Mohon tunggu...
Yusril Izha Mahendra
Yusril Izha Mahendra Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan

Keberanian Itu Mewabah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Emas Hitam dari Limbah Tebu

28 Februari 2021   20:38 Diperbarui: 28 Februari 2021   21:24 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Setiap tahunnya produksi gula terus meningkat, penyebab utamanya tidak lain adalah peningkatan permintaan pasar, atau dengan kata lain peningkatan tersebut adalah dampak dari upaya pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat sehingga tidak terjadi kelangkaan dan menjaga harga dipasar tetap stabil. Termasuk Pabrik Gula (PG) Bungamayang milik PTPN VII yang dikelola PT Buma Cima Nusantara (BCN) pun mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya. Peningkatan produksi PG Bungamayang tersebut juga sebagai konsekuensi menjalankan fungsi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Berdasarkan analisis Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) musim giling tahun 2020 lalu menargetkan produksi perhektare 71 ton, produksi tebu keseluruhan 1,45 juta ton, rendamen 7,7n produksi gula kristal mencapai 104 ribu ton. Atau jika memakai harga dasar Rp9.700 perkilo, sehingga target produksi tersebut bernilai Rp1,1 triliun. (Majalah PTPN VII edisi Maret 2020)

Adanya peningkatan produksi tersebut bukan tanpa konsekuensi, salah satunya peningkatan limbah yang dihasilkan seperti limbah cari, limbah padat, limbah udara dan limbah B3. Berbagai macam limbah tersebut dihasilkan dari proses pengolahan tebu menjadi gula seperti penggilingan, clarifier, evaporasi, kristalisasi hingga limbah yang dihasilkan pembangkit uap dan listrik. 

Namun persoalan mengenali limbah bukanlah suatu permasalahan bagi pabrik yang mulai beroperasi sejak 1982 tersebut. Cleaner production atau produksi bersih yang merupakan salah satu strategi pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko terhadap lingkungan dan manusia sudah diterapkan. Diantara metode Cleaner production yang dapat ditemui yaitu metode in of pipe, metode out if pipe dan penanganan produk samping.

Meskipun telah menerapkan Cleaner production atau produksi bersih salah satu jenis limbah padat yaitu ampas tebu (bagasse) masih terlihat menumpuk bahkan menyerupai bukit meskipun telah digunakan sebagai bahan bakar bolier sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) atau zero residu, penumpukan tersebut merupakan dampak dari produksi setiap tahunnya yang cukup besar serta akumulasi dari awal pabrik tersebut berdiri.

Persoalan mengenali limbah ampas tebu inilah yang kemudian mendorong kelompok kuliah kerja nyata Universitas Lampung (KKN) desa Negara Tulang Bawang yang beranggotakan Yusril Izha Mahendra, Novita Sari, Pitry Dwiatika, Desvilia, Nabilah Annisa, Bagus Khoirul Yuda dan Dewi Suselawati mengembangkan sebuah inovasi Biobriket Ampas Tebu atau Emas Hitam sebagai solusi pemanfaatan limbah tebu yang merupakan energi terbarukan untuk kemudian dapat ditawarkan dan diaplikasikan di pabrik gula dan masyarakat. Pada umumnya briket merupakan bahan bakar alternatif yang menggunakan bahan baku yang telah diarangkan, selain itu jenis briket beragam berdasarkan bahan baku penyusunnya diantaranya terdiri dari briket batubara, briket biobatubara dan biobriket.

Dalam proses pembuatan Biobriket Ampas Tebu diawali dengan proses densifikasi. Densifikasi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisik dari suatu bahan. Proses densifikasi bertujuan untuk mempermudah penggunaan dan pemanfaatannya, sehingga dapat meningkatkan efisiensi bahan yang digunakan (Abdullah et al. 1998). 

Peralatan dan proses pembuatan tidaklah banyak dan terlalu rumit. Hanya dibutuhkan limbah ampas tebu, tepung tapioka dan air. Proses pembuatan dimulai dengan mengarangkan ampas tebu yang telah kering, kemudia dicampur kemudian dicampurkan dengan perekat yang terbuat dari air dan tepung tapioka yang telah dipanaskan. 

Penambahan perekat bertujuan untuk meningkatkan nilai kerapatan dari briket dan memudahkan untuk proses pencetakan. Setelah bahan baku tercampur dengan perekat, semua bahan dimasukkan ke dalam alat kempa manual dengan cetakan briket berbentuk tabung. Briket yang telah dicetak kemudian dikeringkan dapat dengan sinar matahari ataupun menggunakan oven bersuhu 105 derajat celcius. 

Briket yang telah dicetak masih mengandung air yang cukup tinggi. Kandungan air berasal dari perekat yang digunakan. Tujuan dari pengeringan adalah menurunkan kadar air dalam briket sehingga dapat meningkatkan kualitas briket tersebut Setelah itu dicetak dengan rata-rata diamter 7-8 cm dan terakhir dikeringkan.

Bila dibandingkan dengan briket tempurung kelapa briket ampas tebu tersebut masih dapat bersaing. Kelebihannya antara lain kadar abu dan nilai kadar karbon yang lebih rendah. Kekurangan yang dimiliki briket ampas tebu tersebut adalah kandungan kadar air yang tinggi sehingga sulit saat dinyalakan dan temperatur yang berkurang. (Jeni Fariadhie 2009)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun