Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tak Melibatkan KPK dalam Menyusun Kabinet Itu Hak Prerogatif Jokowi, tapi Mengapa?

17 Oktober 2019   10:37 Diperbarui: 18 Oktober 2019   07:23 1623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, hal itu dapat diminimalkan asal fungsi pemeriksaan dari KPK, juga bisa dilakukan oleh lembaga lain seperti BPK, PPATK, BPKP, Kejaksaan dan Polisi. "Ini ribet, tapi dalam situasi sekarang, itu perlu dilakukan presiden dalam proses penimbangan kelayakan calon menteri," terang dia. Namun, ia beranggapan bila KPK dilibatkan tentu bagus. Tetapi fungsi KPK bisa dijalankan lembaga lain.

Harus diakui bahwa ada kecenderungan kekecewaan publik ketika Jokowi tidak lagi melibatkan KPK sebagai wujud komitmen dukungan penuh kepada KPK sebagai salah satu lembaga atau badan yang masih diharapkan oleh masyarakat untuk melawan dan memberantas tikus-tikus koruptor di Indonesia.

Terlepas dari adanya hiruk pikuk, pro dan kontra seputar pengesahan revisi UU KPK oleh DPR, dan sekarang memasuki 30 hari setelah disahkan sebagai penanda bahwa mulai berlaku, kendati Jokowi belum menandatangani revisi UU KPK itu.

Prerogatif Presiden sepenuhnya memilih dan menetapkan para menterinya, publik paham itu, tetapi komitmen untuk mendukung dan menguatkan KPK juga soal lain, tetapi ketika Jokowi telah meletakkan dasar kuat menyatukan masyarakat dalam semua kebijakannya tentu menjadi sangat mahal saat masyarakat juga mulai bertanya.

Jokowi membutuhkan energi dan sumberdaya baru yang lebih besar lagi untuk meyakinkan dan memulihkan kepercayaan publik yang nampaknya sudah mulai tergerus dengan masalah revisi UU KPK ini serta pro dan kontra Perppu KPK. Membiarkan saja tanpa penjelasan yang baik dan bijak hanya akan menurunkan kapitalisasi politik Jokowi selama lima tahun kedepan.

Semoga analisis ini tidak benar, dan menjadi anomali dalam membangun Indonesia dengan lompatan kemajuan yang diimpikan Jokowi dalam visi Indonesia 2025.

YupG. 17 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun