Mohon tunggu...
Yusvi Maryam Uffa
Yusvi Maryam Uffa Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswi

Mahasiswi komunikasi Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tanggapan Khalayak terhadap Kasus Kiai Hafidin Mentoring Poligami

5 Januari 2022   00:15 Diperbarui: 5 Januari 2022   00:22 1585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiai Hafidin Mentoring Poligami, sumber foto: Youtube Narasi Newsroom 

Liputan yang diliput oleh akun youtube Narasi ramai menjadi perbincangan masyarakat dunia maya. Sebab, kiai Hafidin memberikan pernyataan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Kiai Hafidin saat ini memiliki 4 orang istriyang sebelumnya memiliki 6 orang istri. 2 diantaranya telah dia lepas atau ceraikan. Berbagai macam respons dari masyarakat yang termasuk ke dalam khalayak aktif. 

Khalayak aktif menurut Mc Quail,  khalayak aktif adalah mereka yang terlibat dalam pengolahan koqnitif aktif dari informasi yang datang dan pengalaman. Khalayak terdiri dari satu orang, kelompok, ataupun massa. Khalayak memiliki latar belakang yang berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan strategi dalam penyampaian pesan agar pesan dapat diterima oleh target sasaran. Mengenali khalayak merupakan prinsip dasar agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar.

Khalayak dianggap aktif karena lebih selektif dalam memastikan dan memilih informasi apa yang dapat memenuhi tujuannya dan memuaskan kebutuhannya. Khalayak aktif akan mencari lebih detail informasi yang dia dapatkan dan tidak langsung menelannya secara mentah-mentah tanpa mengetahui yang sebenarnya terjadi. Sementara khalayak pasif adalah khalayak yang tidak berdaya dihadapan media. Mereka hanya bisa menerima apa yang media hadirkan tanpa melakukan seleksi dan lainnya, tentu saja akan mencerna dengan mentah informasi atau konten tersebut. Tanpa berpikir kritis terlebih dahulu, dan membuat kesimpulan secara menyeluruh atas apa yang media gambarkan, tanpa menilik ada apa dibalik hal tersebut. 

Khalayak aktif dalam kasus ini responnya bermacam-macam, ada yang kesal akibat kiai Hafidin menceraikan istrinya hanya karena sudah mengalami menopause yaitu telah berakhirnya masa menstruasi yang dialami wanita pada usia minimal 45 tahun sampai 55 tahun. Itu artinya,dia kemungkinan besar tidak bisa lagi memiliki anak. Khalayak yang aktif juga marah akibat kiai Hafidin seolah memberikan dakwahnya yang sangat melenceng terhadap syariat Islam. 

Selain itu, kiai Hafidin menikahi perempuan yang masih di bawah umur, menikahi perempuan lain secara diam-diam, menganggap bahwa perempuan hanya untuk objek atas kenafsuan seorang lelaki, dan yang membuat geram khalayak adalah pernyatan dari kiai Hafidin yang mengatakan bahwa “Apapun yang diperbuat oleh suami, harus tetap senang” “Kalau suami tidak berperilaku baik kepada istri, tidak boleh marah karena saya berbakti kepada kamu karena ingin mendapat pahala dari Allah" Menurut pandangan saya, pernyataan ini  tidak masuk akal, apakah seorang istri harus pasrah jika dirinya tidak diperlakukan dengan baik oleh suaminya? Bukankah artinya itu termasuk ke dalam kekerasan rumah tangga? 

Lalu bagaimana dengan pernyataan kiai Hafidin atas poligaminya? Ada hal yang sangat tidak sesuai yaitu pernyataan tentang; alasan dia mengadakan seminar karena banyak suami yang ingin poligami, tetapi belum siap, hasrat mereka kuat dan sedang naik, mau berzina takut. Ini sudah jelas membuktikan bahwa alasan berpoligami rata-rata diakibatkan ingin berzina tetapi takut dosa. Lalu dia melampiaskannya kepada perempuan yang seharusnya diberi kasih sayang, bukannya untuk menjadi pelampiasan atas nafsu mereka. 

Pantas saja banyak masyarakat yang kesal dan marah atas pernyataan dari kiai Hafidin tentang kesuksesan dia melakukan poligami. Kiai Hafidin berpoligami tidak untuk beribadah tetapi hanya untuk memperbanyak keturunan serta mendapatkan kepuasan seksualnya. Menurut pendapat penulis, kiai Hafidin menjadikan agama sebagai perisai agar kesenangannya dapat terlaksana. Mengapa penulis berkata demikian? Karena beliau mengatakan “Saya masih ingin punya anak banyak" 

Pernyataan itu sudah menjurus kearah reproduksi, apakah menikah hanya untuk memperbanyak garis keturunan saja? Apakah wanita tugasnya hanya untuk melahirkan saja? Apakah wanita hanya bertugas untuk mengurus anak saja? Perempuan tak kuasa menolak keinginan suami karena berharap mendapatkan surga yang indah. Mereka dipaksa menahan cemburu dan rasa sakitnya, mereka dipaksa untuk memperlakukan suami dengan baik. Namun, apakah suami sudah memperlakukan istrinya dengan baik juga? 

Namun sesuai dengan definisi khalayak pasif, khalayak yang pasif responnya justru lebih menerima apa yang disampaikan oleh kiai Hafidin tentang berpoligami. Beberapa khalayak pasif setuju untuk di poligami dan berharap surga jika dia menerima itu dengan ikhlas. Ada yang menikah karena perjodohan seperti yang dialami oleh keempat istri kiai Hafidin yang dijodohkan oleh keluarganya dan diiming-iming akan mendapat surga jika melakukan poligami. 

Lalu mengapa hal ini menjadi sorotan banyak masyarakat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun