Mohon tunggu...
Asteria Putri
Asteria Putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pendidikan Komunikasi Kesehatan bagi Tunagrahita

15 September 2017   08:28 Diperbarui: 15 September 2017   09:02 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pelayanan kesehatan sudah kerap dicanangkan oleh pemerintah, termasuk menteri kesehatan. Seluruh masyarakat tidak dipungkiri harus sudah di memilki atau sudah mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan. Termasuk kaum difabel yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat lainnya. Menurut Undang-undang Tahun 2016 Tentang Penyandang disabilitas mendefinisikan penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Dalam comicos 2017 yang diadakan di Universitas Atma Jaya Yogyakarta dalam salah satu sub bab membahas perancangan model komunikasi kesehatan bagi remaja disabilitas tuna grahita untuk menunjang pembangunan sosial di pangandaran.

Dalam penulisan pada sub bab tersebut di fokuskan membahas mengenai kesehatan reproduksi bagi kaum wanita. Definisi kesehatan reproduksi menurut hasil ICPD 1994 di Kairo adalah keadaan sempurna fisik mental dan kesejahteraan sosial dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsi dan proses. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Batasan yang diambil dari definisi menurut World Health Organization (WHO) ini lebih luas dan dinamis dibandingkan batasan sebelumnya yang hanya mencakup tiga aspek yaitu fisik, mental, dan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari kelengkapan fisik, mental, dan sosialnya saja, tetapi juga melalui produktivitasnya dalam berkegiatan, maupun dalam pekerjaan dan mata pencahariannya.

Dalam kasus diatas sangatlah penting memberikan pengetahuan dan pendidikan bagi kaum disabilitas mengenai kesehatan reproduksi bagi kaum muda disabilitas. Realitanya dengan adanya pengetahuan dan pendidikan bagi kaum disabilitas membantu bagi mereka unruk menjaga kesehatan terutama bagian reproduksi. Banyak sekali pemberitaan pelecehan seksual yang diterima bagi kaum disabilitas, yang pada kenyataannya kasusnya hanya dianggap sebelah mata. Tidak banyak kasus yang diangkat ke media massa mengenai pelecehan seksual yang di dapatkan kaum disabilitas. Kaum disabilitas yang pandang sebelah mata menyebabkan kurangnya skill dan juga pengetahuan bagi mereka dalam, bagaimana mereka dapat menghindari pelecehan seksual yang didapatkan. Dengan adanya pendidikam bagi kaum disabilitas, dapat membekali mereka untuk menjaga kesehatan reproduksi.

Dengan dilakukannya komunikais dalam pendidikan kaum disabilitas ada metode-metode khusus yang harus dilakuakn untuk pembekalan bagi kaum disabilitas, mengenai penyuluhan menjaga kesehatan reproduksi.  Komunikasi pendidikan menurut Yusup (2010:50) adalah "aspek komunikasi dalam dunia pendidikan atau komunikasi yang terjadi pada bidang pendidikan" dalam melakukan komunikasi pendidikan sangatlah membatu, edudukan yang sangat penting bagi pendidik yang didapatkan oleh para pengajarnya, untuk dapat mengetahui atau menambah ilmu pengetahuan yang didapatkan. Dalam pelaksanaan pendidikan formal, peranan komunikasi menjadi unsur yang dominan. Adapaun bentuk komunikasi pendidikan dalam konteks ini yaitu kegiatan instruksional dala proses pendidikan. Yusup (2010) lebih lanjut, menjelaskan bahwa proses instruksional itu sendiri merupakan peristiwa komunikasi yang dirancang khusus untuk tujuan perubahan perilaku pada pihak sasaran (peserta didik) secara tuntas sesuai dengan kemampuan, minat, dan nilai-nilai yang dianutnya. Di dalam proses pengubah perilaku individu, faktor komunikasi ini sama-sama mempunyai kedudukan yang amat menentukan.

Dalam kasus yang telah terjadi di daerah pengandaran, pendidikan bagi kaum difabel atau katalain orang berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan formal. Tetapi kaum difabel yng menjadi sorotan adalah tunagrahita, dikarenakan tunagrahita biasanya sering mengalami kesulitan belajar, karena menyangkut aspek psikologis, neurologis, pendidikan dan aspek kehidupan sosial anak dalam keluarga/masyarakat. Ada factor ylain yang mengakibatkan anak kesulitan dalam belajar, mencakup dalam memahami mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung. Ada beberapa kasus yang mengkibatkan anak kesulutan dalam belajar, misalnya saja kekerasan dalam rumah tangga, ekonomi (terlilit utang-piutang), kesehatan (penyimpangan seksual, penyakit darah tinggi/tempramen,kecanduan alkohol), dan psikologis (menganggur, PHK, judi).

Maka dengan adanya realita yang sudah ada, disimpulkan bahwa kaum disabilitas tunagrahita membutuhkan pengajaran atau pendidikan yang lebih dan terfokus. Disisi lain keberhasilan pengajar dalam komunikasi pendidikan sangatlah penting, keberhasilan dalam berinteraksi, berkomunikasi, dan penyampaian komunikasi kesehatan bagi kaum tunagrahita agar dapat mengurangi tindakan pelecehan seksual bagi kaum tunagrahita. Tidak banyak sekolah atau pengajaran bagi kaum tunagrahita yang mendapatkan pengetahuan komuikasi kesehatan reproduksi. Padahal sudah banyak sekali pemberitaan di media massa yang memberitakan pelecehan seksual bagi tunagrahita. Secara garis besar menurut Haryanto, ada empat besar golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu :

1. Faktor sosial ekonomi dan demogafi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil)

2. Faktor budaya dan lingkungan (misalanya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain,dsb)

3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang tidak memberi kebebasannya secara materi, dsb)

4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual dsb)

Sementara itu Kartika Ratna Dewi menjelaskan bahwa salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah perilaku seks bebas (free sex) masalah kehamilan yang terjadi pada remaja usia sekolah di luar pernikahan, dan terjangkitnya penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun