Mohon tunggu...
Niswatuzzakiyah
Niswatuzzakiyah Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance writer

Menebar manfaat sebanyak-banyaknya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya Asa

2 Maret 2021   17:00 Diperbarui: 2 Maret 2021   17:16 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

***

Tanpa terasa sebulan sudah Asa ikut ngamen bersamaku. Dan selama itu pula aku merasa keberadaannya membuatku menemukan kembali semangat hidup. Bukan hanya semangat untuk membantu ibu mencari nafkah, tapi juga mengejar mimpiku. Perbincangan itu terjadi sekitar dua hari yang lalu saat kami beristirahat di kedai Haji Salim. 

Di dalam kedai itu terdapat sebuah TV lama yang sengaja dipasang sebagai hiburan bagi para pengunjung kedai. Sambil menyantap makan siang gratis yang diberi Pak Haji, mataku terus menatap kearah TV. Aku tak sadar ternyata Asa memperhatikanku sejak tadi.

“Kakak serius banget sih, nontonnya?” dia menoleh kearah TV. “Kakak suka nonton berita?”

Aku mengangguk pelan tanpa melihatnya.

“Kakak punya cita-cita?”

Pertanyaan Asa mengacaukan fokusku. Aku terdiam dan menatapnya nanar. Dulu aku pernah punya cita-cita. Tepatnya saat masih bisa bersekolah. Dan mimpi itu terpaksa aku kubur dalam-dalam bersamaan dengan keputusanku untuk berhenti sekolah dan fokus membantu ibu. Aku tidak punya keberanian untuk merajut kembali asaku itu, meski hanya dalam mimpi. 

Saat aku masih bingung mencari jawaban, Asa kembali berbicara, “Kalau Asa, ingin jadi polisi, Kak!” wajahnya tampak berseri. Matanya berbinar. Dia mengucapkan kalimat itu dengan tegas dan penuh keyakinan. 

Aku tersenyum sinis. Polisi? ah. Entah kenapa aku tidak tertarik dengan profesi yang satu itu. Apalagi aku punya pengalaman tidak menyenangkan dengan polisi. 

Aku pernah melaporkan adanya peredaran narkoba di sekitar jalanan tempatku ngamen. Bukannya ditindak, polisi lalu lintas itu malah memarahiku dan menuduhku berbohong. Aku juga pernah diusir dengan kasar oleh seorang polisi yang berjaga di pos dekat jembatan layang. Yang paling menyakitkan dan tidak bisa kulupakan, adalah kata-kata polisi itu, "Kau ini. Mengganggu pandangan saja! Pergi sana!"

Tapi aku tak ingin membuat Asa kecewa. Toh, tidak semua polisi seperti itu, kan? Hanya saja, aku memang sama sekali tak berminat dengan profesi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun