Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Capres – Catatan tentang Calon Presiden 01: Petruk Dadi Ratu

6 Mei 2014   19:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:48 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Buat yang suka nonton wayang orang, tentu pernah mendengar lakon Petruk dadi Ratu. Petruk adalah salah satu punakawan, selain Gareng dan Bagong juga Semar sebagai leadernya. Punakawan adalah para abdi yang penampilannya tidak tampan sekaligus tidak mapan. Mereka cermin dari orang-orang pinggiran, orang-orang biasa yang dibalik penampilannya yang mungkin aneh dan lucu mempunyai keutamaan-keutamaan tertentu.

Cerita Petruk jadi Ratu bisa merupakan mata pisau dengan dua sisi. Di salah satu sisi bisa saja bermakna bak pungguk merindukan bulan. Kisah tentang seseorang yang bercita-cita terlalu ketinggian, tidak berkaca diri. Namun di sisi lain barangkali juga bermakna bahwa kedudukan tertinggi sejatinya adalah sebuah kesederhanaan, tidak perlu kecanggihan, kepintaran yang amat sangat, melainkan sikap sederhana untuk mengabdi secara tulus. Maka syarat untuk menjadi pemimpin tertinggi tidak muluk-muluk, melainkan hanya menjadi orang yang sederhana, mau melihat hal-hal disekelilingnya, tidak enggan berbaur dengan masyarakat dan bersedia mendengar kata-kata rakyatnya.

Munculnya Jokowi, Joko Widodo, mantan Walikota Solo yang kemudian menjadi Gubernur Jakarta, kemudian memunculkan kisah Petruk Dadi Ratu kala dia dicalonkan secara resmi oleh PDIP sebagai calon presiden. Ada yang bernada olok-olok namun ada juga semacam harapan. Jokowi yang kerempeng dan agak tinggi, mungkin memang cocok untuk disebut sebagai Petruk ketimbang Gareng, Bagong atau Semar. Sosoknya yang sederhana, berwajah ndeso dan ngomongnya juga biasa-biasa saja tanpa istilah yang canggih-canggih memang tipikal gaya punakawan.

Tentu saja olok-olok pada Jokowi memang disadari, tak heran jika kemudian ada istilah kerempeng tapi banteng. Kerempeng lambang keringkihan, tapi banteng adalah lambang kekuatan. Jadi jangan sepelekan tampilan yang kerempeng, karena si kerempeng itu punya tenaga layaknya banteng. Pesan yang mau menyatakan jangan memandang sesuatu dari tampilan semata, sebab penampilan kadang menjebak. Dan terbukti, orang-orang dengan penampilan saleh ternyata banyak juga yang melakukan tindakan tak terpuji.

Saya sendiri belum tiba pada kesimpulan apakah Jokowi pantas menjadi pilihan pada hari pencoblosan nanti. Namun dalam hati kecil saya, sosok Jokowi dan sepak terjangnya yang tentu saja hanya saya dapat lewat pemberitaan, mewakili imaji saya tentang pemimpin. Buat saya pemimpin adalah orang yang sederhana, mau melakukan hal-hal yang sederhana. Pemimpin buat saya adalah seorang yang patut diteladani.

Idea kepemimpinan dalam benak saya mungkin sudah ketinggalan jaman, sebab sekarang sudah memasuki jaman virtual yang mungkin saja menuntut pemimpin yang canggih bak pemimpin perusahaan hitech yang harus paham pada kemestian-kemestian teknik manajemen terdepan.

Tapi biarlah saya tetap jadul dan meyakini hal-hal jadul soal kepemimpinan. Toh saya juga punya pembenaran kalau belajar dari sejarah kenabian. Nabi-nabi bukanlah orang yang jenius, toh kemudian mereka mampu membangun 'intitusi' agama yang terbukti sampai sekarang tak lekang oleh jaman.

Para nabi melahirkan gaya kepemimpinan profetik, mereka memimpin bukan dengan nalar yang pintar melainkan dengan hati yang tulus. Kepemimpinan yang mengabdi kepada rakyat yang kemudian mereka sebut sebagai umat atau jemaat. Pemimpin yang tidak membuat rakyatnya susah, melainkan merasa bebas dan kuat dalam menjalani kehidupan karena mempunyai harapan.

Entah bagaimana saya harus menerangkan, namun dalam hati kecil terbersit sebuah harapan ketika nama Jokowi disebut sebagai calon presiden. Harapan akan sebuah perubahan yang diawali dengan kedekatan antara pemimpin dan yang dipimpinnya.

Mesti pemakaian smartphone semakin meningkat yang menandakan semakin banyak rakyat yang smart dan canggih, namun saya tetap merasa bahwa sebagian rakyat Indonesia adalah sosok orang-orang ndeso. Oleh karena itu kita tetap butuh pemimpin yang mewakili sosok rakyatnya, mengerti apa yang ada dalam benak masyarakat dan tidak mengambil jarak terhadapnya. Dan sosok itu kini diwakili oleh Jokowi. Dan kalau kemudian benar maka lakon wayang itu akan berubah menjadi “Petruk Jadi Presiden”.

Pondok Wiraguna, 1 Mei 2014

@yustinus_esha

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun