Mohon tunggu...
Yuzahography
Yuzahography Mohon Tunggu... -

pelajar yang tak pernah lulus

Selanjutnya

Tutup

Money

Gula Rafinasi Vs Gula Kristal Putihk, Kembar tapi Dibedakan...

7 April 2011   05:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:03 11147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Artikel ini saya angkat ketika ada media massa yang memberitakan tentang penarikan Gula Rafinasi dari pasar ( Konsumen ), alasannya salah distribusi karena gula rafinasi harus diolah kembali atau membahayakan kesehatan.

Entah dari mana awal ceritanya di negeri ini keduanya mendapat nama yang berbeda begitu pula dengan sistem distribusinya. Gula Kristal Putih untuk konsumsi umum dan gula rafinasi untuk konsumsi industri. Karena memang berdasarkan persamaan, keduanya adalah sama sama pemanis alami yang di ambil dari tanaman ( Tebu dan Beet ) yang banyak digunakan untuk memberi cita rasa manis pada makanan, minuman dan obat obatan. Yang menjadi perbedaan keduanya adalah cara pemrosesan ( Klarifikasi )dari tanaman hingga menjadi gula ( Kristal ).

Teknologi Klarifikasi Gula pada dasarnya adalah proses pemisahan gula ( sukrosa ) dan impurities dari kandungan nira / juice ( air tebu / beet ), pada umumnya di bagi atas tiga sistem klarifikasi berdasarkan atas bahan pembantu prosesnya, yaitu sistem defekasi, sulfitasi dan karbonatasi. Sistem Defekasi adalah sistem klarifikasi yang hanya menggunakan hidrolisa kapur sebagai bahan pemurniannya, rata rata kualitas gula yang dihasilkan berwarna coklat dengan kadar warna ± 3000 IU. Sistem Sulfitasi adalah sistem klarifikasi yang menggunakan hidrolisa kapur dan Sulfur ( gas ) sebagai bahan pemurniannya, rata rata kualitas warna yang dihasilkan 150 – 300 IU. Sistem Karbonatasi adalah sistem klarifikasi yang menggunakan hidrolisa kapur dan gas CO2 sebagai bahan pemurniannya, sistem ini menghasilkan kualitas gula putih ( lebih baik dari dua sistem sebelumnya ) dengan kadar warna ≤ 100 IU.

Rata rata pabrik gula di Indonesia baik itu perusahaan swasta atau BUMN masih memproduksi gula siap konsumsi berbeda dengan di luar negeri produksi gula terbagi atas produksi gula mentah dan gula siap konsumsi, namun masih ada juga pabrik gula yang seperti di Indonesia.

Di Indonesia rata rata masih menggunakan teknologi klarifikasi dengan sistem sulfitasi baik itu pabrik milik swasta dan BUMN. Memang ada bebarapa pabrik swasta yang menggunakan sistem karbonatasi atau lebih detailnya sistem semi rafinasi. Pabrik Semi Rafinasi adalah pabrik yang memproduksi gula mentah untuk selanjutnya diolah kembali menjadi gula kristal putih ( siap konsumsi ) dalam satu rangkaian proses ( pabrik ), Sistem klarifikasi yang di gunakan adalah sistem karbonatasi.

Di Indonesia juga ada beberapa Pabrik Gula Rafinasi ( Full ) yaitu pabrik yang menggunakan Gula Mentah ( Impor ) sebagai bahan bakunya untuk selanjutnya diproses menjadi gula kristal putih, proses klarifikasi yang digunakan juga adalah sistem karbonatasi hanya saja ada proses ion exchage di dalam sistemnya. Gula yang dihasilkan inilah yang di masyarakat di sebut gula rafinasi.

Lalu kenapa gula rafinasi tidak boleh dipasarkan bebas di masyarakat dan diharuskan jadi konsumsi industri?? Sementara bangsa ini masih belum berswasembada produksi gula!!

Jadi agak mengherankan bila gula rafinasi ditarik dengan alasan gula belum layak konsumsi sehingga dapat membahayakan kesehatan. Karena secara prosesnya klarifikasinya hampir sama dengan gula pada umumnya. Bahkan berdasarkan kualitas warna, gula rafinasi memiliki kadar warna lebih putih dari gula dari sistem sulfitasi, hal ini karena perbedaan sistem klarifikasinya sehingga sistem / proses klarifikasi sangat mempengaruhi kualitas gulanya terutama warna. Namun berdasarkan ukuran kristal gula rafinasi lebih kecil dibanding gula sulfitasi.

Jika alasan penarikan adalah kesehatan, bagaimana dengan beberapa pabrik gula rafinasi yang sudah bersertifikat halal dari MUI?? Sedangkan rata rata pabrik pabrik gula terutama milik BUMN banyak yang masih belum bersertifikasi MUI.

Beberapa orang berpendapat, alasan penarikan ini memang sedikit politis karena terkait dengan kehidupan petani, Pabrik Gula dengan sistem sulfitasi adalah pabrik yang mengolah tebu sebagai bahan bakunya, tebu yang di olah terutama dipabrik BUMN adalah tebu milik petani. Jadi jika nanti gula rafinasi dijual bebas ditakutkan dapat mengalahkan penjualan gula yang dihasilkan dari tebu petani, intinya adalah persaingan dagang itulah ketakutan utama yang menurut saya kurang masuk akal, sementara bangsa ini masih belum berswasembada produksi gula.

Jauh dari hal tersebut diatas, sebenarnya masih banyak sistem produksi gula di negeri ini yang harus diperbaiki. Pabrik gula yang dimilik BUMN adalah pabrik pabrik peninggalan pemerintahan hindia belanda yang dalam prosesnya masih kurang standard sebagai produsen bahan pangan. Konsumen gula negeri ini untuk sementara masih belum se kritis seperti di luar negeri, tapi jika konsumen gula negeri ini telah dapat memilih milih apa yang akan di konsumsinya tentu gula negeri ini dapat ditinggalkan olah konsumen bila tidak mempercantik kualitas produksinya.

Seharusnya tugas dari pemerintah dan departemen terkait memberi pemahaman konsumsi gula yang sehat di masyarakat. Bukan melalui jalan jalan pembodohan melalui media karena menutupi kekurangan dan ketakutan persaingan dengan menyudutkan pihak lain. Karena saat ini yang berkembang di masyarakat adalah gula dengan kualitas warna coklat lebih baik karena gula dengan kualitas warna putih mengadung zat pemutih yang berbahaya jika dikonsumsi. Sehingga ada ketakutan di masyarakat bila mengkonsumsi gula putih.

Semoga hal ini dapat disikapi dengan baik karena artikel ini bukan untuk menyudutkan pihak manapun, karena hal ini demi kemajuan produksi gula dinegeri ini untuk masa depan yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun