Mohon tunggu...
Yusril Izha Mahendra
Yusril Izha Mahendra Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan

Keberanian Itu Mewabah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kata Mereka: Jokowi adalah Pencipta Lagu Indonesia Raya

24 September 2021   10:43 Diperbarui: 24 September 2021   10:52 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh... JOKOWI" singkat, padat, penuh makna dan sedikit tawa melihat jawaban murid saya ketika melaksanakan Ujian Tengah Semester .

Kejadian semacam ini awalnya tidak terlalu serius saya tanggapi. Tersenyum dan sedikit tertawa menganggap bahwa jawaban yang ditulis hanya sebuah bercanda atau pura-pura tidak tahu. Sebab di sosial media tidak jarang ada hal serupa yang merupakan candaan. Namun setalah menyadari kondisi yang sedang dalam ujian tengah semester dan beberapa jawaban dari murid lainnya sama pandangan saya drastis berubah.

Ada siswa yang menulis jawaban "...adalah saya" dan ada juga yang menjawab "...masyarakat." untuk soal yang sama. Begitu pun untuk beberapa jawaban dari soal lainnya yang masih jauh dari kata benar bahkan sesuai konteks pun tidak. Seperti soal, "Agama apa saja yang diakui pemerintah?" ada siswa yang menjawab "Shalat, puasa dan beribadah." 

Tidak hanya ketika ujian tengah semester waktu awal saya melakukan pengabdian di sekolah dasar (SD) tersebut saya terkejut standar kompetensi yang dimiliki tidak sesuai dengan jejang kelas mereka. kondisi tersebut sebenarnya kontras dengan keadaan sekolah mereka. Jumlah siswa di sekolah tersebut tidaklah banyak bahkan jauh dari batas minimum yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hanya 15 siswa (kelas 1-6). Ditambah hanya ada tiga ruang kelas dan empat orang tenaga pengajar.

Kondisi serupa juga terjadi di beberapa tempat lain dengan permasalahan seperti jumlah siswa yang sedikit, kondisi pengajar yang kurang, atau sarana dan prasarana yang masih kurang layak. Beberapa pemecahan masalah sebenarnya sudah dilakukan pemerintah seperti penerapan sistem zonasi agar siswa terdistribusi merata, kemudian marger untuk sekolah yang memiliki siswa di bawah 60 dan pemecahan lainnya. Namun kenyataan di lapangan beberapa formulasi yang lakukan pemerintah tersebut belum sepenuhnya terimplementasi merata.

Dilihat secara nasional pendidikan di Indonesia dapat diwakili oleh ketertinggalan dan kesenjangan. Ketertinggalan pendidikan Indonesia tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) empat tahun terakhir yang dikeluarkan oleh BPS. Serta skor Programme for Internasional School Assesment (PISA), yaitu program yang menilai tingkat dunia dalam menguji performa akademis anak-anak sekola yang berusia 15 tahun melalui kemampuan membaca, sains dan matematika menempatkan Indonesia di peringkat 64 untuk membaca, 62 untuk sains dan 63 untuk matematika dari 70 negara yang dievaluasi (BPS, 2018). Rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia di tahun 2017 yakni 8,5 tahun itu berarti rata-rata penduduk Indonesia hanya mampu bersekolah hingga jenjang pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama), di mana keterbatasan akses pendidikan dan keberlanjutan sekolah masih menjadi salah satu faktor penyumbang utama bagi rendahnya daya saing bangsa (BPS, 2018).

Untuk kesenjangan sendiri dapat dilihat antar wilayah, provinsi maupun desa-kota. Secara umum kondisi pendidikan di Indonesia bagian timur dan desa yaitu 1) Kurang memperoleh kesempatan pendidikan yang berkualitas, 2) Terbatas dari segi fasilitas, sarana prasarana dan tenaga kerja pendidik yang menunjang proses pembelajaran, 3) Kurang mendapat dukungan dari lingkungan sekitar untuk melaksanakan pendidikan, dan 3) Rendahnya sarana fisik, kualitas dan jumlah guru serta lingkungan menyebabkan pencapaian prestasi siswa tidak memuaskan. Pengembangan kecerdasan, bakat, minat dan motivasi menjadi terhambat.

ketertinggalan dan kesenjangan dalam bidang pendidikan tersebut tidak lain akumulasi dari permasalahan-permasalahan yang telah lama terjadi dan terus berulang atau tidak tertangani secara tepat maupun optimal. 

Pertama, sarana dan prasarana.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Untuk seluruh jenjang pendidikan di Indonesia angka persentase sekolah dengan kondisi rusak ringan/sedang jauh lebih besar dibandingkan dengan kondisi baik. Ruang- ruang kelas yang rusak berat umumnya berada di desa-desa terpencil, bahkan tak jarang sekolah tersebut berbentuk gubuk yang ingin roboh. Kemudian berdasarkan publikasi data kemendikbud tahun 2017 menunjukkan pula angka tidak sampai 80% untuk ketersediaan ruang perpustakaan dan laboratorium. Dengan hasil data demikian dapat disimpulkan bahwa masih kurangnya sejumlah sekolah dengan fasilitas sarana prasarana seperti buku, ruang kelas, dan lain-lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun