Mohon tunggu...
Yusrin  TOSEPU
Yusrin TOSEPU Mohon Tunggu... Dosen -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Periset di LSP3I Region V Sulawesi Pusat Makassar. Ketua Lembaga Kajian Forensik Data dan Informasi KAVITA MEDIA Makassar Penggiat Literasi Media ICT (Information and Communication Technology)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Akademisi dan Politik Pragmatis

29 Mei 2018   01:07 Diperbarui: 29 Mei 2018   01:54 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Dalam diskursus ilmu politik, terma politik tidaklah selalu berkotasi buruk, sebagaimana yang seringkali kita dengar, yang menyebut politik adalah soal perebutan jabatan atau kekuasaan. Tetapi politik itu sejatinya adalah seni mengabdi atau seni melayani. Dalam perkembangannya, politik terbagi menjadi empat pengertian yaitu politik teoritis, politik praktis, politik pragmatis, dan politik nilai atau bisa juga disebut politik profetik.

Politik teoritis merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang pemerintahan dan tata negara. Kemudian politik praktis merupakan terapan atau aplikasi teori-teori politik dalam sebuah pemerintahan. Sedangkan politik pragmatis adalah politik yang didasari dan diorientasikan pada pemuasan kepentingan pribadi atau kelompok, atau bisa juga politik kekuasaan. 

Walaupun pengertian tersebut masih bersifat asumsi, sebab tidak ada pengertian defenitif yang dapat dijadikan rujukan normatif untuk memaknai dunia politik pragmatis. Tetapi yang pasti, pengertian tersebut didasarkan pada realitas sosial dimana seseorang mempertaruhkan harga diri, waktu, tenaga, pikiran dan tentu saja uang, untuk mencapai apa yang didambakan yakni kemenangan dan kekuasaan.

Politik pragmatis juga bisa disebut sebagai sebuah dunia ketika segala itikad, motif, kepentingan dan ambisi hadir bersamaan dan saling berhimpit untuk memperebutkan kekuasaan. Secara kasat mata, kekuasaan yang dimaksud tak lain adalah jabatan, kedudukan atau posisi. Namun secara implisit, yang diperebutkan sesungguhnya adalah otoritas dan wewenang untuk membuat keputusan-keputusan publik yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok.

Demikian halnya dengan politik nilai atau politik profetik, juga tidak memiliki definisi atau pengertian yang tunggal, sebab tak ada rujukan normatif untuk menjelaskan hal tersebut. Tetapi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai politik yang didasari dan diorientasikan pada pelayanan, pengabdian untuk menegakkan nilai kerakyatan, kebangsaan dan kemanusiaan.Apa jadinya ketika institusi akademik yang semestinya bekerja menjalankan Tri-dharma Perguruan Tinggi malah lebih sibuk dengan urusan politik pragmatis? rasa-rasanya sangat miris untuk membayangkannya, namun demikianlah yang terjadi.

Perguruan tinggi sebagai bagian subsistem pendidikan nasional tentu keberadaannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berperan sangat penting. melalui adanya penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengajaran-pendidikan, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat. Itulah kenapa perguruan tinggi diharuskan untuk bekerja merumuskan pemikiran bagi kemajuan bangsa lewat kajian-kajian akademik dan kerja-kerja politik intelektualnya.

Di tengah tantangan kehidupan bangsa ini, perguruan tinggi semestinya memosisikan diri sebagai mitra kritis bagi pemerintahan atau menjadi laboratorium untuk menghasilkan gagasan-gagasan yang independen dan ilmiah. Dengan demikian, maka para akademisi dan intelektual di kampus mesti menjaga diri, tidak terlibat politik pragmatis dukung mendukung calon untuk kepentingan sempit dan jangka pendek. 

Justru, perguruan tinggi harus tampil sebagai lokomotif dalam hal transformasi kesejahteraan masyarakat melalui kerja pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakatnya serta menjadi perekat bangsa untuk mempersatukan berbagai macam kepentingan demi menjaga NKRI dan memperkuat Bhineka Tunggal Ika.

Tri-dharma perguruan tinggi merupakan jiwa atau prinsip dari setiap institusi pendidikan tinggi. Itulah yang menjadi nafas perguruan tinggi dimanapun. Namun jiwa atau prinsip tersebut akhir-akhir ini rasa-rasanya hanya menjadi slogan atau pepesan kosong. Mengingat, banyaknya praktek-praktek yang melanggar tri-dharma perguruan tinggi. Sangat disayangkan ketika para civitas akademika perguruan tinggi malah sibuk berpolitik pragmatis, bukannya sibuk bekerja untuk pengabdian kepada masyarakat.

Persoalan sebagaimana tersebut di atas itulah yang kemudian menjadikan perguruan tinggi harus disterilkan dari politik pragmatis. Pandangan-pandangan moral-intelektual dan arahan untuk kebaikan penyelenggaraan negara dan kesejahteraan rakyatlah yang justru ditunggu. Bukan aksi dukung mendukung kandidat sebagaimana yang kita saksikan saat ini. Sebab, keterlibatan para akademisi dalam proses politik pragmatis sesungguhnya adalah bentuk penghinaan terhadap wibawa akademikus dan institusi perguruan tinggi.

Arahan perguruan tinggi tetap sangat dibutuhkan. Pemikiran obyektif untuk perumusan kebijakan serta proses politik yang sedang berjalan juga senantiasa ditunggu. Inilah sesungguhnya gerakan politik ala kampus. Bukan politik pragmatis, namun politik ilmiah dan politik moral kebangsaan (nilai-profetik). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun