Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY Dipanggung Demokrat: Mampukah Menjawab 10 Pertanyaan Ini?

17 Maret 2021   20:09 Diperbarui: 17 Maret 2021   21:09 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panggung politik Partai Demokrat masih terus bergoyang. Acara demi acara terus mengalir, nyaris selama 24 jam tanpa jeda setiap hari. Terutama sejak KLB PD Deli Sedang usai memilih Moeldoko sebagai Ketua Umum baru. Dan di atas panggung penuh warna biru itu berdiri dengan gagahnya AHY sebagai Ketua Umum PD sejak setahun silam.

Nampaknya, AHY sedang sibuk memimpin acara yang super vital dan luar biasa penting yang menentukan mati atau hidupnya kehidupan yang selama ini dijaga mati-matian bersama sang ayah dan adek beserta jajaran kunci dalam kubu Demokrat. Memang benar, pesan SBY pada Jumat sore 5 Maret 2021 harus dieksekusi sesegera mungkin, yaitu "perang" melawan hasil KLB PD di Deli Serdang itu. Kalau tidak, maka bisa saja hilang begitu saja "rumah besarnya yaitu PD" dan akhirnya gigi jari saja.

Publik negeri ini sedang menikmati entertein perpecahan yang sedang terjadi. Lihat saja apa yang terjadi. Perang narasi melalui semua media yang ada antara kedua kubu. Kisah lama pun terungkap secara vulgar. Bahkan, saling menelanjangi hingga isi perut yang paling kotor sekalipun diumbar tanpa ampun. Lihat, bermunculan nama-nama lama yang sudah tenggelam dengan beragam masalah hukum. Mereka menjadi referensi untuk memelorotkan dan membuka kedok-kedok yang terkunci sekian lama.

Pameo klasik bilang "nasi sudah jadi bubur". Begitulah yang sedang dialami oleh kubu PD AHY dan SBY. Perseteruan akan terus berlangsung. Perebutan pun juga sedang beradu di depan hukum republik ini. Banyak ramalan bermunculan tentang ending yang akan terjadi. Apakah mereka bersatu kembali atau mereka berjalan dengan eksistensi baru masing-masing. Sebutkan saja misalnya namanya adalah Partai Demokrat versus Partai Demokrat KLB. 

Artinya, tidak mudah untuk rujuk kembali kedua kubu yang berseteru. Ada banyak kesakitan di masing-masing kubu yang menjadi alasan untuk tak bersatu. Hm..arti demokrat yang sejatinya tidak mudah menjadi budaya dalam partai yang namanya Partai Demokrat. Sebab di sana, tersaksikan oleh publik praktek kepentingan pribadi/indivudual, kepentingan keluarga, kepentingan elit di atas kepentingan akar rumput atau anggotanya. 

Ini jelas, sebab kalau tidak maka harusnya tidak ada perpecahan. Tidak ada saling menzolimi dan saling merasa paling berjasa dan berkorban. Dan inilah semua yang menjadi kenyataan dalam tubuh si PD hingga akhirnya meletus dengan KLB PD di Sibolangit, Deli Sedang, Sumatera Utara pada Jumat 5 Maret 2021.

Tudingan kubu PD KLB, tentang keberadaan AHY sebagai Ketua Umum yang baru setahun terpilih secara tidak demokratis, bahkan di sana ditengarai ada "manipulasi" dalam aturan main organisasi partai. Bahkan lalu disimpulkan bahwa AHY tidak memiliki Kapasitas dan Kemampuan untuk memimpin partai ini kembali berjaya setelah anjlok terus menerus sejak dua periode Pemilu dan Pilpres terakhir pada tahun 2014 dan 2019. Hal mana bisa dilihat dari perolehan suara dan juga kursi di Senayan dalam Dewan Perwakilan Rakyat.

Betulkah AHY tidak memiliki kapasitas dan kemampuan memimpin PD? Kalau tidak mampu mengapa dia menjadi Ketua Umumkah? Pertanyaan klasik, simpel tetapi mendasar sebagai pintu masuk memahami meletusnya perpecahan dalam tubuh partai demokrat itu. 

Ungkapan bijaksana mengatakan bahwa "orang bergabung dalam sebuah partai politik karena memiliki visi besar dan luar biasa, tetapi orang keluar dan meninggalkan organisasi partai hanya karena kepemimpinan yang jelek, buruk dan kacau balau".

Partai Demokrat yang baru berusia 20-an tahun tetapi langsung menjadi pemenang dalam dua kali Pilpres dan mengantarkan SBY menjadi RI-1 pada tahun 2004 dan 2009. Dia hadir ketika suasana reformasi negeri ini sedang panas-panasnya selepas dari "jajahan" orde baru, sehingga publik menginginkan hal yang baru, dan PD menjadi sebuah pilihan pada saat itu. Dan dipastikan semua orang hendak bergabung dan bertahan karena disana ada pemimpin yang sekaligus Presiden Indonesia yaitu SBY.

Tetapi setelah SBY lengser, nampaknya koreksi keberadaan PD langsung terasa. Bukan saja karena memang budaya kepemimpinana PD yang lemah tetapi juga pesaing-pesaing politiknya semakin kencang dan keras. Sebab semua Parpol ingin menjadi yang terbaik, menjadi nomor satu bahkan menjadi pemenang. Peta kompetisi politikpun berubah. Apalagi dengan munculnya generasi milenial bahkan generasi Z yang orientasi politiknya sudah berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun