Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Mahfud MD Terkesan Kompromi dengan FPI?

29 Desember 2020   03:00 Diperbarui: 29 Desember 2020   03:08 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA/HO-Humas Kemenko Polhukam via Tirto

Hiruk pikuk tentang pondok pesantren milik FPI di Megamendung - Bogor terus bergulir. Dan kali ini Menkopolhukam, Mahfud MD angkat bicara yang terkesan kompromistis dengan pihak FPI dengan mengatakan "lahan FPI di Megamendung, Bogor tetap bisa jadi pesantren, tapi yang urus MUI atau gabungan ormas Islam" seperti dilansir oleh tirto.id.

"Kalau saya sih berpikir gini sih. Itu kan untuk keperluan pesantren, ya diteruskan saja lah untuk keperluan pesantren, tapi nanti yang ngurus misalnya Majelis Ulama [Indonesia], misalnya ya NU-Muhammadiyah gabung, gabunganlah termasuk kalau mau ya FPI di situ bergabung ramai-ramai misalnya ya," kata Mahfud dalam Webinar KAHMI yang dikutip Tirto, Senin (28/12/2020). 

Terus terang, pesan dibalik bicara Mahfud ini sepertinya kompromistis dengan FPI. Apa yang disampaikan oleh pihak PT Perkebunan yang menjadi pemilik lahan tempat Markaz Syariah FPI juga merupakan pihak pemerintah yang berada di bawah BUMN. Tetapi, mengapa lalu Mahfud seakan menganulir tuntutan PTP.

Artinya, terkesan ada pertentangan antara pemikiran Mahfud dengan permintaan dari pihak pengelola perkebunan atas tanah yang dikuasai oleh pihak FPI. Kesan kuat ini hendak menrefleksikan sebuah tanya yaitu "apakah memang antara BUMN dengan Menkopolhukam tidak ada komunikasi dan koordinasi untuk memberikan respons terhadap hal ini?"

Gagasan Mahfud seakan memberikan pertesetujuan atas "eksistensi FPI" sebagai pemilik dan pengelola pondok pesantren.  Sementara, selama ini sudah menjadi isu publik tentang legalitas dari organiasi FPI yang belum memiliki kepastian status hukum hingga kepulangan HRS dengan setumpuk isu dan problem yang mencuat kemudian.

Kesan kompromositis ini nampak sangat kuat, walaupun Mahfud MD juga mengakui tentang status hukum tanah dan penggunaan serta penggarapannya harus sesuai dengan hukum administrasi pertanahan dan BUMN yang berlaku.

"Saya tidak tahu solusinya karena itu urusan hukum pertanahan, bukan urusan politik hukum, hukum dalam arti kasus yang keamanan itu. Tetapi itu masalah hukum dalam arti hukum administrasinya itu kan ada di Pertanahan dan BUMN," kata Mahfud. "HGU itu sebenarnya baru dimiliki secara resmi 2008 sehingga kalau 2013 ketika tanah itu dibeli oleh Habib Rizieq, itu sebenarnya belum 20 tahun digarap oleh petani," kata Mahfud MD.

Barangkali akan lebih sangat bijaksana kalau antara PTP - BUMN dengan Mahfud memilki pesan dan bahasa yang sama dalam menyikapi Markaz Syariah FPI sebelum dilontarkan oleh pengelola PTP. Agar publik tidak cenderung beropini tentang keberadaan FPI yang sedang menjadi sorotan publik saat ini.

Memang betul pesan beberapa teman bahwa sesungguhnya Prof Mahfud MD lebih sering beropini layaknya seorang pakar hukum ketimbang pelaksana tugas dibidang kementerian yang dipimpinnya. Pendapat beliau lebih bagus menjadi konsumsi diskusi akademik karena memberikan kajian mendasar legal organisatoris tentang sebuah isu, seperti pemnggunaan lahan PTP oleh Markaz Syariah FPI itu.

Memang menjadi bagus untuk konsumsi akademik untuk memberikan pencerahan bagi publik tentang perlu dan pentingnya memilah-milah isu yang sedang trendi agar tidak dicampur adukan. Misalnya tentang eksistensi pondok pesantren memang itu baik dan dibutuhkan oleh masyarakat sejauh pengelolaannya sesuai kebutuhan bangsa dan negeri ini. Sementara penggunaan lahan milik negara memiliki aturan administrasi hukum tersendiri. 

Akan tetapi, isunya menjadi berbeda ketika yang disoal oleh publik ada sebuah organiasi seperti FPI sebagai pemilik ponpes yang sedang disorot sebagai dampak dari gerakan yang dilakukan selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun