Mohon tunggu...
Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra Mohon Tunggu... profesional -

Lawyer, Professor of Constitutional Law, Former Minister of Justice, Former Minister/Secretary of State, Republic of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perpu Tentang MK

5 Oktober 2013   21:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:56 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ingin menulis tanggapan atas rencana Presiden SBY mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Mahkamah Konstitusi. Siapapun, yang tertarik dengan persoalan ini, para Wartawan khususnya, silahkan mengutip tulisan saya ini, bila ingin dijadikan berita.

Langkah Presiden mengeluarkan Perpu untuk merubah Undang-Undang (UU) MK yang ada sekarang ini, adalah langkah yang tepat untuk atasi krisis yang melanda MK. Seperti pernah saya tweetkan 2 hari yang lalu, sangatlah musykil kalau ada lembaga negara tanpa ada yang mengawasi. Saya mengusulkan agar Komisi Yudisial (KY) kembali diberi wewenang mengawasi hakim MK seperti dulu telah diatur dalam UU, tapi dibatalkan oleh MK sendiri.

MK memang berwenang menguji UU apa saja, termasuk menguji UU yang mengatur dirinya. Kewenangan itu diberikan UUD 1945. Namun, MK harus menahan diri dan menjunjung tinggi etika agar tidak menguji UU yang berkaitan dengan MK sendiri. Tindakan seperti itu tidak etis. Ada kesan kuat MK ingin menjadi superior. Hal ini terjadi sejak zaman Jimly, sehingga setiap UU yang membatasi MK mau mereka batalkan. Termasuk kewenangan KY untuk mengawasi hakim MK.

Pembentukan Majelis Kode Etik MK pun, menurut saya juga tidak benar. Masak ada hakim MK duduk di Majelis Kode Etik. Dengan demikian ada hakim MK yang akan memeriksa sesama hakim MK yang diduga melanggar kode etik. Ini tidak benar. KY yang seharusnya mengawasi hakim MK. KY harus diberi wewenang merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden dan Mahkamah Agung (MA) untuk menarik hakim MK yang melanggar kode etik. Hakim yang melanggar etik harus diberhentikan. Bahkan, kalau ada unsur pidana, hakim MK tersebut harus diadili. Hal-hal seperti ini harus dimasukkan ke dalam Perpu.

Kalau nanti Perpu sudah disahkan DPR menjadi UU, MK jangan lagi menguji UU yang mengatur dirinya tersebut. Para pakar Hukum Tata Negara (HTN) dan rakyat akan menilai kalau UU tersebut diuji dan dibatalkan MK, berarti MK memang ngeyel mau superior. Sebagai orang yang dulu mewakili Presiden membawa RUU MK ke DPR buat pertama kali tahun 2002, saya wajib meningatkan MK agar jangan ngeyel.

Perpu juga hendaknya mengatur pencabutan kewenangan MK untuk mengadili perkara Pilkada, dengan masa transisi tertentu. Pemeriksaan perkara Pilkada harus dikembalikan lagi ke Pengadilan Tinggi (PT) sesuai yurisdiksinya, tapi ada kasasi ke MA. PT dan MA diberi batas waktu maksimum untuk menyelesaikan pemeriksaan perkara Pilkada agar tidak berlarut-larut. MK cukup mengadili sengketa Pemilu yang bersifat Nasional, yakni Pemilu DPR, DPD dan Pemilu Presiden. Dengan demikian MK tidak sibuk mengadili perkara pilkada yang tidak perlu dan buang-buang waktu serta memakan biaya besar bagi pencari keadilan. Karena pemeriksaan perkara Pilkada terbukti rawan suap bagi MK. Kasus penangkapan Akil menjadi contoh nyata.

Hal berikutnya, dalam Perpu ditegaskan saja bahwa PT dan MA dalam mengadili Pilkada harus sidang sacara terbuka, tidak (jangan) hanya membaca berkas seperti Banding dan Kasasi selama ini di MA. Hal ini dapat dilihat, misalnya, dalam mengadili sengketa verifikasi antara partai politik dengan KPU, sidang-sidang yang dilakukan oleh PT terbuka dan benar-benar sidang seperti sidang di Pengadilan Negeri tingkt pertama.

Demikian tulisan saya mengenai Perpu yang akan dikeluarkan Presiden.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun