Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pengalaman Nge-Date Jaman SMP, Jadul Banget Deecch..

6 Januari 2011   00:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:55 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jika tak ada aral melintang, malam ini aku merencanakan untuk pergi ke rumah Santi. Tujuannya adalah untuk nge-date. (Buhh! aku menggunakan istilah anak jaman sekarang. Kalau dulu sih, namanya apel).

Dan untuk memberitahu Santi, aku tak harus menggunakan alat komunikasi apapun. (Jaman sekarang, sudah ada hp. Tinggal sms, janjian, beres deh. Tapi di jamanku, tak ada hp, kawan. Yang ada cuman intercom, handy talky, dan telepon rumah.) Aku belum tahu nomor telepon rumahnya Santi. Tapi aku tahu dimana rumahnya. Jadi cukuplah kudatangi saja dia.

Semalaman kemarin, aku menyusun strategi. Kata Pak Raden, ilmu politik memang penting, dan di dalamnya terdapat ilmu strategi. Tapi ini urusan strategi kencan dengan cewek, kawan. Pak Raden sama sekali tidak membahas perihal yang satu ini. Jadi aku ya harus mengembangkannya sendiri. Khususnya tentang bagaimana strategi kencan dengan cewek, dan bagaimana mengatasi talking block. Nah, apa lagi tuh?

Talking block adalah istilah untuk keadaan diam dan manyun saat sedang bersama cewek. Mau bilang ini, tak ada bahan pembicaraan. Mau bilang itu, takut salah ngomong. Mau guyonan, malah takut nggak lucu. Pokoknya semuanya serba sulit. Nah.. itu yang kunamakan talking block. Hi hi, aku pernah mendapat cerita mengenai talking block ini dari majalah. Dikisahkan, sepasang muda-mudi yang sedang berkencan di bawah pohon mangga di sebuah taman di depan rumah si cewek. Dan alamaak, dua-duanya mengalami talking block.

Dua-duanya manyun dan diam. Si cowok berusaha melihat ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah, tentu saja untuk mencari inspirasi bahan omongan. Tapi.. tetap saja tak ada bahan.

Akhirnya, si cowok cuman bisa bilang ke si cewek,”Pohon mangganya besar, ya..”

Si cewek menyahut,”Ya.. memang besar.”

Suasana kembali senyap. Tak ada dialog. Beberapa saat kemudian, si cowok berkata,”Mangganya besar-besar ya..”

Si cewek menyahut,”Ya.. memang besar.”

Kamu pasti bisa membayangkan keadaan itu, dan apa yang terjadi sebenarnya. Si cowok dan si cewek memang tipe pasangan jadul tempo dulu yang pemalu dan introvert. Mengalami talking block yang parah, hingga tak ada tema pembicaraan lain selain pohon besar dan mangga besar. Benar-benar tak kreatif tuh cowok. Padahal, dia bisa sedikit memodifikasi omongannya menjadi seperti ini,”Mangga punyamu, besar-besar yaa.. Hmm.. bergelantungan indah sekali. Aku jadi ingin memetiknya..”

Jika itu yang diucapkan si cowok, ada dua kemungkinan keadaan bagi si cewek. Pertama, jika si cewek sangat sensitif, dan terlalu cepat berpikir, si cewek pasti akan menggerutu. Cowokku nih, kok pikirannya.. kayaknya kotor banget, sih. Kedua, jika si cewek memang sangat lugu, dia pasti bilang,”Kamu mau? Petik aja. Pasti enak. Lagi ranum-ranumnya, kok.”

Busyeeeet!

**

Tak terasa, malam itu aku telah sampai di depan rumah Santi yang bagus dan rapi. Ada taman kecil di depan rumah dan lampu taman yang menyapaku. Pintu rumahnya berukir bagus, siap menyambutku. Cat rumahnya berwarna cream, terkesan hangat dan ramah.

Aku deg-degan. Imajinasiku menyeruak, membuatku mengira, apakah benar otakku cuman satu. Kalau cuman satu, mengapa imajinasiku begitu banyak. Imajinasi pertama, tiba-tiba aku merasakan bahwa di belakangku telah berjajar banyak sekali orang yang membawa semacam kue-kue seserahan, berjajar dengan rapi. Di depan rumah Santi juga banyak orang, bahkan Santi memakai baju yang indah sekali. Weits, ada acara apa ini? Orang di belakangku menggerutuiku.. sudah mau ijab qabul kok malah seperti idiot begitu.

Imajinasi kedua, tiba-tiba aku baru saja turun dari mobil dan menuju rumah itu. Seseorang membukakan pintu, menyambutku. Santi. Dia adalah Santi. “Papi.. kok terlambat pulang sih. Ayo cepetan, si upik sudah menanti kita makan malam.” Busyeet! Imajinasiku sudah terlanjur kelewatan! Membayangkan aku dan Santi sudah menjadi pasangan suami isteri yang punya anak bernama si upik.

**

Benar juga, sesuai dengan dugaanku. Ketika bel rumahnya ku pencet, seseorang yang sepertinya adalah ibu Santi, muncul dan membukakan pintu untukku. Kuharap, ibu Santi tidak berkata ketus,”Suami tidak bertanggung jawab kamu ini. Isterimu sedang hamil muda dan nyidam, minta ini minta itu, kamu malah keluyuran tak karuan.” He he.. itu hanya bayanganku saja.

”Met malem, bu.” sapaku cengengesan.

”Malem. Cari siapa, dik?” tanya ibu itu..

”Santi ada, bu?” tanyaku spontan.

Ibu itu terdiam sebentar.

”Kamu temannya Santi, atau bukan?” tanya ibu itu.

”Mm.. ya benar Bu.” jawabku kembali dengan mimik muka sesopan mungkin.

Santi muncul dari dalam rumah dan melihatku.

”Hei, darimana kamu tahu rumahku, Joe?” tanyanya ramah. Hebaat! Santi sangat ramah dan baik. Tapi kulihat ibu itu menghampiri Santi dan ngomong pelan, entah ngomong apa.

”Ya, aku kan pernah nanya dimana rumahmu. Dan ketika kamu menjawabnya dulu, aku langsung menyimpannya di buku alamat.” jawabku yang tentu saja bohong. Aku tak pernah mempunyai buku alamat. Buat apa buku alamat? Untuk sebuah alamat rumah cewek secantik Santi, cukup kusimpan alamat rumahnya di dalam sebuah ruangan khusus di otakku yang kujaga betul agar tak lupa.

”Ayo duduk dulu. Kamu mau minum apa? Sirup mau?” tanya Santi.

”Mm.. mau sekali. Terima kasih lho..” jawabku lancar-lancar saja. Ee.. ternyata ngedate itu mudah semudah meludah saja. Tak ada grogi sedikitpun dalam hati. Cukup cengar-cengir dan tak perlu deg-degan segala.

Santi menyuruh pembantunya membuatkan minum kami dan kamipun langsung ngobrol.

”Ada perlu apa, Joe?” tanya Santi sambil mengerutkan dahi.

”Mm.. ini nich. Kamu kan sekretaris kelas. Aku pikir, kita harus segera membuat daftar piket kelas, dan daftar 5 k di kelas. Aku mau kamu membuatnya. Nanti uang untuk membuat itu semua, minta saja ke si Ali, bendahara kelas kita.” jawabku dengan santai.

Busyeet! Santai benar aku. Oo.. berarti aku dapat ilmu baru nich. Kalau kita mau ngedate, ada satu hal yang tidak boleh kita lewatkan. Dari rumah, kita sudah harus mempunyai bahan omongan. Dirancang dulu begitu. Nah, kebetulan bahan omonganku tak jauh-jauh dari urusan ketua kelas dan sekretaris kelas. Ini membuatku mudah.

”Nanti kalau butuh bantuan, teman-teman kita juga akan membantu kok. Aku akan mengajak mereka.” lanjutku.

Santi manggut-manggut dan setuju saja rupanya.

**

Pembantu Santi membawa dua sirup berwarna merah, mungkin rasa cing cao. Santi mempersilakan aku minum dan setelah minum, mungkin tak ada pembicaraan lain. Tiba-tiba, ibu Santi masuk ke ruang tamu sambil membawa majalah dan duduk di dekat Santi. Weitt! Busyet! Ngapain ibu Santi duduk di situ?

Pikiranku mulai kacau. Ini ibu Santi kok malah tidak membiarkan kami ngobrol dengan nyaman, ini malah duduk di dekat kami. Waah, jadi nggak bisa banyak bahan omongan lagi, nich. Kan nggak sebebas jika ibu Santi tidak menunggui kami.

Aku jadi punya pikiran macam-macam. Apa ibu Santi curiga sama aku, ya? Karena tampangku yang mungkin sangat mesum. Waah, jangan-jangan memang begitu dan ibu Santi berusaha melindungi anaknya itu agar aku tidak kesurupan setan dan menubruk Santi semauku.

Atau jangan-jangan, ibu Santi ini termasuk orang yang punya keyakinan, jika dua orang anak manusia lain jenis sedang bercengkerama, maka, ada pihak ketiga yaitu setan. Tapi ini.. kok malah ibu Santi sendiri yang berusaha menjadi setan.

Waah ini jelas tantangan baru. Ngedate pertama kali, Santi malah ditunggui ibunya. Aku harus memeras otak. Bagaimana ya biar aku tak lekas pulang karena bahan pembicaraanku sudah habis karena ditunggui ibu Santi.

Aku melempar pandangan keluar melalui jendela depan rumah Santi. Santi masih diam, ibunya juga khusyu’ membaca majalah. Eit!! Mataku menangkap pemandangan taman rumah Santi yang bagus. Ini tema yang menarik!

”Taman rumahmu bagus. Tanamannya segar. Kamu suka menyiramnya, ya?” tanyaku memulai pembicaraan lagi.

Belum sempat Santi menjawab, malah ibunya yang menjawab.

”Ah nggak. Mana mungkin dia menyiram bunga di taman? Kamu kan cukup belajar saja kan, sayang?” jawab ibunya sambil mengelus rambut Santi. Anehnya, ibu Santi tak terlihat memandangku yang sedang bicara. Waah, gejala yang kurang baik, nich.

Busyet! Ngedateku agak kacau nich. Nggak asik banget. Agar tak terlihat manyun, aku menyeruput minuman sirupku. Naah! tema sirup lebih asik!

”Sirupnya enak sekali. Kamu juga suka sirup warna merah seperti ini, San?” tanyaku lagi. Santi mengangguk. Tapi, sesaat kemudian, ibu Santi malah nyeletuk,”Eh, katamu kamu suka jeruk, sayang? Nggak suka yang warna merah seperti ini.”

Busyet! Santi malah tidak ngomong sama sekali dan hanya ibunya yang nyeletuk-nyeletuk seperti itu. Kesannya, suasana ruang tamu Santi saat ini sangat kaku. Aku nggak bisa bebas bicara, dan Santi sepertinya nggak nyaman dengan ibunya, dan ibunya tiba-tiba tidak simpatik begitu.

**

Mana ada yang tahan dengan suasana kaku seperti itu? Akhirnya aku memutuskan untuk pamit.

”San, aku pulang dulu, ya.. diterusin besok aja.” kataku dengan nada terpaksa.

Santi mengangguk dan berujar,”Iya besok aja kita omongin lagi ya..”

Aku menanti ibu Santi bicara, dan ternyata memang benar. Ibu Santi menutup majalahnya dan meletakkannya di atas meja seraya berkata serius,”Jam segini ini, jadwalnya Santi untuk belajar, Dik. Nanti kalau main ke sini, jangan pas jam segini. Ini waktunya Santi mengulangi pelajaran-pelajarannya dan mempersiapkan semuanya untuk besok.”

Aku mengangguk saja dan lekas-lekas keluar dari rumah Santi. Dalam hati aku menggerutu. Berdasarkan pengalaman ini, aku jadi tahu bahwa ada kesalahan yang agak fatal dengan nge-dateku ini. Kesalahan itu adalah.. aku tak bisa mencari waktu yang bagus. Aku terburu nafsu saja. Seharusnya aku paham jika ada orang tua-orang tua tertentu yang sangat disiplin hingga tak mengijinkan anaknya untuk melakukan aktifitas lain selain belajar saja pada jam seperti ini. Dan aku memang baru sadar. Malam ini adalah malam Selasa, dan besok, pelajarannya sangat padat, dan ada PR banyak. Aku juga belum mengerjakan PR itu.

Yaah.. Santi memang beda denganku. Aku kan, hanya anak kos saja yang jauh dari orang tua. Terkadang aku memang tidak disiplin sama sekali. Seharusnya aku kan juga belajar pada hari dan jam-jam seperti ini. Bukannya Nge-Date!!! [ ]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun