Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Seputar "Blow-up" Setelah Debat Capres 2019

20 Februari 2019   15:46 Diperbarui: 20 Februari 2019   16:27 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thelatestpictureshow.com

"Blow-up" "Tiuplah hingga melembung besar" -- Jadikan berita "wah!"

Tunjukkan sesuatu lebih jelas. Berbagai pendapat untuk mengartikan frase "blow-up", termasuk jika ada berita atau kenyataan kurang-terlihat, kecil bendanya, perlu memakai kaca pembesar, perlu dibesarkan.

Ballpoint atau balpen yang kecil dipencet-pencet dalam genggaman tangan, tidak tampak nyata ketika ditayangkan di layar TV -- ini perlu di "blow-up".

Dalam ilmu biologi dan kedokteran pemakaian mikrosop untuk melihat benda atau  bakteri kecil perlu melalui pembesaran ribuan kali - dalam hal demikian tidak dipakai istilah "blow-up".

Jadi secara umum frase "blow-up" lebih kearah pengertian negatif, sesuai pengertian: "tiup, tiup terus, biar balonnya pecah -- dor! Kaget semua!" Juga agar lebih meyakinkan peristiwa seseorang menggenggam balpen perlu ditambahkan dengan "ear-piece" agar mendukung hubungannya dengan "pembisikan" dalam mengutip angka-angka atau membisikan untuk memberikan arahan data, meyakinkan: balpen dipencet-pencet -- dapatlah bisikan jawaban data melalui ear-piece.

Padahal orang yang memberitahukan data di TV minggu lalu itu dan memberi pernyataan tersebut adalah seorang insinyur yang sejak sekolah SD suka mata pelajaran matematika!

Ada yang memberi komentar bahwa pihak lawan berdebat sesungguhnya: "Kreatif, inovatif, jeli, melihat kenyataan yang harus diungkap ke publik!"

"Pin the blame on the donkey" -- ini perumpamaan (proverb) mendukung pernyataan "blow-up".

Secara harifiah donkey si keledai selalu menunjukan hewan dan juga diumpamakan sebagai manusia yang bodoh. To pin menyatakan sama seperti "tempalah", "masukkan ke otak" agar pernyataan atau peristiwa yang sudah lewat dapat disalahkan pada mereka yang bodoh.

Dalam acara perdebatan  Capres 2019 minggu lalu sesungguhnya siapa "yang bodoh?  Yang "bodoh", yang "disalahkan" sering disebut sebagai scapegoat (domba macam apa, ya?).

Apakah sepadan dalam bahasa Indonesia dengan "kambing hitam"? Berikut kisah yata yang lain: Kisah rokok yang di "blow-up" sebagai alat/bahan penenang. Ketika perang dunia ke II, berlangsung hebat; pabrikan rokok sigaret melihat peluang bisnis besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun