Mohon tunggu...
Anonimiyus
Anonimiyus Mohon Tunggu... Administrasi - pejuang kebetulan tidak suka menulis

pejuang kebetulan tidak suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Permainan Politik Ibarat Sepak Bola

20 November 2017   09:35 Diperbarui: 20 November 2017   09:38 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://hilmanfirdaus1410.wordpress.com

Ibarat pertandingan sepakbola, apapun dilakukan demi kemenangan, tidak peduli cara licik dan kotor, apalagi  yang memimpin pertandingan kala itu adalah orang yang rabun, maka lengkap sudah drama di arena, diving seorang pemain sah dianggap sebuah pelanggaran di kotak 12 pas (jika di tengok kembali dalam law of the game yang diterbitkan FIFA sebenarnya adalah 11 pas karena jaraknya Cuma 11 meter), keputusannya mutlak, PINALTI.

Maka kerugian ada di pihak lawan, kemudian yang bersorak tentunya tim yang merasa diuntungkan, kemenangan sudah di depan mata tinggal mencari siapa yang mau mengeksekusi tendangan kearah gawang, usakan cari yang ahli tendangan bola mati, bermental baja, mempunyai akurasi yang mumpuni untuk mempersembahkan goal penting untuk modal kemenangan.

Kemudian saat pemain yang merasa di rugikan melakukan protes keras tentu tidak akan digubris karena keputusan telah ditetapkan, kalau ngotot hadiahnya kartu kuning, kalau sampai emosi dan meninju pengadil yang menderita rabun itu, maka kartu merah akan dilayangkan. Sudah jatuh tertimpa tangga tentunya.

Petaka itupun terjadi, goal telah mengoyak jaring gawang, menghancurkan mental bertanding para pemain, tentunya tekanan berat ada di pundak, apalagi supporter lawan dengan euforianya dan dengan tega menyanyikan yel yel bernada cemooh dan rasis.

Tekanan semakin berat apabila supporter pendukung juga tidak terima dengan hasil yang ada, mereka  ikut terlecut emosi, lempar botol dan membalas yel yel cemooh dan juga rasis itu, tidak sampai disitu flare, petasan, lempar kursi, dan akhirnya yang tidak diinginkan pun terjadi, terjadilah tawuran di tribun.

Aktornya adalah pemain yang melakukan diving, tentunya itu adalah bagian dari strategi tim, dan biang keributannya adalah wasit dia tidak melihat permainan yang jujur, tapi aturan yang kaku karena terbatas oleh penglihatan matanya yang rabun.

Sebagai seorang aparat (saya sedang membicarakan kinerja wasit) dilapangan harusnya objectif jangan berat sebelah, karena pertandingan itu melibatkan banyak pihak, bukan hanya keduapuluh dua pemain, ada official, ada panpel juga supporter kedua tim, kalau tidak adil maka tentunya akan berakibat fatal.

Ibarat pertandingan sepakbola akhir dari sebuah laga adalah perdamaian, kedua tim yang tadi bermusuhan saling bersalaman, berpelukan bahkan ada yang bertukar jersey, sportifitas harus di junjung tinggi, bukan begitu?.

Saling mencemooh di media social itu bukan solusi dan membuang-buang waktu, karena yang melakukan pertandingannya sudah selesai begitu peluit panjang di bunyikan, mereka sudah bersalaman dan sudah bertukar jersey, mungkin dahulu mereka ada solid bersama tim ini, bertanding bahu-membahu, sekarang sudah berpindah club, tentu secara profesinal harus total dalam membela club yang dia bela sekarang, begitupun sebaliknya mungkin saja ada musuh yang akan menjadi kawan dan siap membela tim kita dengan kontrak yang jelas.

Begitulah permainan politik, eh permainan sepakbola, mmmhh... maksudnya permainan politik dalam sepakola. (anonimiyus 19/10/2017)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun