Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menuduh Curang Tanpa Bukti, Mempermalukan Diri Sendiri

20 Mei 2019   17:29 Diperbarui: 20 Mei 2019   18:33 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mantapps.com/serba-serbi/hiburan/prabowo-saya-menolak-penghitungan-pemilihan-yang-curang-simposium-nasional-kecurangan-pemilu-2019/

Badan Pengawas Pemilu bergerak dengan super cepat dan hari ini Senin 20 Mei 2019 diputuskan menolak gugatan yang diajukan oleh BPN Prabowo Sandi tentang kecurangan yang Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) karena bukti-buktinya tidak sah, hanya daftar link berita saja.

Keputusan Bawaslu ini menjadi sangat penting bagi proses hasil Pemilu 2019, karena akan menjadi salah satu kartu kunci untuk mengingatkan kubu Capres 02 tentang rencana aksi besar-besar yang akan digelar Rabu 22 Mei 2019.

Pertama, harusnya tim BPN Prabowo -- Sandi merasa malu atas keputusan dari Bawaslu terhadap gugatan yang selama ini di dengung-dengungkan seantero nusantara ada kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres 2019 yang terjadi secara TSM. Ternyata semua yang disebutkan itu adalah fakta-fakta kecurangan yang sudah digelar pada Selasa 14 Mei yang lalu, hanya kumpulan dari sejumlah link berita di berbagai media.

Keputusan pengawas pemilu ini menjadi tamparan bagi semua kubu Prabowo yang terus menerus mengklaim kemenangan hingga 54% pada posisi terakhir secara internal tim teknis BPN, dan menuduh terjadinya kecurangan dengan bukti-bukti yang tidak memenuhi syarat.

Nampaknya inilah yang menjadi pertimbangan mengapa koalisi yang dibangun oleh kubu Prabowo begitu rapuh dan rentan, sehingga satu persatu meninggalkan Koalisi Adil Makmur (KAM). Mulai dari manufer petinggi Demokrat, kemudian Ketua PAN yang mengucapkan selamat buat pasangan Jokowi-Amin, dan pertentangan-pertentangan pendapat di dalam tubuh KAM. Ini menyempurnakan rasa malu yang seharusnya dialami oleh KAM.

Tapi, apakah masih ada rasa malukah dalam situasi genting seperti ini? Hmm, hanya orang-orang yang berpikirnya tidak normal yang tidak memiliki rasa malu dalam kondisi seperti ini. Seorang kawan mengatakan begini "itu karena sudah sangat kebelet untuk mau berkuasa, sehingga nalar menjadi terbalik-balik tidak karuan. Tubruk sana tabrak sini, mata gelap"

Kedua, kalau gugatan kecurangan TSM tidak terbukti dan harus ditolak mentah-mentah oleh Bawaslu, lalu pertanyaannya adalah untuk apa turun ke jalan membuat aksi besar-besaran pada hari rabu? Apakah juga masih memiliki bukti-bukti yang hanya sekedar daftar link berita online saja?

Bila kubu Capres 02 ini memiliki rasa malu, karena gugatan TSM tidak terbukti, maka gerakan aksi 22 Mei tidak perlu lagi dilakukan. Karena hanya akan kesia-siaan saja, dan bahkan akan lebih mempermalukan dan menenlanjangi diri sendiri di depan masyarakat Indonesia dan juga masyarakat internasional. Sebab dunia menunggu dan menyaksikan pengumuman hasil pemilu oleh KPU.

Artinya, tidak ada alasan bagi kubu BPN Prabowo-Sandi untuk melakukan aksi jalanan saat diumumkan hasil Pemilu oleh KPU. Karena namanya saja pengumuman hasil dan masyarakat belum tahu siapa yang akan menang jadi Presiden, apakah Jokowi kah atau malah Prabowo yang menang?

Gugatan hasil pemilu akan tersedia waktu yang cukup bagi kedua Capres untuk memprosesnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Artinya, bila hasil yang dicapai oleh KPU keberatan, maka keberatan itulah yang harus diproses untuk dikoreksi kalau bukti-bukti memenuhi syarat.

Publik semua mengerti bahwa gerakan, berbagai manuver politik yang dikerjakan oleh kubu Capres 02, nampak seperti tidak ada artinya sama sekali. Dan seperti menjaring angin dan awan hitam saja. Energi dan sumber daya habis dan malah mempermalukan diri sendiri yang tidak ada manfaatnya sama sekali.

Semula gerakan aksi 22 Mei memiliki nilai strategis, paling tidak untuk membangun kembali pemahaman publik agar kubu Prabowo tidak kehilangan muka atas kemungkinan besar kalah dalam Pilpres 2019 ini. Namun, dengan keputusan Bawaslu hari ini, yang menolak gugatan BPN itu, menihilkan nilai perjuangan akan dilakukan mulai hari ini sampai hari rabu dan hari-hari selanjutnya.

Profesor Yusril Ihaza Mahendra (tempo.co) dalam pemberitaan sejak kemarin menegaskan bahwa siapa saja yang menuduh Pemilu itu curang, maka dia harus membuktikannya secara hukum.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, mengatakan tuduhan kecurangan dalam Pemilu 2019 wajib dibuktikan secara fair, jujur, dan adil melalui sebuah proses hukum. "Pihak yang dibebani untuk membuktikan kecurangan adalah pihak yang menganggap atau menuduh adanya kecurangan itu. Siapa yang menuduh wajib membuktikan. Itu dalil umum dalam hukum acara," kata Yusril dalam siaran tertulisnya, Ahad, 19 Mei 2019.

Mungkinkah ada kemungkinan agenda lain yang hendak diperjuangkan? Segalanya mungkin saja, misalnya membuat KPU tidak legitimate dalam menghasilkan Capres dan Caleg yang akan memimpin bangsa ini 5 tahun ke depan. Ini pun agak sulit bagi tim Prabowo melakukan itu.

Publik berharap, bahwa hasil kerja KPU akan menjadi klimaks pesta demokrasi yang sungguh sangat melelahkan dan menyita energi masyarakat dan bangsa ini yang sangat tidak produktif karena menghadirkan ketegangan, kekuatiran dan ketakutan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun