Mohon tunggu...
yustiana yayuk
yustiana yayuk Mohon Tunggu... Administrasi - IRT

emak bekerja yang tak ingin ketinggalan belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Masih Tentang Dilan dan Cinta Pertama

15 Februari 2018   12:45 Diperbarui: 15 Februari 2018   12:56 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sudah nonton film Dilan ? Aku  belum, tapi sudah baca novelnya jadi ada gambaran jalan ceritanya. Kata anak-anak,  Ayah pengen ngajak ibu nonton, lumayan buat sekedar bernostalgia.

Hmm.. Ayah anak-anak berarti Dilan pada masa itu. Lelaki yang membuatku menoleh untuk menatapnya. Cinta pertamaku.  Tapi dia dulu gak nanya kamu Milea yaa..? Padahal aku juga setengah berharap, gak usah ditanya kamu Milea yaa..?, asal mau membalas senyumku saja efeknya sudah luar biasa panjaang nulis diari hari itu. Rupanya aku tak sendirian berharap, karena pada istirahat pertama dan setelahnya deretan para gadis yang berharap jadi Milea sering berteriak centil dan setengah menggoda  Dilaaan.., ato  mas Dilaaan(khusus teriakan para adek kelas, termasuk aku). Lumayan populer juga Dilan ini.  

Bagaimana tak populer, Dilan ini meski cah ndeso alamatnya saja pakai desa..  (tanpa jalan, apalagi blok dan nomor) tapi dia Ketua OSIS, jago main voley, Paskibra terpilih tingkat propinsi dan selalu 2 besar di kelasnya. Paket komplit deh, layak untuk diperjuangkan. Dan kuramal sifat kepemimpinannya itu akan mampu menundukkan sikapku yang urakan ini.  Meski sadar  wajah standarku yang tak begitu mengundang untuk dilirik dan harus bersaing dengan banyak Susi.., ayolah cari cara cerdas untuk berkompetisi sehat.

Step satu, kutitip salam paling manis untuknya ( lewat teman dekatnya saja, gak jadi lewat radio, padahal waktu itu kirim lagu dan salam lewat radio lagi ngetrend). Oh tidaak, responnya nggak banget.., tatapan matanya seolah berbicara siapa elu ?.  Baiklah kucatat dalam hati, tunggu saja.

Step dua, pinjam buku aah .., sambil nanya  PR Akuntansi yang tak kunjung selesai kukerjakan sendiri. Sampai pada step ini terasa Dilan mulai menoleh, walau sorot matanya masih berbicara  siapa sih nii anak... berani banget gangguin.  Yess, hatiku bersorak,  sepertinya diariku akan semakin panjang bercerita.

Step tiga, skenarionya buku my diary-ku 'katut', terbawa saat mengembalikan bukunya. Aku rasa ini step paling berani dalam sejarah remajaku. Sampai hari ini pun masih geleng-geleng kepala amazing bila teringat.

Ajaib, entah mantra sakti bagian mana pada diari itu yang membuat Dilan ini mulai tersenyum. Dilan mengembalikan my diary-ku sambil bilang  aku membacanya. Secercah hatiku merona. Yang jelas setelah itu dia mulai menyapa, mulai bercerita, mulai ingin tau dan aku mulai mengenalnya. 

Dilan yang ini gak suka tawuran, sepertinya tawuran hanya ada di kota besar, karena tak pernah kutemui perkelahian antar pelajar di kota kecilku.  Sisi gelapnya yang tak ingin diketahui banyak orang adalah hobinya nonton ndangdut sambil ngibing. Ha ha ha.   Yess, kena kau.  Abaikan Susi - Susi lain yang selalu ada saja dan pantang menyerah membuat hati cemburu.

Sayangnya dia segera lulus, melanjutkan kuliah nun jauh di  ibu kota. Ada rasa kosong di hati, separuh semangatku terbawa pergi bersamanya.  Akankah cerita ini berakhir disini? Kenapa harap ini makin membara? Padahal tak pernah ada janji untuk memenuhinya.

**

Ternyata setahun kemudian aku pun diterima di perguruan tinggi yang sama, ibarat perahu.. layarnya mulai terkembang  bersama harapan untuk bisa lebih. Susi Susi lainnya mulai undur diri  meski masih ada yang tetap eksis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun