Mohon tunggu...
Yus R. Ismail
Yus R. Ismail Mohon Tunggu... Penulis - Petani

suka menulis fiksi, blog, dan apapun. selalu berharap dari menulis bisa belajar dan terus belajar menjadi manusia yang lebih manusiawi.... berdiam dengan sejumlah fiksi dan bahasan literasi di https://dongengyusrismail.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuan yang Terhormat

11 Oktober 2019   06:18 Diperbarui: 11 Oktober 2019   06:38 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: linggapos.com

Dia selalu ingin dipanggil Tuan Yang Terhormat. Pekerjaannya memang terhormat. Harusnya sangat terhormat. Dia itu adalah pelindung, pengayom, hati dari orang-orang kecil yang berjuta-juta jumlahnya di kampung kami.

Tapi dia merasa terhormat bukan karena pekerjaannya. Dia merasa terhormat karena kekuasaannya. "Saya protes! Kenapa kalian tidak mendahului panggilan kepada kami dengan Tuan Yang Terhormat!" katanya setiap ada yang menyebut namanya.

Banyak orang yang menganggapnya bercanda. Tapi ternyata dia serius. Dia memang ingin dipanggil Tuan Yang Terhormat. Dipikir-pikir, dia memang terhormat. Maksudnya, kekuasaannya sangat terhormat. 

Di jalanan, bila mobil dia ada yang nyerempet atau apapun yang membuat dia tersinggung, dia turun dari mobil mewahnya dan menggebrak mobil kurang ajar itu, lalu memukul sopirnya. Terhormatnya, kasusnya bisa hilang karena polisi pun kesusahan menyelidikinya.

Dia memang mirip-mirip tukang sihir. Siapapun bisa disihirnya. Jangankan orang-orang biasa, apalagi rakyat jelata yang lima tahun sekali dipuja-pujinya, pemimpin kami pun bisa disihirnya. 

Dulu pernah pemimpin kami disihirnya sampai tidak berdaya. Pemimpin kami itu diusirnya dari istana, dijadikannya rakyat biasa. Nah, yang ditakutkan kami pemimpin kami selanjutnya menjadi takut. Ah, sudahlah, suka sedih kalau bicara itu.

Kembali ke dia yang selalu ingin dipanggil Tuan Yang Terhormat. Kekayaannya memang susah diceritakan. Dia mengaku punya mobil-mobil mewah seharga miliaran rupiah, rumah-rumah, tanah, surat-surat berharga, jam tangan, dasi, kaos kaki, kolor, tas tangan, sabuk, seharga miliaran rupiah. Itu yang diakuinya kepada kami. Entahlah yang diperamnya untuk dibawa ke alam kuburnya nanti.

Sekali waktu ada pencurian di kampung kami. Semua orang marah. Tapi terhenti emosi kami, karena Tuan Yang Terhormat melindungi pencuri itu. "Pencuri tetap pencuri, harus diadili, biar tidak ada lagi harta kami yang tercuri, biar yang sakit miskin benar-benar bisa diobati," kata seorang guru yang kami hormati karena usia dan kepandaiannya.

"Guru sesat! Pencuri itu bermacam-macam. Ada pencuri biasa, pencuri kelas teri, pencuri ayam kampung, dsb. Begitu teorinya! Sementara ini adalah Pencuri Yang Terhormat. Harus dibedakan!" kata dia berapi-api merasa diri pintar.

Kadang kami merasa kasihan. Sedih. Di mana-mana, dalam acara apapun, dia selalu ingin dipanggil Tuan Yang Terhormat. Padahal... sudah tidak ada yang menghormatinya.

11-10-2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun