Mohon tunggu...
Yusep Hendarsyah
Yusep Hendarsyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer, Blogger, Bapak Dua Anak

Si Papi dari Duo KYH, sangat menyukai Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Diary

Adikku Musuhku dan Tuhan Sayang Padanya

21 April 2021   06:50 Diperbarui: 21 April 2021   06:54 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persaingan dengan adik atau kakak kemungkinan itu adalah ujian dariNya kepada Anda agar memiliki rasa kasih sayang keapda saudara, created by yusep hendarsyah

Sibling Rivalry. Dont Do it !

 Dari warna kulit dan bentuk wajah  saya dan adik saya ibarat kopi dan susu. Menyatu enak namun berbeda jenis. Saya berulit agak gelap dan hidung "mancung ke dalam" sungguh lain dengan adik saya yang berkulit putih dan berhidung tegak menantang mirip sekali dengan bapak.  Tidak heran orang -- orang di sekeliling menganggap saya bukan anak kandung bapak alias dianggap anak pungut. Bertahun tahun barulah orang tahu bahwa saya adalah anak kandung , itu juga karena mereka bertanya kepada bapak. Kalau gak nanya mungkin sampai sekarang saya masih dianggap anak pungut.

Usia saya dengan sang adik (sekarang sudah almarhum. Alfatihah untuknya)  memang dekat. Saya lahir di Bulan September dan dia lahir di Bulan Januari hanya berbeda tahun saja. Tinggi badan kami akhirnya menyerupai orang kembar . Kata Bapak saya lahir di usia 8 bulan dalam kandungan, jadi memang kecil dari sananya.

Menarik lagi, adik saya lahir di Tahun 1982 di mana tahun tersebut terjadi musibah bencana alam. Salah satu gunung aktif di Tasik Malaya tempat kami di lahirkan Meletus. Abunya sampai  terbawa jauh hingga ke sekitaran rumah kami di daerah  Jalan Ampera dan abunya  menutupi rumah . Adik saya menderita pernafasan (Ispa) karena menghirup abu letusan gunung tersebut .

Akhirnya kami  mengungsi ke  salah satu Daerah  di Tangerang. Nama tempat pengungsian itu adalah Kampung Kandang Kambing dan lama sekali kami hijrah ke sana. Sampai saya menginjak SMA barulah rumah kami dibangun ulang . Sementara itu kami sudah betah di Tangerang.

Saya merasakan rivalitas  dengan adik saya  karena orang -- orang lebih sayang kepadanya. Mungkin karena dia ada punya sakit jadi perhatian  besar kepadanya.  Saat saya dan adik khitan/ sunat hadiah  dari saudara/ handai dan perhatian terpusat kepadanya. Sampai -- sampai kejadian pendarahan yang menimpanya saat itu membuat saya pasrah akan kurangnya perhatian bapak / ibu, nenek dan saudara lainnya. Hingga kami dewasa pun demikian terjadi.

Seolah -- olah apa yang dia mau selalu dikabulkan oleh Yangmahakuasa , selalu dipenuhi oleh bapak dan emih (ibu saya) dan oleh seluruh orang di dunia . Ya, semuanya sayang kepadanya dan tidak kepada saya. Meskipun saya berprestasi dan sangat berprestasi di sekolah dan lingkungan hingga perguruan tinggi negeri. Semua seolah -- olah tiada arti.

Adik saya  menikah terlebih dahulu, sakit rasanya saat itu saya didahului olehnya dan taka da yang memberikan saya ketenangan akan hal ini. Semua bergembira dan membantu dengan riang segala persiapannya. Ketika adik saya menanyakan apa kompensasi/ hadiah yang saya ingingkan untuk diberi olehnya ingin rasanya saya meminta sesuatu yang sangat besar yang tidak mungkin bisa dipenuhi. Tapi tidak saya lakukan, bagaimanapun dia adik saya dan saya pun sayang kepadanya. Ah rupa rupanya memang dia disayang oleh semua orang bahkan saya sendiripun menyayanginya.

Berikutnya rasa persainganpun berlanjut. Saya sukses di tempat kerja , dia pun sukses di tempat kerja. Bedanya saya sulit mengumpulkan uang dari hasil kerja adik saya sudah memiliki kendaraan roda empat, kontrakan dan dana simpanan yang lumayan banyak. Saya masih bujangan saat itu.

Sampai akhirnya saya menikah dan kemudian memiliki rumah, memiliki dua anak dan lainnya barulah adik saya merasa iri kepada kehidupan saya. Karena dia masih tinggal di rumah mertua dan dia merasa kurang sebagai pemimpin keluarga . Ini bukan karena dia tak mampu mengambil rumah tapi lebih kepada memenuhi permintaan dari mertuanya untuk tinggal bersama mereka.

Saya meyakini bahwa semua orang sayang kepadanya bahkan Tuhanpun lebih sayang dengannya. Ya. Adik saya telah mendahului adik saya untuk bertemu Sangpencipta di usianya yang masih sangat muda 34 tahun. Saya terdiam tak mampu berkata apa -- apa. Tuhan sayang kepadanya karena satu hal. Usianya di dunia tidaklah lama, hanya sebentar saja. Adik saya tidak bisa menemani anak -- anakya hingga besar, tidak bisa lagi mengajarinya  computer , menginstasl game kesuakaan anaknya karena background pendidikannya yang  berkaitan dengan Ilmu Teknologi Komputer. Dan paling sedih dia tidak akan bisa menikahkan anak bungsunya yang sangat cantik, anak perempuan satu- satunya yang masih berusia satu tahun.   Kalau saja saya ada di posisinya tentu dia akan merasakan hal yang sama. Bahwa apa yang diberikan dari perhatian hingga materi karena kontraknya di dunia hanya sampai usia muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun