Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Nature

El Nino dan Bulan Juli yang Basah

5 Juli 2014   18:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:22 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mari kita ingat-ingat kembali pelajaran ilmu bumi yang kita terima sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar dahulu. Bapak atau ibu guru mengajarkan bahwa wilayah kita mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Perpindahan dari musim hujan dan kemarau kerap disebut sebagai musim pancaroba.

Dua musim itu dikenali dari kondisi tanahnya yaitu basah dan kering. Musim hujan ditandai dengan banyak tempat yang kebanjiran sementara musim kemarau ditandai dengan tanah pecah-pecah dan kekeringan di berbagai tempat.

Saya ingat persis ketika masih duduk di bangku SD, dalam kegiatan pramuka kerap kali ikut membagikan air di desa-desa yang kekeringan. Musim kering juga menjadi kesempatan untuk bergotong royong mengambil bebatuan di sungai untuk pengerasan jalan desa.

Bapak dan ibu guru waktu itu mengajarkan bahwa musim hujan berlangsung dari bulan Oktober hingga April. Dalam ajaran masyarakat Jawa terkait dengan musim, bulan September kerap disebut sebagai bulan asat-asate sumber atau saat dimana sumur berada dalam kondisi kering, sedikit air.

Maka jika keadaa musim berjalan normal seharusnya bulan Juli ini kita memasuki musim kemarau, saat dimana mengharapkan hujan adalah sebuah kesia-siaan. Namun ternyata tidak, di bulan Juli ini ternyata hujan masih kerap turun dengan deras, tidak setiap hari memang, namun terasa kerap. Panas yang menyenggat tiba-tiba saja meredup berganti dengan mendung gelap dan kemudian siraman hujan keras.

Fakta ini berlawanan dengan ramalan para ahli cuaca yang menyatakan bahwa El Nino sudah membayang dan musim kering segera tiba. Apa yang dikemukakan oleh ahli cuaca mungkin meleset dan kemudian dikoreksi sebagai El Nino moderat atau keadaan tidak kering sekali namun juga tidak basah akan segera datang.

Ramalan para ahli cuaca yang tentu saja tidak didasarkan dengan memutar bola kaca itu tentu saja patut menjadi perhatian. Daerah-daerah yang rawan persediaan air mesti segera mengantisipasi, membangun sistem untuk menjaga keamanan pasokan air baik bagi kepentingan rumah tangga, industri maupun pertanian serta perkebunan. Bukan tidak mungkin musim pada bulan yang berakhir dengan ber – mulai dari Oktober hingga Desember, ternyata tidak lagi basah.

Di luar semua perkiraan tentang iklim dan cuaca, serta kondisi bulan Juli yang masih basah. Semua itu tetap mempunyai makna yang baik. Bisa jadi bumi Indonesia mempunyai niat tersendiri, bulan Juli yang masih diguyur hujan, adalah pertanda bahwa alam turut menjaga agar musim panas politik menjelang pemilihan presiden tidak serasa menyengat.

Hujan yang masih turun di bulan Juli menjadi penyejuk, mendinginkan dua kubu yang kini gencar saling serang dengan kata-kata yang panas untuk memenangkan persaingan agar kandidat yang didukungnya mampu meraup suara untuk menduduki kursi Presiden dan Wakil Presiden periode 2014 – 2019/.

Suhu politik memang memanas, masyarakat seolah terbelah. Dan sumbu pemanas terus dinyalakan bukan melalui pertemuan publik, kampanye yang berapi-rapi melainkan melalui media yang kini bisa berkicau selama 24 jam sehari. Jangkauan media yang semakin luas karena bisa diakses dengan berbagai cara itu tak pelak memelihara kehangatan yang lama kelamaan bisa menjadi bara yang panas.

Entah ada hubungannya atau tidak, muncul media yang bernuansa panas yaitu obor. Obor yang kemudian membakar emosi salah satu pihak. Pemberitaan yang liar entah bahannya berasal dari mana dan kemudian berefek viral karena disiarkan lewat media mainstream membuat konflik menjadi manifest. Konon ada stasiun atau lembaga penyiaran yang kemudian ‘digruduk’ oleh pendukung calon tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun