Mohon tunggu...
Yusya Rahmansyah
Yusya Rahmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Siliwangi

Seorang mahasiswa yang besar di dua pulau di Indonesia sumatera dan jawa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Feminisme: Sebuah Pemahaman Dasar

22 April 2020   20:43 Diperbarui: 22 April 2020   20:41 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perempuan Saat Perang Dunia 2 (cnn.com)

Pasca perang dunia kedua, feminisme mengalami perubahan. Gerakan feminisme lekat dengan hadirnya kaum intelektual yang menentang perang dan penjajahan. Muncul sosok Simone de Beauvoir dan bukunya yang terkenal The Second Sex. Feminisme memaski tahap yang lebih segar dengan sosok intelektual barat yang baru.

  • Feminisme Eksistensialis muncul dari kelompok intelektual, dan sosok Beauvoir di dalamnya. Menghasilkan jawaban akan perempuan melalui filsafat. Dan menghasilkan jawaban bahwa perempuan tidak hanya biologis tapi juga sebuah kategori sosiologis, dan membuka cara pandang perempuan menjadi sebuah gender yang nantinya digunakan oleh kajian feminis selanjutnya.
  • Feminisme Psikoanalisis hadir dan mencoba memberikan jawaban mengapa perempuan menjadi perempuan melalui kesadaran dan ketidaksadaran. Mereka memiliki pandangan bahwa perempuan memiliki cara kerja moral yang tidak dihargai oleh dunia yang "sudah terlanjur" patriarkal. Mereka juga percaya bahwa apa yang dianggap adil oleh perempuan berbeda dengan apa yang dipikiran khalayak umum tentang keadilan.

Pasca munculnya negara-negara baru merdeka di Asia dan Afrika, kini sejarah dan kategori feminisme tidak hanya dari barat saja, namun muncul perspektif perempuan dari negara lain. Dan menghasilkan feminisme yang lebih kompleks dibanding sebelumnya. 

Menghasilkan feminisme interseksional untuk melihat bahwa analisis gender harus dilengkapi dengan kelas sosial, warna kulit, identitas seksual dan konteks lokasi yang memperngaruhi lapisan penindasan.

  • Feminisme Postmodern hadir dan berangkat dari konsep pemaknaan kembali, dimana keadaan saat ini dimaknai ulang sehingga muncul pemahaman baru. Mereka percaya bahwa pemaknaan kembali mampu mengkritik struktur dominan dan membongkar ketidakadilan seperti isu diskriminasi terhadap LGBT, dan sebagainya.
  • Feminisme Multikultural atau Global memberikan pengalaman berbeda dari tubuh dan negara yang berbeda. Menjadikan bahwa dasar pandangan epistemologi feminisme adalah empirisme atau pengalaman yang dialami sendiri, dan pengalaman perempuan nyatanya selalu berbeda. Pengalaman perempuan yang hidup di suatu wilayah misalnya Amerika Serikat dengan perempuan yang hidup di Indonesia tentu berbeda dilihat dari segi keadaan sosial, ras, suku dan budaya perempuan itu sendiri. Feminisme multikultural membuka suara terhadap feminisme teologi sebuah aliran feminisme dimana sebelumnya agama dipandang sebagai sistem patriarki sempurna, sehingga memberikan sebuah tafsir dan persepektif baru dari perempuan dalam beragama yang berperspektif feminis.
  • Ekofeminisme merupakan aliran feminisme yang muncul akibat dari kerusakan sumber daya alam dan juga eksploitas alam besar-besaran untuk kepentingan industri. Gerakan ini menekankan hubungan antara alam dan perempuan yang sama-sama menjadi korban "perkosaan" kapitalisme dan menekankan unsur mistis dan legenda sebagai alat penjelasan dan penghubung. Selain itu terdapat pula Feminisme Ekologi yang melihat dampak kerusakan alam terhadap hubungan antar manusia dan mengacu pada kajian ekologi.

Selain aliaran-aliran tadi Feminisme bersifat non-kompetitif, artinya bukan persaingan melainkan kolaborasi dalam sebuah masyarakat yang adil gender. Miskonsepsi yang sering dituduhkan terhadap feminisme adalah upaya untuk membuat laki-laki sebagai musuh untuk dikalahkan. 

Sementara Feminisme tidak bekerja dalam kerangka persaingan, karena yang menjadi tujuan feminisme adalah perempuan, laki-laki, dan gender lainnya dapat hidup berdampingan dengan adil dan setara.

Miskonsepsi yang sering dituduhkan terhadap feminisme adalah upaya untuk membuat laki-laki sebagai musuh untuk dikalahkan. Sementara Feminisme tidak bekerja dalam kerangka persaingan, karena yang menjadi tujuan feminisme adalah perempuan, laki-laki, dan gender lainnya dapat hidup berdampingan dengan adil dan setara.

Beragam aliran dalam feminisme diatas menunjukkan adanya perkembangan dalam keilmuan khususnya dalam konteks ini feminisme itu sendiri. Epistemologi feminis memang sulit diterima oleh mayoritas masyarakat karena harus memahami perspektif dan prinsip feminisme sebagai ilmu pengetahuan. 

Semenatara  ilmu pengetahuan di Indonesia terjebak dalam arus paradigma positivistik, objektif dan rasional justru dengan menganggap semua manusia sama tanpa mengindahkan identitas gender dan kelas sosial yang berbeda antar setiap manusia menjadikan itu bias dan hal tersebut yang ditentang dalam analisis feminis. 

Asal usul Feminisme yang dikatakan dari Barat juga tidak dapat dipastikan, sebab gerakan seperti ini merupakan hal yang masif dan serentak dibeberapa belahan dunia. 

Feminisme memang kurang populer di Indonesia, sebab pada sejarahnya tokoh-tokoh perempuan kurang diminati untuk dikutip dan dipopulerkan, maskulinitas pada sejarah Indonesia yang sudah dipolitisasi juga menjadikan hal ini terjadi.

Feminisme memang kurang populer di Indonesia, sebab pada sejarahnya tokoh-tokoh perempuan kurang diminati untuk dikutip dan dipopulerkan, maskulinitas pada sejarah Indonesia yang sudah dipolitisasi juga menjadikan hal ini terjadi.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun