Mohon tunggu...
Yustrini
Yustrini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis juga di www.catatanyustrini.com

Harapan yang tertunda menyedihkan hati, tetapi keinginan yang terpenuhi adalah pohon kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bisnis Rokok Ibarat Dua Sisi Mata Uang

26 September 2019   12:30 Diperbarui: 16 April 2021   19:03 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rokok (suara.com)

"Jika mau sukses bisnis jualan rokok saja, cepat laku dan balik modalnya lebih cepat," itu merupakan resep rahasia berbisnis dari seorang kerabat lama ibu yang telah sukses membuka sebuah toko grosiran. 

Beliau termasuk sukses dalam mengembangkan usia di usia yang masih muda. Bermula dari modal sebungkus rokok yang ia jual ke teman-temannya secara eceran lalu dipercaya oleh seorang pedagang besar untuk menjadi sales rokok dan sekarang dapat membuka usaha sembako dan aneka barang kebutuhan sehari-hari lainnya di rumah.

Menurutnya dari sekian barang yang dijual, rokok merupakan barang yang paling cepat laku terjual dan lebih menguntungkan. Tidak pernah menjadi masalah meski harganya makin naik konsumen akan selalu ada. Keuntungannya tentu jadi lebih banyak jika barang cepat habis. Namun sedahsyat apa pun bisnis rokok, saya tidak akan tertarik.    

Saya termasuk orang yang membenci orang merokok, bau asapnya selalu bikin sesak napas, juga kelakuan para perokok yang menurut saya kurang peduli dengan lingkungan sekitar. Tak peduli di sebelahnya apakah ada anak-anak, ibu hamil dan orang lain yang merasa terganggu dengan asap. Belum lagi puntung rokok yang dibuang sembarangan dalam keadaan mati atau masih menyala. Tak peduli juga jika abu rokoknya beterbangan ke mana-mana. 

Sengeri apa pun gambar peringatan yang ditempelkan di bungkus rokok juga tidak menyurutkan keinginan mereka untuk terus menghisap rokok. Katanya hidup tanpa rokok itu hampa, susah berpikir dan bikin pusing. Rokok membuat pikiran menjadi tenang, ide bisa tercetus dari rokok dan otak makin cemerlang setelah merokok. 

Itulah sebabnya, mengapa kami tidak menjual rokok di warung. Bahkan ada banyak peringatan dilarang merokok pada warung dan rumah kos-kosan ibu. 

Beberapa tetangga tidak sependapat dengan kami. Mereka kurang setuju dengan tindakan kami yang membatasi ruang untuk perokok.  

"Kalo nggak ada yang merokok lagi, nanti pabriknya tutup. Kasihan mereka yang jadi karyawan dan para petani tembakau rugi karena nggak bisa jual hasil panenannya," ucapan itu sudah sering saya dengar dari para pecandu rokok. 

Hmm, secara logika mereka memang benar. Kalau tidak ada yang merokok maka banyak sekali orang-orang yang terlibat dalam industri rokok akan mengalami kerugian. Pemerintah pun tampaknya sangat tahu potensi pendapatan bea cukai dari rokok sangat besar. Jika pabriknya ditutup maka pendapatan negara akan berkurang. 

Beberapa waktu yang lalu pun tersiar kabar bahwa salah satu perusahaan rokok di Indonesia akan menghentikan program beasiswa yang sudah bertahun-tahun berjalan. Adanya beasiswa ini menunjukkan bahwa betapa besar pendapatan yang dihasilkan oleh pabrik rokok ini. 

Saya sendiri merasa sayang dengan keputusan perusahaan rokok itu. Yang rugi tentu anak-anak berprestasi yang membutuhkan beasiswa. Semoga kekecewaan mereka segera terganti dengan mendapat beasiswa dari pihak yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun