Mohon tunggu...
Yusuf Adi
Yusuf Adi Mohon Tunggu... Human Resources - Deep Thinker, Educator, Endless Learner, Positive Contributor

Terus belajar hal baru untuk berbagi dan berkontribusi positif kepada lingkungan dan masyarakat di sekitar saya. Terima kasih sudah membaca dan memberi dukungan!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manajemen Krisis ala Demokrat

7 Maret 2021   01:12 Diperbarui: 7 Maret 2021   19:41 1282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://blog.kliknclean.com/

Satu Bulan terakhir ini politik Indonesia dipanaskan kisruh Partai Demokrat yang dimulai dari konferensi pers Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tentang adanya Rencana Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan (GPK) atau lebih heboh disebut Kudeta Ketua Umum Partai Demokrat..

Krisis dimulai. Nama Jokowi dan Moeldoko terbawa dalam pusaran permasalahan internal Demokrat..

Politisi dan kader menjadi terbelah. Ada yang mendukung kubu AHY, ada yang menyangsikan isu tersebut, dan ada juga yang secara terang-terangan menyatakan Internal Demokrat banyak yang tidak puas dengan kepemimpinan Ketum Demokrat saat ini yaitu AHY. 

Pengamat politik mulai mengeluarkan analisa dan argumentasi...

Bak bola salju menggelinding yang semakin besar, isu menjadi semakin besar dan akhirnya Demokrat memecat 7 kadernya yang dianggap menjadi aktor dibalik GPK..

Pemecatan ini menjadi pemicu bom yang meledak. Jhoni Alen Marbun, kader senior Demokrat semakin memberontak dan menjadi-jadi.. Ancaman membuka borok internal partai, tuduhan SBY tidak berdarah-darah di awal pendirian Partai Demokrat hingga julukan Partai Dinasti dipakai untuk menyerang Pimpinan Partai Berlambang Mercy ini. 

Puncaknya tanggal 5 Maret 2021, digelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang tanpa persetujuan Majelis Tinggi Partai Demokrat, dengan salah satu hasil KLB yaitu mengangkat Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

Polemik ini tentunya pasti akan terus berlanjut semakin membesar dengan mata terarah saat ini kepada Pemerintahan Jokowi, Demokrat-nya AHY dan Demokrat-nya Moeldoko.

Saya yang awalnya tidak peduli dengan masalah internal Demokrat ini menjadi tertarik mengikutinya dan menanti babak selanjutnya setelah KLB Deli Serdang.

Saya pun jadi teringat tentang Manajemen Krisis dan menganalisa masalah Partai Demokrat ini dengan pendekatan Manajemen Krisis Organisasi.

Perekat yang Dulu Kuat itu sekarang mulai Berkarat

Salah satu penyebab terbesar dari kekacauan di Demokrat adalah mulai hilangnya pesona perekat di dalam Partai Demokrat sejak Pemilu 2004, yaitu sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Tidak dapat disangkal bahwa Demokrat bisa menjadi Partai besar, mendapatkan 20,85% suara nasional dalam Pemilu 2009 adalah karena sosok SBY yang sangat dipuja-puji saat itu. Beliau adalah negarawan yang dikagumi dengan kepemimpinan yang tenang, keputusan yang terkesan mendukung rakyat cilik serta politik demokrasi damai yang dipraktekkan menjadikan sosok central perkembangan Partai ini.

Hanya ini tidak berlangsung lama, sejak tahun 2013 dengan banyaknya skandal, masalah dan kasus yang menjerat kader-kader Demokrat, maka lama kelamaan sosok SBY dan Demokrat semakin hilang daya tariknya. Dulu, sosok SBY adalah sosok yang di ‘dewa’ kan, sekarang dipaksa untuk turun tahta beserta seluruh trah keluarga di dalam partai.

Yang saya pelajari yaitu ketergantungan Organisasi kepada satu sosok, akan membawa dampak tidak sehat untuk jangka waktu panjang.

Sosok figur memang diperlukan dalam sebuah Organisasi untuk menjadi pedoman atau simbol pemersatu internal Organisasi. Tapi keberadaan figur tanpa disertai sistem manajemen organisasi, budaya organisasi serta proses regenerasi yang baik akan menjadi bom waktu yang akan meledak disaat sosok tersebut mulai kehilangan pesonanya.

Manajemen Krisis dan Pengambilan Keputusan Strategis yang Buruk

Ada 3 elemen krisis yang menjadi indikator dan perlu sangat diperhatikan sewaktu krisis terjadi, yaitu ancaman bagi Organisasi, unsur kejutan dan keputusan yang harus diambil dalam waktu singkat.

Jika Perekat yang dulu kuat sekarang sudah mulai berkarat, maka diperlukan kepemimpinan yang kuat dan pengambilan keputusan yang tepat khususnya terkait strategi yang menentukan masa depan Organisasi.

Dalam hal ini, kepemimpinan AHY diuji. Sayangnya, AHY sejak awal sudah terlalu banyak memberondong pihak eksternal dan seolah2 dia seorang prajurit yang menembak secara membabi buta di medan perang.

Jokowi yang dituduh diawal (bahkan sampai dikirimi surat), akhirnya diralat beberapa pekan berikutnya dengan statement Jokowi tidak tahu apa yang dilakukan oleh Moeldoko. Belum lagi blunder dengan memecat kader bermasalah dengan tidak hormat tanpa berhitung langkah-langkah dari barisan sakit hati yang dipecat.

Dalam pengambilan keputusan strategi ada istilah Cobra Effect, dimana seorang leader harus mampu mengidentifikasi konsekuensi tak terduga dari keputusan yang diambil dan dilaksanakan. Mungkin AHY perlu belajar dari Pemerintah Inggris yang mengeluarkan peraturan tentang Cobra di negara India waktu itu. 

Point utamanya adalah saat ini kepemimpinan AHY sebagai Ketua Umum yang baru berjalan satu tahun sedang diuji, hanya memang ujiannya langsung di tingkat very hard atau insane. Semoga AHY bisa semakin matang dan melalui semua ujian ini dengan baik. Dengan berhati-hati terhadap 3 elemen manajemen krisis yang harus dipikirkan dengan baik, maka akan menghasilkan keputusan juga yang tepat.


Peran Media dan Public Relations di Masa Krisis

Tanpa melihat kepentingan di balik media, di masa keterbukaan dan kemudahan informasi sangat tinggi, perlu kita sadari media seperti pisau bermata dua, dapat semakin memperburuk situasi krisis ataupun sebaliknya, dapat membantu memperingan krisis dengan pemberitaan yang akurat, berimbang dan memberikan sudut pandang dari sumber terpercaya. 

Menurut Dennis McQuill, media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial tetapi bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif (wikipedia.com). 

Selain itu, saya juga heran kenapa Demokrat menunjuk atau membiarkan Kader-Kadernya yang memiliki jejak hitam di masa lalu seperti Andi Arief  dan Andi Mallarangeng untuk berbicara di Media menjadi 'humas' Demokrat. Ini membuat Demokrat lebih mudah lagi untuk diserang karena citra negatif dari Kader tersebut. 

Jadi bagi Organisasi yang sedang menghadapi masa krisis, Pemilihan Public Relations atau Humas yang tepat akan dapat sangat berdampak positif untuk Organisasi, dan sebaliknya citra negatif dari Humas dan hubungan yang kurang baik dengan Media akan semakin menyulitkan kondisi Organisasi di masa krisis.

 

Contigency Plan tentunya menjadi prioritas utama bagi Partai Demokrat atau Organisasi yang sedang mengalami masa krisis. Dengan adanya contingency plan maka Organisasi harus bisa mempersiapkan resiko terburuk dari situasi kritis sehingga dapat keluar dari masa krisis dengan masih eksis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun