Mohon tunggu...
Yusya Rahmansyah
Yusya Rahmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Siliwangi

Seorang mahasiswa yang besar di dua pulau di Indonesia sumatera dan jawa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kebebasan Pers, Nyata atau Ilusi?

7 April 2020   14:20 Diperbarui: 3 Mei 2021   07:50 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kebebasan Pers (abcnews)

Sejarah kebebasan pers di Indonesia sangat panjang. Terhitung sejak kemerdekaan, kebebasan pers di Indonesia berubah-ubah menyesuaikan dengan keadaan rezim yang berkuasa. 

Singkatnya kebebasan pers di Indonesia selalu bergantung terhadap keinginan penguasanya. Di era Orde Lama terdapat Surat Izin Terbit atau SIT untuk media dan penerbitan dan dapat dicabut izinya apabila tidak sesuai dengan kemauan pemerintah. 

Di era Orde Baru terdapat Surat Izin Usaha Penerbitan Pers atau SIUPP. Melalui tangan Menteri Penerangan SIUPP yang dimiliki oleh media-media pers dapat dicabut apabila terdapat ketidaksesuaian dengan apa yang diinginkan pemerintahan. 

Beberapa media sempat diberedel di masa Orde Baru karena ketidaksesuaian dengan keinginan pemerintah kala itu.

Kebebasan pers di Indonesia mencapai kebebasan yang hakiki pasca era Orde Baru. Di era reformasi hadirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers menjadi titik balik kebebasan pers di Indonesia, melalui pasal 2: kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. 

Dan pasal 18 Undang-Undang tentang Pers yang menjerat mereka yang menghalangi kerja wartawan, menyatakan hukuman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta. Sudah jelas kebebasan pers diatur dengan baik di Indonesia pasca reformasi. 

Namun, kenyataannya kebebasan pers di lapangan masih menjadi suatu tanda tanya besar apakah aturan ini berlaku atau tidak? Atau hanya sebuah formalitas belaka?

Kuatnya perlindungan hukum terhadap kebebasan pers di Indonesia , belum dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang kebebasan pers-nya dapat dikatakan baik. 

Pada 2018 Indonesia menduduki peringkat 124 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia Tahun 2018 versi Reporters Without Borders. 

Posisi yang jauh di bawah Timor Leste yang berada di posisi 93 dalam indeks tersebut (tirto.id). Payung hukum yang jelas tidak menjadikan kebebasan pers di Indonesia dijamin begitu saja, masih banyak pelanggaran kebebasan pers dan kekerasan bahkan kriminalisasi terhadap jurnalis lapangan. 

Hal tersebutlah yang memunculkan pertanyaan apakah kebebasan pers di Indonesia yang terpampang nyata diatur oleh Undang-Undang tersebut hanya ilusi belaka saja dan hanya upaya pemerintah untuk memperbaiki dosa masa lalu atau memang nyatanya seperti itu? Oleh karena itu paper ini akan membahas mengenai pertanyaan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun