Pada abad ke-14, dunia Eropa diguncang oleh peristiwa tragis yang dikenal sebagai Black Death atau Wabah Hitam. Diperkirakan lebih dari sepertiga populasi Eropa musnah akibat wabah ini.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa salah satu penyebab memburuknya wabah tersebut adalah hilangnya salah satu makhluk yang sering diremehkan: “kucing”.
Kucing dan Perannya dalam Rantai Ekologis
Secara alami, kucing adalah predator kecil yang sangat efektif. Mereka berburu tikus, mencit, dan hewan pengerat lainnya. Dalam ekosistem, kucing menjadi pengendali populasi hama yang bisa membawa berbagai penyakit menular ke manusia, termasuk bakteri Yersinia pestis, penyebab wabah pes.
Ketika Kucing Dicap Pembawa Sial
Pada masa Eropa Abad Pertengahan, terutama setelah berkembangnya takhayul dan pengaruh Gereja, kucing, terutama yang berbulu hitam, dicap sebagai simbol ilmu sihir.
Paus Gregorius IX bahkan menerbitkan surat kepausan Vox in Rama (1233) yang mengasosiasikan kucing hitam dengan penyembahan setan.
Akhirnya, kucing dibantai secara besar-besaran. Populasi menurun drastis, membuka jalan bagi lonjakan populasi tikus.
Dampak Ekologis dan Wabah Mematikan
Ironisnya, ketika populasi kucing menurun, populasi tikus justru meledak. Tikus-tikus ini membawa kutu yang terinfeksi Yersinia pestis. Tanpa kucing sebagai predator alami, tikus berkembang biak tak terkendali dan menyebarkan wabah melalui pelabuhan dagang. Inilah yang memicu penyebaran Black Death antara 1347–1351.
Sejarawan dan ahli ekologi sepakat: “penghilangan kucing menjadi faktor tidak langsung yang memperparah pandemi”. Alam kehilangan penyeimbangnya, dan manusia membayar mahal.
Si hitam penjaga rumah yang setia - Dok. Pribadi

Ketika Saya Sendiri Mengalaminya
Kisah ini bukan sekadar pelajaran sejarah. Saya mengalami sendiri pentingnya kehadiran kucing di rumah. Saat kucing-kucing saya tinggal, rumah bebas dari tikus. Namun ketika mereka menghilang beberapa waktu, tikus-tikus mulai muncul dan bahkan sempat beranak-pinak.