Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi yang Belum Dewasa, Sukanya "Ngambek", Marah dan Berantam

24 September 2018   12:48 Diperbarui: 24 September 2018   19:09 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.watyutink.com/topik/berpikir-merdeka/Pilpres-Diperlukan-Gerbong-Ketiga

Kita semua harus jujur pada diri sendiri dan mengakui bahwa negeri ini masih belum dewasa dalam berdemokrasi, masih seperti anak-anak saja yang tidak mau apabila keinginannya tidak dipenuhi maka anak-anak itu akan marah, menangis dan ngambek.

Ini adalah sifat dan perilaku orang yang masih tergolong anak-anak, yang substansinya adalah masih belum mampu memahami dan mengerti orang lain, dan hanya mau dan mengerti dirinya sendiri, keinginan dan maunya sendiri, dan kalau perlu dia yang harus diutamakan, dan yang lain menurut anak-anak tidak penting.

Hampir semua sudah memhami bahwa republic ini, dianggap sebagai salah satu negera demokrasi terbesar di dunia, atas kemampuannya menyelenggarakan pemilihaan umum, khususnya pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung, selama kurang lebih satu decade terakhir ini.

Predikat inipun membuat semua warga negara ini menjadi bangga dan seakan menjadi percontohan bagi berbagai negara lain yang mau ingin belajar tentang demokrasi itu.

Secara umum, publik awam memahami demokrasi ini sebagai prinsip proses pemilihan kepala negera atau kepala daerah yang dilalukan dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyatlah yanag menjadi substansi dan subjek dalam semua proses yang dilakukan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan hasil yang dicapai dilakukan semua oleh rakyat itu sendiri.

Namun, demikian usia demokrasi Indonesia yang baru satu dekadean ini, nampaknya belumlah cukup untuk berbanggan diri dan menepuk dada sendiri dan merasa rakyatnya, publik dan masyarakatnya juga sudah menjadi demokrasi dalam perlaksanaannya.

Maksudnya, menjadi seorang demokrat harus tercermin, dijiwai dan nampak dalam semua perilaku, sikap, komunikasi, toleransi dan memperlakukan relasi antar anak bangsa yang menjadi pemegang dan ahli waris yang saha dari republic ini.

Yang terjadi, dan kenyataan yang bisa disaksikan adalah sama sekali berbeda dengan yang diharapkan sebagai jiwa demokrasi itu. Cermati dan perhatikan bagaimana proses pengadaan Capres dan Cawapres sejak awal hingga saat ini, ketika acara kampanye damai bersama semua kontestan, yang terjadi adalah egosisme, tuntutan dan perilaku seperti anak-anak yang marah, ngambek dan menangis ketika keiinginannya tidak dipenuhi dengan segera.

Puncak dari semua ketidakdewasaan kita berdemokrasi ini, nampak dari kejadian SBY Ngambek pada acara Kampanye Damai yang digelar oleh KPU di wiklayah Monas Jakarta pada hari minggu, 23 September 2018.

Kejadian, seorang SBY, Ketum Partai Demokrat yang diberitakan oleh banyak media "ngambek" dan harus meninggalkan acara "kampanye damai bersama", dan beliau kembali kerumah karena merasa terlalu banyak aturan atau dinilai KPU tidak konsisten dengan aturan atau rencana yang sudah diatur.

Inilah contoh konkrit dan sederhana tentang ketidak dewasaan bangsa ini berdemokrasi. Dan tentu saja masih banyak contoh konkrit lainnya. Yang kesemuanya menjelaskan bahwa "masih sangat panjang perjalanan negeri ini untuk menjadi lebih dewasa dalam berdemokrasi". Artinya, ke semua dan keseluruhan proses demokrasi itu harus dikawal olreh semua, agar berjalan lancer hingga sampai keujung prosesnya yaitu menghasilkan seorang Pemimpin Negeri,yaitu Presiden dan Wakil Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun