Mohon tunggu...
Yusrin  TOSEPU
Yusrin TOSEPU Mohon Tunggu... Dosen -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Periset di LSP3I Region V Sulawesi Pusat Makassar. Ketua Lembaga Kajian Forensik Data dan Informasi KAVITA MEDIA Makassar Penggiat Literasi Media ICT (Information and Communication Technology)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perubahan Pendidikan Tinggi di Era Pengetahuan

9 Juli 2018   21:04 Diperbarui: 9 Juli 2018   21:37 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Era pengetahuan yang juga disebut era informasi telah meruntuhkan sekat-sekat geografis dengan kemajuan teknologi informasi yang mengubah dunia ini menjadi sebagaimana layaknya sebuah desa raksasa yang antar penghuninya dapat dengan mudah saling berinteraksi, berkomunikasi, dan bertransaksi kapan saja serta dari dan di manapun mereka berada.

Dampak yang ditimbulkan dari perubahan tersebut sangat luar biasa, antara lain diperlihatkan melalui sejumlah fenomena seperti :

  • Mengalirnya beragam sumber daya fisik maupun non-fisik (data, informasi, dan pengetahuan) dari satu tempat ke tempat lainnya secara bebas dan terbuka. Ini telah merubah total lingkup bisnis dan lingkup usaha yang selama ini terlihat mapan.
  • Meningkatnya kolaborasi dan kerjasama antar negara dalam proses penciptaan produk dan/atau jasa yang berdaya saing tinggi secara langsung maupun tidak langsung telah menggeser kekuatan ekonomi dunia dari “barat” menuju “timur” dari “utara” ke ‘selatan”
  • Menguatnya tekanan negara-negara maju terhadap negara berkembang untuk secara total segera menerapkan agenda globalisasi yang disepakati bersama memaksa setiap negara untuk menyerahkan nasibnya pada mekanisme ekonomi pasar bebas dan terbuka yang belum tentu mendatangkan keuntungan bagi seluruh pihak yang terlibat.
  • Membanjirnya produk-produk dan jasa-jasa negara luar yang dipasarkan di dalam negeri selain meningkatkan suhu persaingan dunia usaha juga berpengaruh langsung terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari
  • Membludaknya tenaga asing dari level buruh hingga eksekutif memasuki bursa tenaga kerja nasional telah menempatkan sumber daya manusia lokal pada posisi yang cukup dilematis di mata industri sebagai pengguna
  • Meleburnya portofolio kepemilikan perusahaan-perusahaan swasta menjadi milik bersama pengusaha Indonesia dan pihak asing di berbagai industri strategis tanpa disadari menjadi jalan efektif masuknya budaya luar ke tengah-tengah masyarakat tanah air.

Berbagai fenomena tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi merambah ke segala hampir di seluruh negara berkembang yang ada– bahkan beberapa negara maju di dunia barat pun merasakan tantangan yang sungguh hebat akibat munculnya kekuatan dari negara di Asia seperti Cina, India, dan Taiwan.

Perubahan tatanan dunia di era informasi ini terdapat berbagai kekhususan yang utama. Yang pertama adalah terwujudnya masyarakat global yang menjadi kesepakatan antara bangsa, yaitu terbukanya mobilitas yang lebih luas antara satu negara dengan negara lain dalam berbagai hal.

Yang kedua adalah abad ini akan lebih dikuasai oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang makin canggih dan berpadu pula dengan ilmu sosial dan humaniora. Dalam menghadapi dunia global, usaha meningkatkan mutu pendidikan sampai bertaraf internasional adalah suatu keharusan agar pendidikan tinggi Indonesia mampu membangun manusia berdaya cipta, mandiri dan kritis. 

Sering kali pemerintah dan masyarakat kita berbicara berapi-api tentang keinginan memiliki perguruan tinggi unggul namun pada praktiknya PT sebagai lembaga pendidikan sudah merasa puas dengan kualitas yang sedang-sedang saja. Pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan tinggi sepenuhnya mampu mengimbangi era globalisasi dan perubahan zaman, dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Pendidikan tinggi Indonesia sebagai industri jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan harus mampu mengimbangi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).  Pengaruh perkembangan TIK terhadap kehidupan manusia merupakan suatu keniscayaan yang tidak terhindarkan.

CK Prahalad pernah mengatakan: ”If you learn you will change, but if you donIf you learn you will change, but if you dont change you will die”.

Kendati demikian, perubahan bukan hal yang mudah untuk diterima. Setidaknya ada lima alasan mengapa orang cenderung menolak perubahan. Kelimanya yaitu persepsi selektif, kurangnya informasi, perasaan takut terhadap hal yang tidak diketahui, kebiasaan, serta penolakan terhadap pihak yang menggagas perubahan (Likert, 1997).

Buktinya adalah jumlah pengguna internet di Indonesia yang diperkirakan mencapai 98,4 juta orang pada 2017. Sayangnya, antusiasme ini tidak dibarengi dengan perubahan kultur baik secara individu maupun organisasi dalam rangka menyikapi dampak kehadiran teknologi baru.

Sebagaimana diungkapkan dalam sejumlah teori perubahan organisasi, dari tiga dimensi perubahan yaitu dimensi struktural, fungsional, dan kultural, dimensi kulturallah yang paling sulit untuk berubah. Ini tentu tantangan tersendiri bagi para pengelola pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Institusi pendidikan merupakan wadah yang paling efektif dalam membentuk dimensi kultural seseorang, di luar keluarga dan lingkungan pergaulan.

Saat ini teknologi terus berkembang dalam hitungan detik. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus serius membangun kurikulum yang berorientasi masa depan, kita harus terbuka dengan segala sumber pengetahuan yang relevan, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

Sumber daya manusia harus dipersiapkan sebaik mungkin, Sumber daya manusia (SDM) yang dimaksud adalah semua orang yang bekerja dalam institusi pendidikan tinggi, dari mulai tenaga penunjang akademik (TPA) hingga dosen. Seluruhnya harus merupakan orang-orang yang berwawasan luas dan memiliki visi masa depan.

Demikian pula dengan para tenaga pengajar atau dosen. Era digital seperti sekarang mereka dituntut untuk berpikiran terbuka, menyerap segala perubahan yang terjadi baik lokal maupun global, sehingga mampu menyelenggarakan kegiatan belajar yang adaptif dan inovatif.

Harus diakui bahwa kegiatan belajar di kelas kini tak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didik. Cukup dengan berselancar di internet, mereka bisa mendapatkan segala informasi yang mereka butuhkan dari artikel ilmiah, materi kuliah, jurnal, hasil penelitian, hingga buku-buku teks. Knowledge is one click away.

Dosen dan mahasiswa di tuntut harus menguasai banyak sumber informasi yang valid dan mampu memprediksi perkembangan ilmu pengetahuan masa depan. 

Lalu, infrastruktur sebagai aspek ketiga, dalam hal ini berfungsi untuk mengakselerasi pelaksanaan kurikulum dan maksimalisasi SDM. Infrastruktur yang dimaksud tak hanya meliputi infrastruktur konvensional seperti ruang belajar, laboratorium, perpustakaan, dan ruang kerja, tetapi juga mencakup infrastruktur digital yang memungkinkan pendidikan tinggi untuk melakukan revolusi pendidikan.

Dengan infrastruktur digital pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan online sekaligus menekan biaya pendidikan. Pendidikan tinggi akan menjadi lebih mudah untuk diakses oleh calon-calon peserta didik pendidikan tinggi di daerah- daerah di Indonesia.

Di sisi lainnya, infrastruktur digital juga akan membuat biaya pendidikan menjadi lebih efisien karena terbukanya peluang sharing economic antara perguruan tinggi dan mitra di berbagai daerah dan negara. Inilah model pendidikan tinggi era digital, di mana pendidikan juga tak lagi mengenal batas geografis dan sosial.

Kategorisasi pendidikan tidak lagi hanya terbatas dari sisi fasilitas yang tangible, terobosan-terobosan model pembelajaran akan terus bermunculan dan banyak akan muncul dalam bentuk intangible. Contohnya e-learning yang meskipun saat di negara maju tingkat keberhasilan masih di bawah 30%, masih terus mengalami evolusi sehingga bisa diterima publik.

Pendidikan tinggi di era pengetahuan adalah yang memadukan segala aspek (kurikulum, pengajar, teknologi, fasilitas dan sarana) dalam satu kesatuan yang mendukung proses pembelajaran yang berorientasi pada industri jasa pendidikan berkualitas.

Perubahan pendidikan tinggi di era pengetahuan, meliputi :

  • Pendidikan yang berorientasi pada pengetahuan dikembangkan ke segala arah yang seimbang.

 Aliran pendidikan kekinian menekankan bahwa apapun yang dipelajari seseorang di perguruan tingginya harus bermanfaat bagi masyarakat nantinya. Maka pendidikan harus praktis, yang dipelajari harus diterapkan dengan baik.

Keterbatasan terbesar dalam pendidikan sekarang adalah kurikulumnya. Mahasiswa harus mempelajari semua pelajaran yang ditetapkan, tanpa memperhitungkan disukai atau tidak oleh mahasiswa. Bahkan ada mahasiswa yang dipaksa untuk melakukan sesuatu yang bukan bidangnya sehingga ia tidak mau mempelajarinya.

  • Pembelajaran bersama yang disentralisasikan menjadi pembelajaran individual yang didesentralisasikan.

Sistim pendidikan sekarang ini, fasilitas-fasilitas perangkat keras dibangun terlebih dahulu dan para dosen (tenaga pengajar) direkrut, sebelum mahasiswa dari berbagai tempat dikumpulkan di perguruan tinggi untuk mengikuti pelajaran. Ini disebut pembelajaran yang disentralisasikan.

Di masa depan ketika teknologi komputer sudah mencapai tingkatan tertentu para mahasiswa tidak lagi berkumpul di perguruan tinggi, cukup dengan tinggal di rumah dengan menggunakan akses internet mereka mengikuti pelajaran, sehingga dosen (tenaga pengajar) dapat menghemat energi dan waktu untuk menertibkan mahasiswa.

Namun diperlukan kesadaran orang tua untuk di setiap rumah memiliki sebuah fasilitas komputer dan internet serta biaya akses internet sehingga pembelajaran dapat dilakukan setiap saat dan tergantung minat dari mahasiswanya. Sedangkan jumlahnya mahasiswanya tidak terbatas ratusan namun bisa ribuan atau jutaan dengan mengakses lewat internet. Inilah yang disebut pembelajaran individual yang didesentralisasikan.

  • Pembelajaran yang terbatas pada tahapan pendidikan menjadi pembelajaran seumur hidup.

Sekarang ini, di Indonesia terdapat pendidikan wajib belajar sembilan tahun yaitu 6 tahun berada di sekolah dasar dan 3 tahun di sekolah menegah tingkat pertama dan setelah tamat melanjutkan ke SLTA lalu ke perguruan tinggi. Kemudian setelah lulus bekerja di masyarakat sampai akhirnya pensiun.

Kalau kita hitung jenjang pendidikan sekitar 12-17 tahun, apakah sudah cukup padahal perubahan di masyarakat sangat cepat? Pengetahuan yang diperoleh sudah tidak memadai untuk sisa penghidupan mereka, sehingga apa yang kita pelajari bisa menjadi usang oleh karena itu kita harus senantiasa belajar hal-hal baru kalau tidak kita menghadapi risiko tersingkir dari pasar kerja.

  • Pengakuan diploma/sarjana menjadi pengakuan kekuatan nyata.

Di masyarakat sekarang ini dapatlah dikatakan bahwa yang terpenting adalah diploma/sarjana atau gelar. Di dalam dunia kerja sering kali gelar dijadikan standar untuk mengukur kemampuan seseorang, namun kenyataan di dalam dunia kerja tidak hanya memperhitungkan hal tersebut, tetapi juga memperhitungkan universitas, jurusan dan fakultas apa ia belajar, dan apakah penuh waktu atau paruh waktu.

Seringkali kita keliru dalam penentuan kemampuan, misalnya seseorang hanya lulusan SLTA tetapi kemampuannya sama dengan yang memperoleh gelar. Seseorang dapat diketahui kemampuannya apabila diuji dengan keahliannya, kefasihan Bahasa Inggris dan kemampuan komputer sehingga dapat diketahui kompetensi nyata seseorang, ketimbang mengandalkan diploma atau gelar.

Peran Dosen, Mahasiswa, Materi Pendidikan

  • Dosen (tenaga pengajar) tidak lagi memberikan informasi dalam bentuk ceramah dan buku teks. Dosen (tenaga pengajar) akan berperan sebagai fasilitator, tutor dan sekaligus pembelajar.
  • Peran Mahasiswa
  • Mahasiswa tidak perlu lagi menjadi pengingat fakta dan prinsip tapi akan berperan sebagai periset, problem-solver, dan pembuat strategi.
  • Peran Materi Pendidikan
  • Materi tidak lagi berbentuk informasi dalam bidang studi terlepas tapi mahasiswa akan mempelajari hubungan antar informasi.

Faktor Pendukung Pengembangan Pendidikan Tinggi di Era Pengetahuan

Pendidikan modern yang telah berhasil mengantarkan negara-negara maju (developped countries) dari kemiskinan dan keterbelakangan pada masa lampau sehingga mencapai tingkat seperti yang bisa disaksikan dewasa ini, sudah barang tentu akan berhasil pula mengantarkan negaranegara yang sedang berkembang mencapai tingkat pembangunan sebagaimana yang telah dicapai negara-negara maju. 

Empat pilar pendidikan

  • Belajar untuk mengetahui (Learning to know)
  • Belajar untuk berbuat (Learning to do)
  • Belajar untuk hidup bersama (Learning to life together)
  • Belajar untuk menjadi diri sendiri (Lerning to be)

Ciri-ciri Pendidikan di Era Pengetahuan 

  • Berfokus pada pemupukan potensi unggul setiap peserta didik.
  • Keseimbangan beragam kecerdasan (intelektual, emosional, sosial, spritual, kinestetis, dst.)
  • Mengajarkan life skills.
  • Sistem penilaiannya berbasis portofolio dari hasil karya mahasiswa.
  • Pembelajaran berbasis kehidupan nyata dan praktik di lapangan.
  • Dosen (tenaga pengajar) lebih berperan sebagai motivator dan fasilitator agar peserta didik mengembangkan minatnya masing-masing.
  • Pembelajaran didasarkan pada kemampuan, cara/gaya belajar, dan perkembangan psikologis masing masing peserta didik.

Syarat-Syarat Pendidikan di Era Pengetahuan

  • Materi Pendidikan Masa Depan
  • Global Awareness (kesadaran global)
  • Keterampilan dalam keuangan,  ekonomi,  bisnis dan kewirausahaan
  • Pemikiran untuk kepentingan umum
  • Kesadaran akan kesehatan dan kesejahteraan

Untuk bisa mengikuti perkembangan dengan baik, maka dari itu pendidikan setidaknya memiliki ciri, sebagai berikut:

  • Peserta didik secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya.
  • Peserta didik secara aktif terlibat di dalam mengelola pengetahuannya.
  • Penguasaan materi dan juga mengembangkan karakter peserta didik (life-long learning).
  • Penggunaan multimedia.
  • Dosen (tenaga pengajar) sebagai fasilitator, evaluasi dilakukan bersama dengan peserta didik.
  • Terpadu dan berkesinambungan.
  • Menekankan pada pengembangan pengetahuan. Kesalahan menunjukkan proses belajar dan dapat digunakan sebagai salah satu sumber belajar.
  • Iklim yang tercipta lebih bersifat kolaboratif, suportif, dan kooperatif.
  • Peserta didik dan dosen (tenaga pengajar) belajar bersama dalam mengembangkan, konsep, dan keterampilan.
  • Penekanan pada pencapaian target kompetensi dan keterampilan.
  • Pemanfaatan berbagai sumber belajar yang ada di sekitar.

Untuk memantapkan ciri pendidikan di erapengetahuan yang diuraikan sebelumnya, maka pendidikan tinggi harus mengarahkan pembelajarannya terfokus pada beberapa keterampilan yang harus ditanamkan pada pembelajar. Keterampilan tersebut, antara lain :

  • Keterampilan Penelitian
  • Keterampilan Komunikasi
  • Keterampilan Berpikir
  • Keterampilan Sosial
  • Keterampilan Mengatur diri sendiri
  • Keterampilan Hidup

Sehingga pada akhir pembelajaran suatu jenjang pendidikan setiap pebelajar bisa menjadi seperti yang diungkapkan oleh Ken Kay, President Partnership for 21st Century Skills, antara lain :

  • Pemikir yang kritis
  • Seorang penyelesai masalah
  • Seorang inovator
  • Dapat berkomunikasi secara efektif
  • Dapat berkolaborasi secara efektif
  • Dapat mengarahkan diri sendiri
  • Paham akan informasi dan media
  • Paham dan sadar akan masalah global
  • Memikirkan kepentingan umum
  • Terampil dalam keuangan, ekonomi dan kewirausahaan

Satu hal yang perlu kita pahami melalui ungkapan McKenzie, yaitu "untuk mendidik dan menghasilkan orang dewasa yang tidak sekedar menjadi penduduk dunia namun juga mencoba untuk menciptakan dunia masa depan yang cocok untuk semua penduduknya". Inilah sebenarnya yang diharapkan. Mudahan apa yang diharapkan ini bisa terwujud dengan cepat.

Demikian uraian singkat, semoga bermanfaat. Salam Pendidikan tinggi Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun