Mohon tunggu...
Yusep Hendarsyah
Yusep Hendarsyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer, Blogger, Bapak Dua Anak

Si Papi dari Duo KYH, sangat menyukai Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peci Hitam dan Identitas Paling Indonesia

27 April 2011   17:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:19 6954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_106209" align="alignleft" width="133" caption="www.darulfunun.tanjabok.com"][/caption] Sudah tak asing lagi  bagi bangsa Indoneisa, betapa Bapak Proklamator kita Ir.Soekarno sangat bersahaja dalam mengenakan pakaian , terutama atribut  kebesarannya.. Apapun yang dikenakan serasa pas di badan dan berwibawa. Ada satu cirri khas yang tak kan pernah tergantikan oleh zaman yaitu pemakaian  Peci yang berwarna Hitam (Peci Hitam) atau dibeberapa daerah disebut Kopiah yang selalu dikenakan baik di acara kenegaraan maupun kunjungan internasional. Lalu Peci hitampun menyebar seantero nusantara dan bahkan sampai ke mancanegara, Setiap orang Indoensia bepergian ke luar negeri , maka peci hitam lah yang menjadi trade mark anak bangsa, Lalu bagaimana dengan saat ini ? Meski di beberapa Negara tetangga khususnya bangsa melayu Peci sudah tak asing lagi dalam khasanah budaya melayu. Peci konon berasal dari bahasa Belanda pet (topi) dan je (kecil), disebut juga dengan kopiah atau songkok. Diperkirakan peci ini dibawa oleh para pedagang Arab ke semenanjung Malaysia pada abad ke-13. Tak heran kemudian penggunaan peci ini kemudian membudaya di Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapore, serta beberapa wilayah di Filipina dan Thailand. Kenapa sampai Indonesia yang mempopulerkan Benda Hitam Penutup Kepala ini? Lagi-lagi kita ketahui bersama bahwa di Indonesia, penggunaan peci sebagai bagian dari pakaian resmi dipelopori oleh presiden pertama RI Soekarno. Pada suatu rapat Jong Java di Surabaya pada tahun 1921 Bung Karno mencetuskan ide mengenai pentingnya sebuah symbol bagi kepribadian bangsa Indonesia. Karena itulah Bung Karno lalu memperkenalkan pemakaian peci yang kemudian menjadi identitas resmi bagi partainya yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia). Dan karena popularitas Soekarno-lah sehingga kemudian pemakaian peci begitu memasyarakat di Indonesia. (ref: Intisari; Wikipedia; Brunai Times/ill: fashion.dinomarket.com) Lalu pertanyaannya  kemana Peci Hitam yang membuat bangga sebagai warga negara Indonesia. Anak muda sebagai generasi penerus bangsa saat ini jarang kita lihat memakai peci hitam, kecuali di kalangan santri (pesantren ) saja. Beberapa di kenakan oleh laki-laki berumur dan sebagaian kecil dipakai ketika ke masjid (acara keagamaan) saja atau hanya dipakai  pada saat resepsi pernikahan. Ah yang penting pakai bukan? Peci Hitam sebagai salah satu budaya Indonesia dan menurut saya ini adalah paling Indonesia selain dari Pakaian Batik yang sekarang mendunia dan sebagai warisan budaya milik Bangsa tercinta ini. Tidak terlepas dari keberagaman budaya daerah lainnya. Peci tidak hanya berfungsi sebagai penutup rambut waktu sholat saja  oleh umat Muslim, tapi telah menjadi identitas bangsa tanpa memandang agama suku dan ras. Para pemimpin dan pejabat sekarang ini sudah mulai enggan memakai mahkota Nusantara itu. Apakah ini pertanda kalau bangsa kita sudah mulai kehilangan budaya dan jati dirinya. Kopiah (Peci) paling hanya dipakai saat pelantikan dan even-even tertentu saja seperti foto gambar ,pelantikan pejabat dan acara resmi lainnya. Acara selebihnya Benda ini tidak lagi menjadi penutup kepalanya. Dikutip dari berbagai sumber didapatkan data bahwa Jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1913 digelar rapat Partai Politik SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij) di den Haag yang mengundang 3 politisi Hindia-Belanda (yang pada saat itu memang sedang diasingkan ke Negeri Belanda), yaitu Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara. Menurut Dr. Van der Meulen yaitu Direktur Departemen Pendidikan dan Ibadah pemerintahan Gubernur Jenderal Van Mook tahun 1946, masing-masing perwakilan menunjukkan identitas yang berlainan. Ki Hajar Dewantara menggunakan topi fez Turki berwarna merah yang memang pada waktu itu pemakaian topi ini begitu populer di kalangan nasionalis setelah timbulnya gerakan Turki Muda tahun 1908 yang menuntut reformasi kepada Sultan Turki. Sedangkan Cipto Mangunkusumo mengenakan kopiah dari beludru hitam dalam rapat tersebut yang pada akhirnya nanti pemakaian peci hitam sebagai jati diri kaum nasionalis Indonesia yang belakangan dipopulerkan oleh Bung Karno pada akhir tahun 1920-an. Sedangkan Douwes Dekker tidak memakai penutup kepala. Jika dirunut ke belakang, topi fez ini berasal dari budaya Yunani Kuno dan diteruskan oleh budaya Yunani Byzantium. Ketika Turki Ottoman mengalahkan Yunani Byzantium (Anatolia) maka Turki Ottoman mengadopsi budaya penggunaan topi fez ini terutama ketika pemerintahan Sultan Mahmud Khan II (1808-1839). Di Istanbul sendiri, topi fez ini juga dikenal dengan nama 'fezzi' atau 'phecy' atau kalau lidah orang Indonesia menyebutnya dengan PECI. Jadi, kalau dahaulu warga Indonesia dikenali di  luar negeri dengan ciri khas pecinya, kenapa sekarang tidak? Tidak perlu takut akan di claim oleh negara tetangga.. Peci adalah salah satu symbol yang juga menjadikan Indonesia terkenal di dunia dalam sejarah panjang negeri ini. Semga dnegan warisan budaya berupa peci dan orang yang memakainya memaknai bahwa dia benar-benar orang indonesia yang punya harkat dan martabat tinggi di mata bangsa lain dan terutama di mata bangsa sendiri. Semoga saja paling Indoensia Disarikan dari berbagai sumber

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun