Mohon tunggu...
Yusuf Mukib
Yusuf Mukib Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Meninjau Ulang "Save Earth" dan Berbagai Masalahnya

22 April 2021   06:46 Diperbarui: 22 April 2021   06:52 1206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari bumi identik dengan jargon "Save the Earth"  yang lumrah digemakan dalam berbagai media dan acara. Jargon tersebut seolah-olah mengartikan bahwa bumi sedang mengalami kerusakan dan masa depan bumi hanya berada di tangan kita. Kebanyakan orang sepakat bahwa krisis lingkungan adalah ancaman kepada bumi. Pandangan yang telah diterima sebagai kemapanan tersebut mampu menjadi modal sosial dalam menanggapi berbagai isu lingkungan.

Namun dibalik trend sosial tersebut perlu kiranya kita meninjau ulang apa  sebenarnya itu "Save the Earth" dan berbagai masalahan yang ada di seputarnya agar kita tidak dangkal dalam memahami slogan dan hingga muncul salah paham tentang konsepnya.

Pertanyaan kritis yang perlu dibahas adalah "Mengapa bumi perlu diselamatkan? Apakah kita benar-benar murni peduli kepada bumi ?".

Bila kita memahami secara serius, ternyata bumi bukanlah makhluk hidup yang butuh predikat selamat atau tidak selamat. Bahkan jika bumi tanpa oksigen dan air pun tidak masalah baginya. 

Perlu diketahui, bumi telah ada sekitar 4 miliar tahun lalu dengan berjuta organisme hidup yang bergantian menghuni planet ini. Adapun hal yang jarang kita sadari bahwa manusia pernah tidak ada di bumi dan bumi adalah apa adanya bumi dengan berbagai fenomena alam didalamnya. Pergeseran lempeng tektonik, zaman es, perubahan iklim dan berbagai gajala alam yang dianggap manusia sebagai bencana.

Sedangkan manusia itu sendiri baru menampakkan diri di bumi pada 2 juta tahun yang lalu. Bisa dikatakan manusia seperti bocah kemarin yang berlagak sok-sok an ingin menyelamatkan bumi yang sebenarnya tidak punya masalah apapun. Perjuangan menyelamatkan bumi seperti usaha manaburi garam pada air laut supaya asin.

Konsep bumi rusak, alam asri, lingkungan indah dll tidak lain adalah sudut pandang kita yang penuh dengan bias kepentingan untuk bertahan hidup. Sama seperti kita melihat banjir sebagai bencana alam karena hal itu merugikan manusia. Coba saja jika banjir itu terjadi di tempat yang jauh dari hunian manusia. Niscaya hal tersebut tidak disebut bencana alam. 

Dengan demikian sesuatu hal disebut bencana karena mengancam kehidupan manusia. Dengan cara berpikir sederhana sebenarnya upaya untuk menyelamatkan bumi adalah perjuangan manusia agar membuat bumi ramah terhadap manusia dan alam berjalan seiringan dengan kepentingan manusia. Bukan untuk bumi itu sendiri.

Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan kedua, kita juga harus cermat untuk mengakui bahwa kita sebagai organisme adalah makhluk egois. Bahkan ke-egoisan kita sering kali menjadi motif dalam argumen yang sering muncul sebagai motif kepedulian lingkungan. 

Seperti misal ucapan yang sering dijumpai : "Kita harus menyelamatkan lingkungan dari krisis sampah plastik karena anak cucu kita harus menikmati bumi seperti apa yang kita nikmati" atau "kita harus mencegah krisis iklim karena ini bencana ekologis yang dapat membawa kita kepada kepunahan masal". Motif semacam ini hanya berdasarkan  keuntungan bagi manusia dan kepentingan yang menyertainya. 

Motif ini begitu jauh dari kepedulian terhadap bumi. Orang-orang yang beralasan seperti itu lebih tepat diberi predikat sebagai pejuang kemanusiaan bukan aktivis lingkungan. Kenapa sangat jarang yang beralasan "Kita harus peduli kepada lingkungan karena kepedulian itu sendiri !".

Tanpa kita sadari kita tidak bisa peduli kepada bumi karena memang biological nature manusia sebagai organisme adalah makhluk yang egois. Dalam Istilah filosofis disebut "Antroposentris" yang berarti segalanya berpusat kepada manusia. 

Manusia selama ini memandang bahwa dia makhluk khusus, istimewa dan superior sehingga menempatkan makhluk lainya dibawah dan alam hanya sebagai pelayan kepentinganya. 

Kedua yang menjadi alasan kita tidak bisa peduli atau menyelamatkan bumi adalah karena bumi tidak butuh kita. Alias bumi bukan makhluk hidup yang dapat terancam keberlangsungan. Tanpa adanya adanya manusia pun bumi tidak masalah

Jadi sebenarnya yang kita perjuangankan dalam berbagai embel-embel peduli lingkungan bukanlah untuk kepentingan bumi melainkan diri kita itu sendiri. Obsesi manusia untuk peduli terhadap alam atau bumi hanyalah gairah manusia untuk  mempertahankan keberlangsungan kehidupan di bumi. Akhir-akhir ini manusia semakin dewasa berpikir dan memahami bahwa dia bukanlah makhluk yang terpisah dari ekosistem. 

Manusia, alam dan binatang lainya adalah kesatuan integral dalam entitas kehidupan. Maka dari itu, jika manusia melakukan perbuatan kerusakan kepada ekosistemnya sama dengan ia membunuh tubuhnya secara perlahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun