Mohon tunggu...
Yusya Rahmansyah
Yusya Rahmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Siliwangi

Seorang mahasiswa yang besar di dua pulau di Indonesia sumatera dan jawa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Melati di Tapal Batas

13 April 2020   20:25 Diperbarui: 13 April 2020   20:40 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serdadu Perempuan (historia.id)

 

Proklamasi sudah dikumandangkan, belum genap proklamasi dikumandangkan akan tetapi, menir-menir itu sudah mulai kembali lagi ke Indonesia, kali ini tujuannya tetap sama. Agresi militer namanya, begitu yang terdengar di telinga rakyat Indonesia.

Kali ini Belanda datang dengan tujuan untuk mengambil alih pelabuhan di Jawa dan pusat ekonomi di Sumatera. Situasinya cukup mencekam, mereka datang dengan bala bantuan. Bantuan dari negeri Ratu Elizabeth.

"Mundur!" teriakan keras serdadu berpangkat Letnan itu mengagetkan hampir semua pemuda dan pemudi di barisan depan. Kali ini perintahnya kami dengarkan dengan baik dan jelas. Seluruh barisan depan berlarian sembari diiringi desingan peluru tak bertuan.

Garis depan Jakarta Timur menjadi ladang pertempuran yang cukup sengit. Puluhan serdadu yang tergabung pada Resimen V Cikampek pimpinan Letnan Kolonel Moeffreni pun mundur dengan teratur.

Puluhan serdadu yang tergabung pada Resimen V Cikampek pimpinan Letnan Kolonel Moeffreni pun mundur dengan teratur.

"Kurang ajar betul mereka! Berani memundurkan kita" ujar Siti. Siti meluapkan emosinya lantaran belum mengeluarkan sebutir peluru pun dari laras panjangnya.  "jauh-jauh aku meninggalkan orang tua, susah payah mereka berladang tanpa aku disana, mana mungkin aku mau mundur dari gertakan menir-menir payah itu!" ketus Siti.

Kala itu pasca-proklamasi, euforia kemerdekaan begitu menggelegak di dada setiap pemuda Indonesia. Bukan hanya pemuda para pemudi pun ikut turun dan terlibat sebagai pejuang bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan.

Hari sudah semakin gelap, suara rentetan peluru masih terdengar ke segala arah, meskipun tidak seramai siang tadi. "Maria! Maria!" teriakan Ani memanggil Maria terdengar keseluruh penjuru barak tempat para pejuang-pejuang itu beristirahat.

"Hei! Jangan teriak-teriak, nanti kalau terdengar Nederland, bisa bubar barak ini" Letnan Soekma mengingatkan bawahannya tersebut, dan dengan cara berteriak pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun