung lagi masuk tahun ajaran baru. Dimanapun lembaganya. Baik pondok pesantren maupun lembaga umum. Paparan diatas saya peroleh saat menghadiri undangan Pertemuan Wali Murid SD. Darut Thalabah. Disarikan dari Mauidlah Hasanah Pengasuh Ponpes Darut Thalabah Al Asy'ari, Wonosari Bondowoso Jawa Timur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun