Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilih Pemimpin Transformasional, Karismatik, Koalisional, atau Machiavelis

13 Januari 2019   15:39 Diperbarui: 26 November 2021   17:06 4387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://medium.com/thrive-global

Ciri dan perilaku yang sering dipertontonkan oleh seorang pemimpin yang menganut gaya karismaik adalah

  1. Menyampaikan sebuah visi yang menarik
  2. Menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif saat mencapai visi itu
  3. Mengambil resiko pribadi dan membuat pengorbanan diri untuk mencapai visi itu
  4. Menyampaikan harapan yangt tinggi
  5. Memperlihatkan keyakian akan pengikut
  6. Pembuatan model peran dari perilaku yang konsisten dari visi
  7. Mengelola kesan pengikut akan pemimpin
  8. Membangun identifikasi dengan kelompok atau organisasi
  9. Memberikan kewenangan kepada pengikut.

 3. Coalitional Leadership

Istilah koalisi sangat sering digunakan dalam ranah dinamika politik yang mutiparati di seluruh dunia, sebagai indikator bergabung, berkumpulnya sejumlah kelompok dalam sebuah wadah baru yang disepakati.

Wikipedia Indonesia merumuskan bahwa Koalisi adalah sebuah atau sekelompok persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai sedangkan oposisi koalisi adalah sebuah oposisi yang tersusun dari koalisi beberapa partai.

Terkait dengan tugas seorang pemimpin menggunakan pengaruhnya, maka dikenal juga Coalitional leadership yang melibatkan proses membangun koalisi orang-orang yang mendukung tujuan pemimpin dan dapat membantu mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan keputusan pemimpin dan mencapai tujuan.

Biasanya dalam implementasinya, mereka-mereka yang terlibat dalam sebuah koalisi tertentu sangat terampil dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain dan dapat mengadaptasikan sikap mereka dengan orang-orang dan situasi yang beraneka ragam. Walapun tidak mudah karena berbagai kepentingan harus dimobilisir dan diakomidir, tetapi itu menjadi tuntutan yang harus terjadi kalau mau koalisi itu sukses.

Dalam praktek kepemimpinan koalisi, beberapa langkah agar coalitional leadership dapat menjadi efektif:

  1. Coalitional leader melakukan banyak interview.
  2. Coalitional leader mengunjungi pelanggan dan stakeholder lainnya.
  3. Coalitional leader mengembangkan "map of stakeholder buy-in".
  4. Coalitional leader melakukan perincian rintangan-rintangan dan mempromosikan cross-silo cooperation.

Richard Daft dalam buku teksnya menyajikan sebuah hasil penelitian tentang pola yang terjadi dalam sebuah kepemimpinan koalisi yang dibangun, yang disebutnya sebagai  Mapping Stakeholder Buy-In, yaitu

  • 10% sebagai advocate (pendukung) merupakan pemangku kepentingan di dalam dan luar organisasi yang akan mendorong perubahan.
  • 10% sebagai partners (mitra) merupakan pihak yang mendukung dan mendorong perubahan tetapi tidak secara aktif.
  • 20% sebagai resisters (pelanggar) merupakan pihak yang menentang bahkan mengganggu perubahan tersebut.
  • 60% sebagai observers (pengamat) merupakan  pihak yang memiliki sikap netral terhadap perubahan yang diajukan.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan koalisi itu memang tidak awet, langgeng dan abadi sifatnya dan tentu saja mudah untuk bubar begitu saja. Penyebabnya adalah karena pada dasarnya yang menyatukan, mengikat dan melibatkan semua unsur dan partai atau kelompok dalam koalisi adalah kepentingan masing-masing.

Artinya, sejauh unsur tertentu yakin bahwa kepentingan kelompoknya akan tercapai dalam koalisi maka dia akan bertahan berada dalam koalisi. Tetapi sebaliknya, apabila dia tidak yakin tujuannya tidak tercapai maka dia akan wait and see terhadap koalisi yang terbentuk. Bahkan sangat mungkin akan mengundurkan diri bila peluangnya kecil.

4. Machiavellian-Style Leadership

Niccol Machiavelli lahir di Florence, Italia, 3 Mei 1469 - meninggal di Florence, Italia, 21 Juni 1527. Nama Machiavelli, kemudian diasosiasikan dengan hal yang buruk, menghalalkan segala macam cara untuk mewujudkan dan berusaha mencapai tujuan, dan karenanya dalam praktek kepemimpinan, pemimpin yang meniru dan melakukan tindakan seperti ini disebut machiavelis.

Istilah Machiavellian sering dikaitkan dengan perilaku yang tidak bermoral dan bahkan kejam yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan seseorang dari keuntungan pribadi.  Dengan kepemimpinan bergaya Machivellian, pemimpin tersebut bersedia menggunakan cara apa pun yang diperlukan untuk mempertahankan kesejahteraan organisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun